Mayoritas Pasien Sembuh dari Covid-19 Mengalami Kelelahan Terus-menerus
Bukti adanya dampak jangka menengah dan panjang dari infeksi Covid-19 terus bertambah, salah satunya adalah kelelahan terus-menerus setelah pasien sembuh. Itu sebabnya, menekan penambahan kasus menjadi sangat penting.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
DUBLIN, JUMAT — Lebih dari separuh pasien dan staf medis positif Covid-19 yang dipantau oleh rumah sakit di Irlandia menderita kelelahan yang terus-menerus setelah terinfeksi. Hasil studi terbaru ini menggarisbawahi ”beban signifikan” dari gejala yang masih ada.
Diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengetahui dampak jangka menengah dan jangka panjang Covid-19 yang sudah menginfeksi lebih dari 30 juta penduduk dan menewaskan setidaknya 943.000 jiwa di dunia itu.
”Ciri-ciri infeksi virus SARS-CoV-2 telah diketahui, tetapi konsekuensi jangka menengah dan panjangnya tetap belum diketahui,” kata Liam Townsend dari St James Hospital and Trinity Translational Medicine Institute di Trinity College Dublin, Irlandia.
Studi tersebut menelusuri 128 partisipan di St James Hospital. Dari jumlah itu, sebanyak 52 partisipan di antaranya dilaporkan mengalami kelelahan yang terus-menerus ketika dievaluasi rata-rata 10 minggu setelah ”pulih secara klinis” dari infeksi virus korona, terlepas dari tingkat keparahan infeksinya.
Partisipan dalam studi awal yang belum menjalani peer review itu terdiri atas 71 pasien Covid-19 yang pernah dirawat di rumah sakit dan 57 pegawai rumah sakit yang positif Covid-19 dan mengalami sakit ringan. Rata-rata usia mereka 50 tahun.
Dalam penelitian itu, para peneliti mengkaji sejumlah faktor potensial, termasuk tingkat keparahan penyakitnya, kondisi kesehatan pasien sebelumnya, termasuk depresi. Mereka menemukan bahwa kelelahan dialami baik oleh pasien positif yang pernah dirawat di rumah sakit maupun yang tidak dirawat.
Namun, mereka menemukan bahwa dua pertiga (67 persen) eks pasien positif Covid-19 yang kelelahan itu adalah perempuan. Kelelahan juga ditemukan pada eks pasien yang memiliki riwayat gundah gelisah atau depresi.
Dampak jangka panjang
Peneliti utama riset itu menyampaikan bahwa temuan tersebut memperlihatkan bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai dampak jangka panjang Covid-19 pada pasien.
”Temuan kami menunjukkan beban yang signifikan kelelahan pascainfeksi pada individu dengan infeksi SARS-CoV-2 setelah fase akut penyakitnya,” demikian kesimpulan para peneliti.
Studi yang akan dipaparkan pada acara European Society of Clinical Microbiology and Infectious Diseases Conference on Coronavirus Disease (ECCVID) akhir bulan ini tersebut menyarankan bahwa mereka yang mengalami kelelahan pascainfeksi ”layak untuk studi lebih lanjut dan intervensi dini”.
Sejalan dengan menyebarnya Covid-19 di seluruh dunia, mayoritas perhatian difokuskan pada dampak yang langsung muncul dengan melihat berapa yang sakit dan dirawat di rumah sakit dan berapa kasus meninggal.
Namun, hasil studi ini semakin memperjelas bahwa lama setelah pasien dinyatakan ”sembuh”, mereka masih mengalami gangguan. Kelompok-kelompok pemberi bantuan secara daring di beberapa negara menjadi tempat bagi para anggotanya untuk mendapatkan bantuan dan saran atas kesakitan yang masih mereka alami.
Pada Juli lalu, sebuah studi terhadap pasien Covid-19 yang telah pulang dari rumah sakit di Italia menemukan bahwa 87 persen pasien masih merasakan setidaknya satu gejala dalam 60 hari setelah jatuh sakit. Kelelahan dan sesak napas merupakan dua gejala yang paling banyak mereka rasakan.
Para peneliti di King’s College London yang melakukan penelitian tersebut memperkirakan bahwa 1 dari 10 orang yang memakai aplikasi masih mengalami gejala setelah 30 hari, dan beberapa orang lainnya masih merasa tidak sehat selama beberapa bulan.
”Kami melihat bukti ’Covid jangka panjang’ yang semakin banyak, dan kelelahan adalah salah satu efek samping yang banyak dilaporkan. Studi ini menggarisbawahi bahwa kelelahan dialami baik oleh pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan,” kata Micahel Head dari University of Southampton.
”Adanya dampak kasus Covid yang berkepanjangan inilah menjadi alasan mengapa penting untuk menekan penularan di level komunitas, bahkan di antara kelompok anggota masyarakat yang muda yang tidak jatuh sakit parah,” lanjut Head. (AFP)