Politisasi pengadaan vaksin oleh calon presiden petahana Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, menyulitkan gerak Partai Demokrat.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
WASHINGTON, MINGGU — Politisasi pengadaan vaksin oleh calon presiden petahana Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, menyulitkan gerak Partai Demokrat. Mereka harus berhitung dengan cermat apabila ingin memenangi pemilihan presiden kali ini, yang kurang dari tujuh pekan lagi.
Hampir setiap hari, Trump mengulang-ulang janjinya tentang ketersediaan vaksin Covid-19 jelang hari pemilihan, 3 November mendatang. Pada Jumat (18/9/2020), dia mengulangi pernyataannya soal ketersediaan vaksin dengan menyatakan bahwa 100 juta dosis vaksin, yang masih belum diketahui efektivitasnya melawan virus SARS-CoV-2, akan diproduksi pada akhir tahun dan jumlahnya akan mencukupi bagi seluruh rakyat AS pada bulan April 2021.
”Tiga vaksin sudah dalam tahap akhir,” kata Trump pada sebuah briefing.
Bahkan, Pusat Pencegahan dan Pengawasan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, dikutip dari laman The Wall Street Journal, Politico, dan CBS News, telah meminta pemerintah negara bagian untuk bersiap-siap mendistribusikan vaksin ke pusat-pusat kesehatan di negara bagian tersebut pada 1 November atau dua hari sebelum pemungutan suara dimulai.
Pernyataan Trump itu diragukan oleh banyak pihak, mulai dari warga biasa, tokoh Partai Demokrat, hingga beberapa tokoh Partai Republik. Mereka meragukan kemampuan kerja pemerintahan Trump untuk menyediakan vaksin yang aman dan efektif dengan tenggat yang sangat agresif. Keraguan seperti itu bisa mengancam dan memperburuk risiko kesehatan ratusan juta warga AS setiap kali vaksin dirilis.
Jika Demokrat secara agresif menyerang klaim kampanye ketersediaan dan efektivitas vaksin Trump, tindakan itu berisiko merusak kepercayaan publik terhadap obat-obatan yang mungkin bisa menyelamatkan nyawa ratusan juta atau bahkan miliaran nyawa manusia. Namun, jika mereka mundur dan tidak menekan, Trump akan lebih leluasa menggunakan vaksin sebagai alat untuk meningkatkan keterpilihannya nanti.
Trump memanfaatkan ketidakpercayaan Demokrat terhadap dirinya sebagai senjata dengan menyatakan bahwa calon presiden AS dari Partai Demokrat, Joe Biden, dan para pengikutnya adalah antivaksin.
”Teori antivaksin Joe Biden mempertaruhkan banyak nyawa, dan mereka hanya melakukannya karena alasan politik. Itu bagian dari perang mereka untuk mendiskreditkan vaksin sekarang karena mereka tahu kita pada dasarnya memilikinya. Kami akan segera mengumumkannya,” kata Trump.
Jay Inslee, Gubernur Negara Bagian Washington yang berasal dari Partai Demokrat, mencoba mengambil jalan tengah ketika ditanya apakah dia akan bersedia untuk mengambil vaksin yang dirilis oleh pemerintah sebelum pemilihan.
”Jika semua protokol telah diikuti dan buktinya ada, tentu saja, saya akan mengikuti sains. Tidak masalah kapan itu terjadi,” kata Inslee. Dia menegaskan, patokan yang digunakannya adalah sains dan bukan Trump. Inslee mengatakan, dirinya sama sekali tidak memercayai apa pun yang diutarakan Trump.
Apa yang dikatakan Inslee sejalan dengan konsensus yang berkembang di antara para petinggi Demokrat, termasuk Joe Biden, calon presiden AS dari Partai Demokrat. Mereka meragukan janji dan kemampuan Trump. Namun, mereka berjanji untuk mengikuti bimbingan para ilmuwan dan pakar perawatan kesehatan seperti Dr Anthony Fauci, spesialis penyakit menular utama pemerintah.
