Kunjungan Raja Chulalongkorn ke Batavia, Inspirasi Modernisasi Thailand
Raja Chulalongkorn atau Rama V dari Kerajaan Siam atau Thailand berkunjung ke Batavia dan Jawa Tengah pada 1870. Ia kemudian dua kali lagi berkunjung ke Tanah Jawa. Kunjungannya menjadi inspirasi modernisasi Thailand.
Kerajaan Siam (Thailand) dan Nusantara memang memiliki kedekatan khusus. Raja Mongkut yang memerintah 1851-1868 diceritakan mengadopsi pertunjukan seni Panji dari Nusantara, seperti cerita Panji Kuda Semirang dan lain-lain, yang kemudian di sana disebut dengan pertunjukan Inao yang populer hingga kini.
Cerita wayang dan pertunjukan Ramayana-Mahabharata juga berkembang luas di Thailand. Bahkan, seniman Indonesia-Thailand kerap tampil bersama dalam Sendratari Ramayana di pelataran Candi Prambanan.
Kerajaan Siam sejak masih beribu kota di Ayutthayya pada abad ke-17 Masehi di era Raja Taksin hingga berganti menjadi Dinasti Chakri dengan wangsa Raja Mongkut dan Raja Chulalongkorn selalu memiliki kawula dari berbagai wilayah Kepulauan Nusantara. Pada zaman Raja Taksin, ada prajurit-prajurit Makassar di bawah Daeng Mallewa yang bermukim di sana dan terlibat dalam peperangan melawan faksi Eropa di Istana Kerajaan Siam.
Baca juga : Kapal Perang TNI dalam Film Hollywood
Selanjutnya, pada masa Dinasti Chakri, ditemukan keberadaan masyarakat Jawa di kota Bangkok. Bahkan, terdapat Masjid Jawa di kota Bangkok, tepatnya di kawasan hunian keturunan Jawa.
Kedekatan Siam dan Nusantara berlanjut hingga zaman Raja Chulalongkorn yang melakukan kunjungan mancanegara pertamanya ke Pulau Jawa.
Sejarawan Didi Kwartanada mengatakan, kunjungan tersebut menghebohkan masyarakat Jawa. Sebagai negeri jajahan Belanda saat itu, masyarakat merasa terkejut karena mendapat kunjungan dari sebuah bangsa Asia yang bebas merdeka di tengah kekuasaan Eropa yang mencengkeram Asia.
Kunjungan yang berlangsung bulan Maret-April 1870 ke kota Batavia dan wilayah Jawa Tengah itu diabadikan dalam puisi, yakni syair pertama berupa ”Sair Kadatangan Sri Maharaja Siam di Betawi” (1870) sepanjang 27 halaman dan syair kedua, ”Sair Gaja Puti”, sebanyak tujuh halaman.
Puisi ini dicetak ulang oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dalam buku Kesusasteraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia Jilid I. Pada bait pertama disebutkan: ”Barula ada zaman sekarang, Raja Siam datang di tana seberang untuk memberitakan kunjungan perdana dari Raja Chulalongkorn”. Perjalanan dari Siam-Singapura ke Batavia dengan perintah Kompeni (Pemerintah Hindia Belanda) agar sambutan diberikan dari muara atau di Teluk Jakarta.
Kapal-kapal militer disiapkan sejak dari perairan Pulau Onrust untuk menyambut kedatangan Raja Chulalongkorn. Demikian juga dengan kapal uap Ciliwung yang mengantar para pejabat Hindia Belanda menyambut raja di Pelabuhan Sunda Kelapa. Sambutan tiga kali dentuman meriam juga dibunyikan.
Baca juga : Meriahnya Ulang Tahun Militer Thailand
Semua anak buah kapal di kapal-kapal yang ada memberikan sambutan penghormatan sesuai perintah Residen Batavia, termasuk dengan pengibaran ragam bendera bagi seluruh kapal, di pesisir pelabuhan dan Teluk Jakarta. Seluruh rumah pejabat juga mengibarkan bendera untuk menyambut Raja Siam.
Para pejabat dengan iringan serdadu dan Hussar (prajurit berkuda) ramai menyambut kedatangan Raja Chulalongkorn. Demikian pula dengan masyarakat Betawi yang disebut Slam atau Muslim serta masyarakat China atau warga Tionghoa di Batavia turut menyambut dengan meriah.
Para tokoh penting dengan iringan Hussar juga hadir di depan Istana Gubernur Jenderal yang disebut Rumah Tuan Besar. Pada pukul 06.00, berdatanganlah para pejabat dan prajurit Kompeni dari Senen dan Meester Cornelis, dengan iringan tambur dan musik militer. Barisan itu berderet sepanjang jalan.
Demikian pula warga perkampungan di Batavia yang mengerahkan barisan warga dengan tombak di bawah pimpinan Asisten Residen. Mereka menunggu di bilangan Mangga Besar.
Tak jauh dari sana, mayoor, kapitein, luitenant Cina, dan masyarakat Tionghoa berbaris dan menunggu untuk memberi penghormatan. Di ujung kerumunan masyarakat Tionghoa, satu kompi polisi berjaga.
Ketika Raja Chulalongkorn tiba di Batavia, lagi-lagi meriam ditembakkan sebagai penghormatan. Trem dari Kramat ke jurusan Kota juga diminta berhenti beroperasi. Di setiap mulut gang di seantero Batavia, berdiri gapura untuk menyambut Raja Chulalongkorn yang tiba hari Senin tanggal 27 Maret 1870.
