Siapa Peraih Nobel Perdamaian 2020? Mungkin Greta Thunberg, Bukan Trump
Remaja aktivis lingkungan hidup asal Swedia, Greta Thunberg, dinilai layak mendapatkan penghargaan bergengsi Nobel Perdamaian tahun ini. Ia lebih dijagokan dibandingkan kandidat lain, termasuk Presiden AS Donald Trump.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
Remaja aktivis lingkungan hidup asal Swedia, Greta Thunberg, dinilai layak mendapatkan penghargaan bergengsi Nobel Perdamaian tahun ini. Inisiator gerakan Fridays for Future itu lebih dijagokan para pengamat dibandingkan nomine lain, mulai dari Julian Assange, Chelsea Manning, Edward Snowden, Angela Merkel, hingga Presiden AS Donald Trump.
Greta, demikian ia kerap disapa, tahun ini berusia 17 tahun. Sosoknya dinominasikan tiga anggota parlemen Norwegia dan dua anggota parlemen Swedia. Jika Greta menang, usianya akan sama dengan aktivis hak asasi manusia dari Pakistan, Malala Yousafzai, peraih hadiah Nobel Perdamaian termuda sejauh ini. Penghargaan itu menurut rencana akan diumumkan pada 9 Oktober nanti. Penerima Nobel akan menerima uang 1 juta dollar AS.
Asle Sveen, sejarawan dan penulis beberapa buku tentang penghargaan Nobel, mengatakan, Thunberg akan jadi kandidat kuat peraih penghargaan itu tahun ini. Tahun ini menjadi nominasi kedua bagi Thunberg dalam ajang penghargaan yang sama. Bencana kebakaran hutan di Pantai Barat AS dan peningkatan suhu di Kutub Utara mengentak kesadaran publik global soal pemanasan global.
”Tak ada seorang pun yang berbuat lebih banyak untuk membuat dunia fokus pada perubahan iklim selain dia,” kata Sveen kepada Reuters.
Kampanye mendorong pentingnya menjaga lingkungan hidup dimulai Thunberg di lingkungan setempat. Ia menggelar aksi melalui gerakan Fridays for Future sejak 2018. Ia kala itu menggelar aksi mogok sekolah di Swedia untuk mendorong tindakan terhadap iklim. Sejak itu, gerakan tersebut meluas dan menjadi kampanye global.
Thunberg dan ayahnya, Svante, tidak membalas permintaan komentar tentang peluang terpilihnya Thunberg sebagai peraih penghargaan Nobel Perdamaian tahun ini. Tahun lalu, banyak yang skeptis ketika Thunberg disebut menjadi salah satu favorit untuk menerima Nobel Perdamaian. Ia dinilai masih terlalu muda.
Namun, pencalonan kedua bagi Thunberg kali ini dinilai semakin kuat. ”Greta dicalonkan kembali, seperti halnya yang terjadi untuk Malala (sebelumnya). Saya kala itu mengatakan, Malala masih muda ketika dia dinominasikan untuk pertama kalinya. Dan saya juga katakan, Greta masih muda saat pertama kali dia dicalonkan,” kata Sveen. Malala meraih penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 2014.
Panitia Hadiah Nobel telah memberikan hadiah kepada para pencinta lingkungan sebelumnya. Sebut saja Wangari Maathai dari Kenya tahun 2004 atas kampanyenya untuk menanam 30 juta pohon di seluruh Afrika. Pada 2007, Nobel Perdamaian diberikan kepada mantan Wakil Presiden AS Al Gore dan organisasi Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPPC).
Di era krisis akibat pandemi Covid-19 seperti saat ini, panitia Hadiah Nobel juga dapat memilih menyoroti ancaman pandemi terhadap perdamaian dan keamanan. ”Ada hubungan kerusakan lingkungan dan meningkatnya masalah kita dengan pandemi, dan saya bertanya-tanya apakah Komite Hadiah Nobel Perdamaian bisa ingin menyoroti hal itu,” kata Dan Smith, Direktur Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm.
”Jika panitia ingin menyoroti tren ini, jelas ada Greta Thunberg.”
Total terdapat 318 kandidat penerima Nobel Perdamaian tahun ini. Kandidat terkenal lainnya termasuk warga Hong Kong, NATO, dan aktivis Saudi yang tengah dipenjara, Loujain al-Hathloul. Pilihan lain yang mungkin adalah Reporters without Borders dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Juga ada Julian Assange, Chelsea Manning, Edward Snowden, dan Angela Merkel.
Sosok kandidat yang juga menarik perhatian adalah Donald Trump, yang baru menjadi promotor normalisasi hubungan dua negara Arab, Uni Emirat Arab dan Bahrain, dengan Israel. Tidak diketahui apakah Trump dinominasikan untuk Hadiah Nobel tahun ini. Kabarnya, ia dicalonkan oleh anggota parlemen Norwegia.
Trump dinilai tak mungkin menang tahun ini, kata Sveen dan Smith. Bukan hanya tercatat melucuti traktat kesepakatan internasional untuk membatasi senjata nuklir. ”Dia sosok pemecah belah dan tak punya sikap jelas terhadap kekerasan kelompok sayap kanan di AS,” ujar Smith. (REUTERS)