Jepang mencatat penurunan ekspor hingga dua digit selama enam bulan berturut-turut pada Agustus dibandingkan periode sama tahun lalu. Kinerja ekonomi menjadi tugas terberat pemerintahan baru negara itu.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
TOKYO, RABU — Jepang mencatat penurunan ekspor hingga dua digit selama enam bulan berturut-turut pada Agustus setelah pengiriman barang ke Amerika Serikat jeblok dan permintaan global melambat selama pandemi Covid-19. Anjloknya ekspor terbaru itu menjadi bagian dari tugas berat yang menanti Perdana Menteri Jepang terpilih, Yoshihide Suga, untuk menarik Jepang keluar dari badai resesi.
Total ekspor turun 14,8 persen pada Agustus dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tingkat penurunan itu memang lebih kecil dibandingkan hasil perhitungann dalam jajak pendapat yang digelar Reuters. Proyeksi penurunan ekspor Jepang pada Agustus dalam jajak pendapat itu adalah sebesar 16,1 persen.
Namun, data terbaru itu memiliki arti bahwa ekspor Jepang telah turun sepanjang 21 bulan secara berturut-turut. Data itu menandai penurunan terpanjang ekspor Jepang sejak penurunan terpanjang sebelumnya, yakni selama 23 bulan hingga Juli 1987. Pada bulan Juli secara tahunan tahun ini, ekspor Jepang melorot 19,2 persen.
Data Kementerian Keuangan Jepang menunjukkan, penurunan ekspor Jepang dipengaruhi oleh penurunan pengiriman mobil dan bahan bakar mineral ke luar negeri. Meskipun demikian, laju kontraksi ekspor itu agak berkurang sejak Juli. Hal ini diperkirakan terkait langsung dengan peningkatan aktivitas ekonomi seiring pembukaan wilayah pascapengetatan kegiatan dalam penanganan pandemi Covid-19.
Data Kementerian Keuangan Jepang menunjukkan, penurunan ekspor Jepang dipengaruhi oleh penurunan pengiriman mobil dan bahan bakar mineral ke luar negeri. Meskipun demikian, laju kontraksi ekspor itu agak berkurang sejak Juli.
”Permintaan yang kuat untuk TIK (teknologi informasi dan komunikasi) terkait dengan kebijakan untuk bekerja dari rumah mengakibatkan ekspor mesin listrik hanya turun 5,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” kata Tom Learmouth, ekonom Jepang di Capital Economics, dalam catatannya kepada klien, Selasa (15/9/2020). ”Namun, volume ekspor (Jepang) mungkin tidak akan mencapai tingkat yang sama dengan kondisi sebelum pandemi Covid-19 sampai dengan awal tahun 2022.”
Suga yang memenangi pemilihan pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) pada awal pekan ini akan menghadapi tantangan besar untuk mengembalikan ekonomi ke jalurnya. Jepang mengalami kontraksi terburuk pasca-Perang Dunia II pada triwulan II-2020. Permintaan global yang melorot di tengah kondisi masyarakat Jepang yang menua bukan pekerjaan mudah bagi Suga untuk mendorong belanja.
Ekspor ke China
Berdasarkan wilayah, ekspor Jepang terdata anjlok 21,3 persen pada Agustus. Penurunan suku cadang mesin serta mesin konstruksi melatarbelakangi catatan itu. Amerika adalah pasar utama Jepang. Adapun ekspor ke Uni Eropa turun 19,2 persen dan impor turun 22,1 persen. ”Kenaikan laju ekspor kemungkinan akan sangat bertahap karena perlambatan ekonomi global,” kata Kazuma Maeda, ekonom di Barclays Securities Japan Ltd, sebagaimana dikutip media Kyodo.
Data positif justru datang dari China. Ekspor Jepang ke mitra dagang terbesarnya itu naik 5,1 persen secara tahunan pada Agustus. Kenaikan itu terkerek oleh peningkatan tajam pengiriman semikonduktor. Peningkatan ekspor ke China sudah terjadi dalam dua bulan berturut-turut.
Hal ini diperkirakan seiring dengan geliat ekonomi China seusai pengetatan aktivitas selama pandemi Covid-19. Ekonomi China kembali tumbuh pada periode April-Juni tahun ini, didukung oleh stimulus pemerintah dan keberhasilan negara itu mengendalikan virus korona tipe baru secara luas. Indikator terbaru menunjukkan pemulihan yang berkelanjutan.
Sementara itu, ekspor Jepang ke negara-negara di Asia lain turun 7,8 persen. Ekspor produk besi dan baja yang turun menyeret kondisi terbaru. Impor Jepang secara keseluruhan turun 20,8 persen dibandingkan periode yang sama pada Agustus. Penurunan impor itu lebih dalam dari perkiraan para ekonom, yakni turun 18,0 persen. Penurunan impor itu membuat neraca perdagangan Jepang mengalami surplus sebesar 248,3 miliar yen (2,36 miliar dollar AS) dibandingkan estimasi minus sebesar 37,5 miliar yen.
Merujuk pada perhitungan Pusat Penelitian Ekonomi Jepang, perekonomian Jepang pada bulan Juli tumbuh sebesar 0,2 persen secara tahunan. Dalam rilisnya yang dimuat media Nikkei, Rabu (16/9/2020), data proyeksi itu berarti bahwa ekonomi Jepang mengalami ekspansi dalam dua bulan berturut-turut. Permintaan eksternal dinyatakan ikut mengangkat produk domestik bruto secara keseluruhan. Namun, permintaan internal negara itu berada di wilayah negatif pada Juli. Belanja modal Jepang menyusut 2,7 persen, sedangkan belanja konsumen turun 1,4 persen. (AFP/REUTERS)