Suga Tidak Ubah Kebijakan
Ketua umum baru LDP, Yoshihide Suga, memastikan akan meneruskan kebijakan PM Jepang Shinzo Abe.
Yoshihide Suga hampir pasti menjadi perdana menteri Jepang. Ia berjanji melanjutkan dan tak mengubah kebijakan Abenomic serta akan menyusun kabinet para ahli dan bukan kroni.
TOKYO, JEPANG — Meski perdana menteri akan berganti mulai Rabu (16/9/2020), tidak ada perubahan kebijakan di Jepang. Calon perdana menteri baru, Yoshihide Suga, memastikan akan meneruskan kebijakan yang ditempuh Jepang selama beberapa tahun terakhir.
Dalam pemilu internal partai berkuasa di Jepang, Partai Demokrat Liberal (LDP), Senin (14/9/2020), sebanyak 377 dari 534 pemilik suara memilih Suga sebagai ketua umum LDP. Sebagaimana dilaporkan Japan Times, pemilik suara di pemilu LDP terdiri dari 393 anggota parlemen dan 141 pengurus daerah. Calon lain, yakni Fumio Kishida dan Shigeru Ishiba, hanya mendapat 89 suara dan 68 suara.
Dengan kemenangan itu, Suga tinggal menunggu pelantikan sebagai PM Jepang lewat sidang paripurna istimewa parlemen yang dijadwalkan Rabu ini. Siapa pun pemimpin partai dengan kursi terbanyak di parlemen Jepang akan menjadi PM. Dari 710 kursi parlemen Jepang, 393 diduduki LDP. Posisi LDP menguat karena mitra koalisinya, Komeito, punya 57 kursi di parlemen.
Baca juga: Dari Jubir hingga Mantan PM Ramaikan Kandidat Bursa Pengganti Abe
Setelah dipastikan menang, Suga berterima kasih kepada Shinzo Abe yang jadi Ketua Umum LDP dan PM Jepang 2012-2020. Ia juga memuji kinerja Abe selama jadi PM. ”Kita perlu mewarisi dan memfasilitasi kebijakan yang didorong PM Abe untuk melewati krisis ini dan demi setiap orang tetap selamat dan hidup stabil,” ujarnya sebagaimana dikutip Kyodonews.
Ia menjadikan penanggulangan pandemi Covid-19 sebagai prioritas tugasnya. ”Ledakan infeksi seperti Eropa dan Amerika harus dihindari dengan biaya berapa pun,” ujarnya.
Kebijakan Abe soal pandemi, termasuk stimulus besar-besar untuk menggerakkan perekonomian, akan diteruskan. ”Dalam situasi sekarang, mungkin kebijakan itu akan dilakukan,” ujarnya soal tambahan bantuan langsung tunai ke warga dan subsidi kepada perusahaan sebagaimana dikutip Asahi Shimbun
Ia menolak ide Ishiba untuk mengubah peraturan sehingga memungkinkan isolasi dan pengawasan lebih ketat untuk pengendalian pandemi. Bagi Suga, perubahan peraturan bukan masalah pokok untuk saat ini. Selain itu, ide Ishiba dinilai akan memangkas kebebasan warga.
Ia pun tidak mau mengikuti Ishiba dan Kishida yang memprotes kebijakan ekonomi Abe. Kebijakan yang dikenal dengan sebutan Abenomic itu menggabungkan pengenduran kebijakan moneter, stimulus keuangan, dan reformasi struktural akan diteruskan oleh Suga. Sebab, Abenomic dinyatakan telah menghasilkan jutaan lapangan kerja di Jepang.
Baca juga: Dinasti Politik Bayangi Suksesi Jepang
Suga akan jadi PM dengan tantangan di dalam dan luar negeri. Selain pandemi, tantangan Suga adalah menjadi peluang LDP memenangi pemilu yang harus digelar paling lambat Oktober 2021.
Ia juga harus memutuskan apakah akan meneruskan atau kembali menunda Olimpiade. Pandemi Covid-19 memaksa Olimpiade Tokyo 2020 dimundurkan menjadi 2021. Padahal, Jepang telah membelanjakan ratusan juta dollar AS untuk mempersiapkan Olimpiade Tokyo 2020. Pesta olahraga itu diharapkan bisa menggerakkan perekonomian Jepang.
Tantangan luar negeri
Di luar negeri, tantangan utama adalah menyeimbangkan kebutuhan Jepang untuk berhubungan dengan Amerika Serikat dan China. Pada masa Abe, Tokyo sangat dekat dengan Washington. Di sisi lain, Tokyo cemas sekaligus membutuhkan Beijing. Jepang cemas karena China semakin agresif di kawasan. Di sisi lain, karena kekuatan ekonominya, Beijing dibutuhkan Tokyo.