Perubahan pandangan
Trump telah menderita secara politik akibat pandemi, yang telah menghancurkan ekonomi global dan menewaskan hampir 200.000 warga Amerika. Angka ini lebih dari tiga kali lipat jumlah kematian yang dia prediksi pada bulan April.
Namun, enam minggu sebelum pemilihan 3 November, ada perasaan yang meluas dari para pemilih bahwa segala sesuatunya mulai bergerak ke arah yang benar. Bahkan ketika para ahli memperingatkan bahwa terlalu dini untuk percaya bahwa yang terburuk sudah berakhir.
Jajak pendapat yang dilakukan Kaiser Family Foundation yang dirilis pekan lalu menggambarkan empat dari 10 orang mengatakan kondisi terburuk sudah terlewati, jumlah yang sama untuk orang yang menyatakan bagian terburuk (dari pandemi ini) belum datang. Hal ini berbeda jauh ketika mereka melakukan jajak pendapat pada awal April lalu. Tiga dari empat responden saat itu percaya bahwa kondisi terburuk (dari pandemi ini) belum datang.
Pada saat yang sama, kebanyakan orang Amerika khawatir bahwa tekanan politik dari pemerintah akan membuat Food and Drug Administration (semacam Badan Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia) terburu-buru menyetujui vaksin virus korona tanpa memastikannya aman dan efektif. Pandangan itu mewakili 85 persen pemilih Demokrat, 61 persen independen, dan 35 persen pemilih Republik.
”Di titik ini, tidak ada yang benar-benar percaya itu akan siap sebelum pemilihan,” kata Mollyann Brodie yang mengawasi penelitian opini publik di Kaiser.
Politisasi masalah kesehatan yang begitu penting memiliki dampak besar, katanya, merujuk pada tantangan luar biasa bagi pejabat kesehatan masyarakat untuk membujuk sebanyak mungkin orang Amerika untuk divaksin setiap kali vaksin itu dirilis.
Bergabung di pengadaan vaksin global
Sementara itu, sejumlah negara di kawasan Amerika Latin, seperti Brasil dan Argentina, berencana mencari cara lain untuk bergabung dengan proyek pengadaan vaksin global COVAX setelah mereka melewati batas waktu yang ditentukan untuk mengikat diri dalam sebuah komitmen dengan program ini, Jumat (18/9/2020).
Kementerian Luar Negeri Peru, Sabtu (18/9/2020), mengatakan, mereka berhasil menandatangani perjanjian yang membuat mereka memiliki akses terhadap 12 juta dosis vaksin melalui COVAX. Sementara Argentina meminta lebih banyak waktu untuk menyiapkan dokumen yang diperlukan dan berharap Rabu minggu ini akan menandatangani komitmen mereka dengan COVAX.
Pemerintah Brasil mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Jumat malam bahwa mereka akan mendaftar untuk COVAX setelah negosiasi dengan GAVI Alliance, yang merupakan sekretariat COVAX. ”Pembelian vaksin yang aman dan efektif adalah prioritas pemerintah federal,” demikian pernyataan Brasil.
Brasil menghadapi wabah virus korona terburuk setelah Amerika Serikat dan India, dengan 4,5 juta kasus, dan memiliki jumlah kematian tertinggi di dunia di luar Amerika Serikat.
Selusin negara Amerika Tengah dan Latin telah memberi tahu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa mereka akan meminta lebih banyak waktu untuk mendaftar setelah tengah malam pada batas waktu Jumat untuk meresmikan dokumen yang mengikat secara hukum.
Seorang diplomat di Geneva mengatakan permintaan itu telah diajukan dalam bentuk surat pada hari Jumat dan meminta perpanjangan satu bulan. Diplomat tersebut tidak memberikan rincian alasan penundaan itu.
Ia mengatakan negara yang mengajukan permintaan tersebut adalah Argentina, Brasil, Chile, Kolombia, Kosta Rika, Ekuador, Guatemala, Panama, Uruguay, Venezuela, Paraguay, dan Republik Dominika. (AP/REUTERS)