Dalam catatan ”Syair Maharaja Siam” disebutkan, Raja Chulalongkorn sempat mengunjungi penjara, lalu berkeliling Kota Batavia hingga pukul 17.00. Raja berkeliling dengan kereta yang dihela enam kuda.
Penulis syair mencatat, rombongan raja menggunakan cawat panung, yakni celana khas Siam dilengkapi kaus kaki yang dikenakan sampai ke lutut. Kepala mereka mengenakan topi khas Siam.
Pada pukul 07.00 hari kedua, Raja Chulalongkorn mencoba naik trem menuju ke Meester Cornelis. Di bagian depan kereta (gerbong) raja adalah rombongan musisi. Sementara rombongan pengikut raja berada di kereta (gerbong) belakang.
Raja Chulalongkorn kemudian mengunjungi aneka tangsi militer di Meester Cornelis, toko senapan, toko perkakas besi, dan beragam sekolah. Ia juga mengunjungi rumah sakit (kini RSPAD Gatot Subroto), lalu menjelang siang bergeser ke gudang meriam.
Pada malam harinya, rombongan seni masyarakat Tionghoa dari Glodok-Pancoran tampil di jalanan untuk memeriahkan kunjungan Raja Chulalongkorn. Mayoor China sebagai ketua Kong Koan (Chinese Council) memerintahkan warga Tionghoa dari Petak Baru dan Patekoan untuk menampilkan ragam pertunjukan. Ada cengge (anak yang dirias seperti tokoh wayang Tionghoa), liong, barongsai, lentera, ikan dan burung-burungan yang turut ditampilkan dalam pertunjukan seni tersebut.
Raja Chulalongkorn menyaksikan pertunjukan dengan duduk di sebelah kanan Gubernur Jenderal. Ribuan orang disebutkan ikut menonton penampilan tersebut.
Pada pagi hari ketiga, digelar parade militer di hadapan Raja Chulalongkorn di lapangan Gambir (kini lapangan Monas) dengan berbagai manuver pasukan yang menggunakan senapan dan tembakan meriam.
Setelah itu, Raja Siam mengunjungi rumah piatu di dekat Pasar Baru. Rangkaian acara hari itu diakhiri dengan pesta di rumah bola atau Gedung Harmonie pada malam harinya. Banyak sekali warga berkerumun ingin menyaksikan Raja Siam dan rombongan. Malam itu berlangsung juga pesta kembang api yang meriah.
Pada hari keempat atau Kamis pagi, Raja Chulalongkorn mengunjungi aneka pabrik, lalu ke Gedung Bicara atau Stadhuis (kini Museum Sejarah Jakarta), pergudangan, dan rumah sakit Tionghoa.
Pada hari kelima, Raja Siam mengunjungi Kebun Binatang Cikini (kini Rumah Sakit PGI Cikini). Di sana, ia menyaksikan macan serta aneka hewan lainnya, termasuk gajah. Kunjungan dilanjutkan ke Gedung Batavia Genootschaap voor Kunsten en Wettesnchappen (kini Museum Nasional) lalu ke Gereja Willem (kini GPIB Immanuel di Gambir) dan Gereja Katedral.
Selepas pukul lima sore, Raja Siam bermaksud kembali berkeliling. Masyarakat ternyata sudah ramai menunggu di lapangan Gambir atau Koningsplein. Warga memenuhi jalanan. Orang Eropa, Betawi, Tionghoa, semua tumpah ruah di jalanan.
Aneka pertunjukan ditampilkan saat itu, seperti ronggeng, wayang, dan gamelan. Tari topeng, angklung, dan aneka musik juga dimainkan. Menjelang malam, kembali digelar pesta kembang api di bilangan Konkordia.
Pada pukul 10 malam, aneka petasan yang dibakar dan bunyi keramaian yang memekakkan telinga membuat suasana makin meriah. Sebuah karangan bunga besar bertuliskan ”selamat” ditujukan kepada Raja Siam. Gubernur Jenderal Hindia Belanda terlihat menyalami Raja Chulalongkorn dengan hangat.
Esok harinya, pada hari keenam, tepat tanggal 1 April 1870, Raja Chulalongkorn melanjutkan lawatan ke Jawa Tengah, tepatnya ke kota Semarang, melalui jalur laut. Kunjungan pertama itu berlanjut dengan kunjungan kedua dan ketiga oleh Raja Chulalongkorn pada tahun 1896 dan tahun 1901.
Dalam pameran batik Yogyakarta dan Solo di Bangkok tahun 2018, diambil kutipan dari Raja Chulalongkorn yang mengatakan, tempat paling bersahabat baginya selain Bangkok adalah Pulau Jawa! Pameran yang menampilkan koleksi Raja Chulalongkorn itu dibuka oleh Putri Mahacakri Sirindorn.
Kunjungan pertama ke Jawa rupanya menjadi sumber inspirasi modernisasi pertanian, perkebunan, dan jaringan kereta api di Thailand. Sebagai bukti persahabatan, Raja Chulalongkorn kemudian menghadiahi patung gajah perunggu yang kini menghiasi halaman Museum Nasional Indonesia. Panjang umur persahabatan Thailand-Indonesia!