Perundingan di Doha Melambat, Serangan Bersenjata di Afghanistan Berlanjut
Serangan udara ini merupakan yang kesekian kalinya terjadi dan mengakibatkan korban warga sipil di Afghanistan. Militer selalu menyatakan akan menyelidiki kejadian-kejadian itu, tetapi laporan penyelidikan tak diumumkan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
KABUL, SENIN — Perundingan intra-Afghanistan yang telah berjalan sepekan belum menghasilkan hal yang konkret dan dibutuhkan oleh rakyat untuk merasakan perdamaian yang sesungguhnya. Sebaliknya, kekerasan bersenjata terus terjadi dan menimbulkan korban, tidak hanya dari kedua pihak yang berkonflik, tetapi juga warga sipil.
Sebuah serangan udara Pemerintah Afghanistan di Provinsi Kunduz, Afghanistan utara, Sabtu (19/9/2020), menewaskan sedikitnya 24 warga sipil, termasuk anak-anak, dan melukai enam orang lainnya. Desa Sayed Ramazan di Distrik Khanabad, lokasi yang diserang oleh militer Afghanistan, adalah salah satu distrik yang dikuasai oleh kelompok Taliban.
Dua saksi mata yang dihubungi kantor berita Associated Press (AP), Minggu (20/9/2020), menuturkan bahwa sebagian besar korban tewas dalam serangan udara yang terjadi di Desa Sayed Ramazan adalah warga sipil. Mereka mengatakan, serangan udara yang dilakukan dua kali ini awalnya menargetkan rumah milik seorang anggota kelompok Taliban.
Rumah tersebut berfungsi ganda, sebagai rumah tinggal sekaligus pos pemeriksaan. Anggota kelompok Taliban yang berjaga di rumah itu menghentikan dan menggeledah pelintas untuk memastikan bahwa mereka tidak memiliki hubungan apa pun dengan pemerintah.
Latif Rahmani, saksi mata, mengatakan bahwa serangan udara tidak hanya menghancurkan bangunan dua fungsi itu, tetapi juga membakar bangunan rumah yang berada di dekatnya. Keluarga pemilik rumah terjebak di dalamnya dan tidak bisa menyelamatkan diri.
Rahmani, saat berbicara melalui sambungan telepon, menuturkan bahwa para petani dan penduduk desa berlarian untuk memadamkan api dan menyelamatkan anggota keluarga yang terperangkap di dalam rumah. Pada saat yang bersamaan, serangan udara kedua menghujam. Warga yang hendak memberikan pertolongan pun menjadi korban.
Rahmani, yang saat itu tengah memperbaiki salah satu bagian rumahnya, sempat mengingatkan agar para tetangganya tidak berlari ke arah dua bangunan rumah yang terbakar itu. Ia khawatir dengan kemungkinan adanya serangan kedua di lokasi yang sama.
”Saya meneriaki orang-orang dan mengatakan kepada mereka untuk tidak pergi karena mungkin akan ada pengeboman lagi, tetapi mereka lari untuk membantu dan memadamkan api,” kata Rahmani.
Saksi kedua, Kalamuddin, yang seperti banyak orang Afghanistan lainnya hanya menggunakan satu nama, mengatakan bahwa satu-satunya anggota Taliban yang tinggal di rumah itu telah tewas. Dia menambahkan, ada lima anak termasuk di antara 24 warga sipil yang tewas.
Fatima Aziz, anggota parlemen perempuan di Provinsi Kunduz, seperti dikutip dari laman Al Jazeera mengatakan, sebanyak 11 warga sipil tewas dan lima orang tidak diketahui keberadaannya setelah serangan itu. ”Serangan pertama menghantam markas Taliban. Namun, serangan kedua mengakibatkan banyak warga sipil menjadi korban karena mereka berkumpul di lokasi tersebut,” kata Aziz.
Kementerian Pertahanan Afghanistan menyatakan, serangan udara itu menewaskan 30 pejuang Taliban. Namun, ia menambahkan, penyelidikan sedang dilakukan terhadap klaim yang menyebutkan bahwa warga sipil termasuk di antara mereka yang tewas dalam serangan tersebut.
Dalam pernyataannya, Kementerian Pertahanan Afghanistan menyatakan bahwa serangan udara itu dilakukan setelah pada pagi harinya kelompok Taliban melancarkan serangan terhadap salah satu pos militer di provinsi tersebut.
Juru bicara Taliban di Afghanistan, Zabihullah Mujahid, mengecam keras serangan udara itu. Ia membantah tuduhan bahwa pihaknya telah melakukan serangan terhadap pos militer Afghanistan. Mujahid mengatakan, Taliban tidak melakukan operasi militer di daerah itu pada saat serangan udara itu.
Serangan udara militer ini menjadi serangan yang kesekian kalinya terjadi dan mengakibatkan korban di kalangan warga sipil. Meski militer telah menyatakan akan menyelidiki kejadian-kejadian tersebut, hingga saat ini laporan hasil penyelidikan tidak pernah dikeluarkan.
Pada Sabtu (19/9/2020), serangan roket juga terjadi pada pangkalan pendukung pasukan koalisi NATO di Kandahar selatan. Tidak ada korban yang dilaporkan dan tidak ada yang mengaku bertanggung jawab. NATO dalam pernyataan tertulis mengatakan bahwa jika Taliban berada di belakang tembakan roket, hal itu dapat membahayakan kesepakatan damai AS-Taliban. Dalam kesepakatan itu, Taliban telah berjanji untuk tidak menyerang pasukan AS dan NATO.
Perundingan melambat
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengecam keras kedua belah pihak dalam konflik tersebut atas pembunuhan tanpa henti terhadap warga sipil dalam perang yang berkepanjangan di Afghanistan. Utusan Khusus Uni Eropa untuk Afghanistan Roland Kobia, dikutip dari The New York Times, mengatakan, tingkat kekerasan bersenjata dalam lima pekan terakhir adalah yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Perundingan intra-Afghanistan yang telah berjalan selama sepekan, hingga saat ini, baru pada tahap membahas aturan negosiasi atas masalah yang diperdebatkan. Perundingan belum mencapai hal-hal yang substansial, termasuk di dalamnya adalah gencatan senjata, yang didesakkan banyak pihak.
Tim perunding, yang dikerucutkan lagi menjadi tim komunikasi kedua belah pihak, menurut laporan The New York Times, terjebak pada perdebatan soal mazhab yang harus digunakan dalam penyelesaian perselisihan. Menurut Kobia, pada saat perundingan inilah para pemikir dan tim perunding intra-Afghanistan harus menunjukkan kemampuannya secara politis, bukan sebaliknya berperilaku seperti kelompok pemberontak atau pembangkang yang menggunakan lengannya untuk memelintir lengan lawannya. (AP)