Iran mencoba menggalang dukungan dunia internasional untuk menghadang Pemerintah AS yang secara sepihak menerapkan sanksi kepada mereka. Jerman, Inggris, dan Perancis menolak penerapan sanksi itu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
REUTERS/CARLOS BARRIA
Presiden AS Donald Trump menandatangani keputusan sanksi baru terhadap Iran, yang menarget Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan beberapa pejabat Iran lainnya, disaksikan Wakil Presiden Mike Pence (kanan) dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin di Gedung Putih, Washington DC, AS, Senin (24/6/2019). Mnuchin mengatakan, dengan sanksi tersebut, AS memblokir aset-aset Iran senilai miliaran dollar AS.
TEHERAN, MINGGU — Iran tidak tinggal diam melihat Pemerintah Amerika Serikat, tanpa persetujuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, menerapkan sanksi sepihak yang membuat embargo persenjataan konvensional terhadap negara mereka berlaku hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Iran mencoba menggalang dukungan agar dunia internasional menolak sanksi sepihak Pemerintah AS.
Pemerintah AS, tepat pukul 20.00 waktu setempat atau Minggu (20/9) pukul 07.00 waktu Indonesia, menyatakan semua sanksi PBB terhadap Iran kembali berlaku dan embargo senjata konvensional Iran akan berlanjut hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Hal ini berarti, dalam pandangan Pemerintah AS, sanksi PBB yang tercantum dalam Resolusi 2231 tidak dicabut.
Menteri Luar Negeri Iran Javad Sarif, dikutip dari kantor berita Iran, IRNA, Minggu (20/9), mengatakan, upaya AS memaksakan diri memberlakukan sanksi terhadap Iran tidak akan berhasil. Tidak adanya dukungan mayoritas dunia internasional, terutama di Dewan Keamanan PBB, kata Sarif, telah membuktikan hal itu.
Berdasarkan kesepakatan nuklir yang ditandatangani Iran dengan enam negara (JCPOA), yaitu Inggris, China, Perancis, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat, embargo senjata konvensional bagi Iran akan berakhir pada 18 Oktober 2020. Presiden AS Donald Trump kemudian menarik diri dari kesepakatan nuklir itu pada Mei 2018.
AFP/ATTA KENARE
Anak-anak Iran berjalan melewati mural bergambar bendera nasional Iran di Teheran, Iran, Selasa (23/4/2019). AS telah mengumumkan penghentian keringanan dari sanksi kepada sejumlah negara yang mengimpor minyak Iran.
Agustus lalu, AS mengajukan permintaan kepada PBB agar semua sanksi terhadap Iran—termasuk embargo senjata konvensional—diberlakukan kembali. Namun, permintaan itu ditolak dalam sidang DK PBB, 14 Agustus. Sebanyak 11 negara tidak bersikap dan dua negara, China dan Rusia, menolak. Hanya Republik Dominika dan AS yang setuju usulan tersebut.
Pemerintah AS masih mencoba mendorong pemberlakuan sanksi terhadap Iran dengan mekanisme pembalikan atau snapback yang diatur dalam Resolusi DK PBB Nomor 2231. Dalam Sidang DK PBB, 27 Agustus, 12 negara anggota DK PBB menolak usulan AS untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran. Negara sekutu AS, yaitu Inggris, Perancis, dan Jerman, ikut menolak usulan itu.
Sarif mengklaim bahwa sekarang Iran mendapat dukungan dari dunia internasional. Bahkan, menurut dia, sebanyak 13 negara anggota DK PBB telah mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan DK PBB untuk menentang tindakan sepihak AS.
Juru bicara Pemerintah Iran Ali Rabiei mengatakan, tindakan AS menerapkan sanksi sepihak tersebut lebih karena Trump dan kabinetnya membutuhkan dukungan suara untuk pemilihan presiden pada November nanti. Dia menilai penerapan sanksi secara unilateral itu juga upaya AS untuk mendorong Pemerintah Iran meninggalkan JCPOA yang ditandatangani pada 2015.
”Mereka tidak akan mendapatkan apa-apa dari tindakan itu,” kata Rabiei.
Rabiei mengatakan, Iran tidak akan melakukan perlawanan terhadap sanksi sepihak ini. Jalur diplomasi yang digunakan, termasuk melalui Pengadilan Internasional, menurut Rabiei, adalah jalan yang tepat.
Tentangan dari sekutu
Sehari sebelum pengumuman penerapan sanksi unilateral AS, tiga negara anggota DK PBB yang juga merupakan sekutu dekat negara berjulukan Paman Sam itu, yaitu Jerman, Inggris, dan Perancis, mengirim surat kepada Presiden DK PBB dan menyatakan komitmennya pada kesepakatan bersama pada pertengahan dan akhir Agustus kemarin. Mereka menyatakan bahwa pengumuman sanksi unilateral AS tidak memiliki efek hukum sehingga tidak dapat memberlakukan prosedur tersebut.
”Dari sinilah setiap keputusan dan tindakan yang akan diambil berdasarkan prosedur ini atau hasil yang mungkin juga tidak akan memiliki pengaruh hukum,” tulis mereka. Ketiga negara itu menyatakan, keringanan sanksi yang diberikan oleh kesepakatan nuklir akan tetap ada.
MIKE SEGAR/POOL VIA AP
Foto yang diambil pada 20 Agustus 2020 memperlihatkan Menteri Luar Negeri AS hadir dalam pertemuan anggota Dewan Keamanan PBB yang membicarakan isu Iran. Pemerintah AS mengumumkan bahwa sanksi atas Iran diperpanjang meskipun banyak negara menolaknya.
Pemerintah Iran, dalam suratnya kepada DK PBB, Sabtu (19/9), menyatakan bahwa langkah AS seharusnya batal demi hukum karena tidak memiliki kedudukan dan efek hukum sehingga karenanya sama sekali tidak dapat diterima.
Beberapa diplomat menilai langkah sepihak AS yang tidak berdasar itu tidak akan berdampak. ”Saya tidak melihat apa-apa terjadi. Itu hanya sebuah pernyataan. Ini seperti menarik pelatuk dan tidak ada peluru yang keluar,” kata salah satu diplomat PBB itu.
Sumber dari kalangan diplomat di PBB juga menyesalkan langkah yang diambil AS tersebut. Dia menilai tindakan gegabah AS ini akan menjadi tontonan mengasyikkan bagi dua pesaing global AS, yaitu Rusia dan China.
”Rusia dan China sedang duduk, bahagia, makan popcorn, menyaksikan kejatuhan besar dan ketidakstabilan hubungan AS dengan mitranya, negara-negara Eropa,” kata sang diplomat. (AP/AFP/REUTERS)