DK PBB Adopsi Resolusi Negosiasi Damai Pemerintah Afghanistan-Taliban
Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi dimulainya negosiasi antara perwakilan Afghanistan dan Taliban di Doha, Qatar. Misi perdamaian PBB di Afghanistan juga diperpanjang hingga September tahun depan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
NEW YORK, RABU — Dewan Keamanan PBB, Selasa (15/9/2020), dengan suara bulat mengadopsi resolusi dimulainya negosiasi antara perwakilan Pemerintah Afghanistan dan kelompok Taliban yang digelar di Doha, Qatar. DK PBB juga mendorong kedua pihak terlibat dengan iktikad baik, berupaya mewujudkan gencatan senjata permanen, sekaligus mencapai penyelesaian konflik politik yang telah berlangsung dalam 19 tahun terakhir.
Pembicaraan intra-Afghanistan di Qatar diharapkan menjadi peta jalan bagi terwujudnya kehidupan masyarakat pasca-perang di Afghanistan. Resolusi DK PBB mendorong para pihak ”untuk terus mengejar langkah-langkah membangun kepercayaan, termasuk mengurangi aksi kekerasan”. Resolusi itu juga memperpanjang misi politik PBB di Afghanistan hingga September tahun depan.
Taliban digulingkan dari kekuasaan di Afghanistan pada 2001 oleh koalisi yang dipimpin Amerika Serikat karena menyembunyikan Osama bin Laden, otak serangan teroris 11 September di New York. Perundingan di Qatar merupakan tindak lanjut kesepakatan damai yang ditandatangani Washington dan Taliban di Doha pada Februari lalu. Kesepakatan itu, antara lain, berisi rencana penarikan pasukan AS dari Afghanistan dan mengakhiri lebih dari empat dekade perang tanpa henti di negara itu setelah invasi oleh pasukan Uni Soviet.
Perundingan Doha, yang dimulai pada Sabtu (12/9/2020), merupakan perundingan bersejarah bagi Afghanistan. Namun, para pihak menyoroti kegiatan yang masih berupa seremonial. Negosiasi diperkirakan akan berlangsung relatif lama dan sulit. Kedua belah pihak berupaya mencapai kesepakatan guna mengakhiri pertempuran dan konflik di Afghanistan.
Salah satu agenda pertama pembicaraan adalah gencatan senjata yang komprehensif dan permanen. Isu yang termasuk menjadi perdebatan mereka adalah masalah perlindungan hak-hak perempuan dan kelompok minoritas.
Dewan Keamanan PBB mengimbau perempuan dan pemuda untuk diikutsertakan dalam agenda negosiasi perdamaian. Dewan Keamanan juga menggarisbawahi perlindungan optimal secara menyeluruh. Hal-hal itu mencakup perlindungan atas kemajuan-kemajuan yang sudah dapat tergapai dalam kurun waktu 19 tahun terakhir, yakni di sektor ekonomi, sosial, politik, dan pembangunan; hak asasi manusia, terutama hak perempuan; anak; serta kaum minoritas.
Dewan tersebut menyatakan ”keprihatinan yang mendalam” pada tingkat kekerasan yang tinggi saat ini di Afghanistan, terutama jumlah korban sipil. PBB juga mengecam dengan keras semua aktivitas dan serangan oleh kelompok militan serta menegaskan kembali pentingnya memastikan bahwa wilayah Afghanistan tidak digunakan oleh ”organisasi teroris”, seperti kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) serta Al Qaeda. Sifat dan tindakan kelompok ekstrem itu mengancam atau menyerang negara lain.
Di bawah rezim Taliban, kaum perempuan tidak diizinkan pergi ke sekolah, bekerja di luar rumah, atau meninggalkan rumah tanpa pendamping pria. Dewasa ini, meskipun masih menghadapi banyak tantangan dalam masyarakat yang didominasi kaum laki-laki, perempuan Afghanistan cenderung semakin berkembang. Posisi mereka menguat di berbagai bidang. Muncul kekhawatiran bahwa negosiasi saat ini justru dapat merampas sebagian kemajuan yang telah diperoleh kaum perempuan di negeri itu.
Taliban telah berjanji perempuan dapat bersekolah, bekerja, dan berpartisipasi dalam politik. Namun, Taliban menekankan bahwa semua itu akan diizinkan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Sejauh ini tidak dijabarkan apa makna dan bagaimana hal itu dijabarkan.
Dewan Keamanan PBB juga menegaskan kembali ”bahwa Taliban ataupun kelompok atau individu Afghanistan lainnya tidak boleh mendukung teroris yang beroperasi di wilayah negara lain mana pun”. Ditekankan pula tentang peran penting yang akan terus dimainkan oleh PBB dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di Afghanistan.
PBB juga bertekad ikut menangani tantangan yang dihadapi Afghanistan dan warganya, terutama konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang akibat pandemi Covid-19. Pandemi dinilai sangat membebani sistem kesehatan negara yang memburuk.
Misi PBB di Afghanistan, yang dikenal dengan nama UNAMA, akan mendukung negosiasi di Doha. Bahkan, jika diminta, PBB siap mengusulkan dan mendukung langkah-langkah membangun kepercayaan serta mendukung penyelenggaraan pemilu Afghanistan yang tepat waktu, kredibel, transparan, dan inklusif di masa depan.
Pertemuan langsung
Dari Doha dilaporkan, para negosiator pembicaraan damai Afghanistan dan Taliban mengadakan sesi pertemuan langsung pertama mereka pada Selasa di Doha. Para juru bicara mengungkapkan pihak-pihak yang bertikai mencoba menyusun agenda dan jadwal tentang bagaimana menegosiasikan kesepakatan damai.
”Pertemuan kedua tim perunding dengan anggota penuh berlangsung hari ini (Selasa) pukul 16.30,” kata negosiator senior Pemerintah Afghanistan, Nader Nadery, dan juru bicara Taliban, Muhammad Naeem, dalam pernyataan yang sama di Twitter. ”Para kepala delegasi menegaskan kembali perlunya kesabaran dan toleransi saat kami bergerak maju di jalur ini”.
Sekelompok kecil negosiator dari kedua belah pihak telah bertemu pada hari-hari sebelumnya untuk mencoba membahas bagaimana negosiasi substantif akan berlangsung. Disebutkan bahwa para negosiator telah menyetujui aturan dan prosedur, tetapi diakui adanya masalah-masalah yang masih mengganjal. Tidak jelas apakah kedua pihak telah menyetujui agenda tentang masalah yang perlu dibahas dan bagaimana urutan pembahasannya.
Seorang pejabat istana Kepresidenan Afghanistan mengatakan bahwa prioritas utama Kabul adalah membuat Taliban menyetujui gencatan senjata. Selain itu, juga pengurangan kekerasan secara signifikan. Kekerasan terus berlanjut di negara itu, bahkan setelah perundingan Doha berlangsung. (AP/AFP)