Suga, seperti dilaporkan Kyodonews, menolak membuat aliansi militer Asia yang meniru Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Sebab, aliansi itu dinilai akan semakin memecah Asia. Ia memilih mendorong Indo-Pasifik versi Tokyo. Kini, ada tiga versi Indo-Pasifik, yakni yang disokong AS-Australia, Jepang, dan ASEAN.
Dalam versi AS-Australia, Indo-Pasifik lebih condong sebagai cara mengadang China. Sementara di versi Tokyo dan ASEAN, Indo-Pasifik sebagai pelantar kerja sama kawasan yang berbasis aturan internasional.
Baca juga: ASEAN, Pandangan Indo-Pasifik, Upaya Mendamaikan Kawasan
Isu luar negeri menjadi sorotan karena Suga dinilai kurang berpengalaman soal diplomasi. Ia coba membela diri dengan menyatakan telah membantu Abe menjalin hubungan lebih dekat dengan Presiden AS Donald Trump. Selama jadi Sekretaris Kabinet sejak 2012, ia selalu terlibat dalam setiap proses pengambilan keputusan penting pada isu-isu luar negeri.
”Diplomasi PM Abe sangat bagus, saya tidak yakin bisa melakukan hal yang sama. Walakin, saya percaya bisa melakukan diplomasi dengan jalan sendiri,” ujarnya.
Terkait hubungan AS-Jepang, Suga membela keputusan Abe yang memindahkan pangkalan militer AS dari Henoko ke Nago, kedua distrik yang sama-sama termasuk wilayah Okinawa. Padahal, keputusan itu dikritik oleh penduduk setempat.
Melawan faksi
Suga, politisi yang tidak tergabung di faksi mana pun di LDP, menunjukkan sedikitnya dua tanda melawan faksi-faksi itu. Ia menolak usulan percepatan pemilu. Padahal, usulan itu disokong Ketua Dewan Pembina LDP Shunichi Suzuki, Menteri Pertahanan Taro Kono, dan Menteri Keuangan Taro Aso. Mereka punya faksi besar di parlemen dan sama-sama mendukung Suga. Dari 393 politisi LDP di parlemen, 264 orang bergabung dengan lima faksi yang menyokong Suga.
Baca juga: PM Jepang Baru Diimbau Utamakan Pengendalian Covid-19
Perlawanan kedua terkait bagi-bagi kursi. Sejak sebelum terpilih, ia menyatakan tidak akan membagi kursi di kabinet kepada faksi-faksi pendukungnya. ”Saya akan mengangkat yang ahli pada bidangnya dan mau melakukan perubahan,” ujarnya.
Sejak awal, Suga juga menyatakan tidak akan menjadi PM sementara. Secara resmi, masa jabatan Suga memang harus berakhir paling lambat Oktober 2021 atau sesuai masa kerja majelis rendah hasil pemilu 2017. Masa kerja Suga bisa berakhir lebih cepat jika ia memutuskan majelis rendah dibubarkan dan pemilu dipercepat.
Keputusan-keputusan itu sangat berani bagi Suga yang tidak punya hak istimewa di politik Jepang. Suga tidak punya keluarga seperti Fumio Kishida dan Shigeru Ishiba, yang sama-sama menjadi calon ketua umum LDP. Padahal, politik Jepang amat memandang penting latar belakang keluarga.
Abe berasal dari dinasti politik yang kuat. Ayahnya mantan menteri luar negeri dan dua kakeknya pernah jadi PM. Boleh disebut, Abe dijamin jadi PM Jepang sejak ia lahir.
Sementara Shigeru Ishiba merupakan anak Jiro Ishiba, mantan Gubernur Tottori. Adapun Masaki dan Fumitake, kakek dan ayah Fumio, jadi anggota parlemen. Salah satu anak Masaki menikah dengan Hiroshi Miyazawa yang pernah jadi Gubernur Hiroshima dan Menteri Kehakiman Jepang. Kakak Hiroshi, Kiichi, malah pernah jadi Ketua Umum LDP sekaligus PM Jepang.
Baca juga: Anak Petani Jadi Calon PM Jepang
Suga tidak punya semua itu. Ayahnya menanam stroberi di Yuzawa, salah satu daerah di Akita. Selama SMA, Suga dikenal pendiam. Lulus SMA, Suga merantau ke Tokyo dan bekerja, antara lain, di pabrik kardus dan pasar ikan Tsukiji. Dengan upah dari aneka pekerjaan itu, ia mendaftar di Universitas Hosei. Satu-satunya alasan ia memilih universitas itu karena biayanya paling murah dibandingkan perguruan tinggi lain. Ia tidak bisa masuk ke Waseda, seperti Kishida atau Keio seperti Ishida, karena alasan biaya.
Sampai kuliah pun, Suga tetap belum berpikir masuk politik. Bukan dari keluarga politisi dan tidak punya banyak kenalan orang penting menjadi alasan Suga untuk tidak masuk politik Jepang yang dikenal sangat mementingkan koneksi dan latar keluarga. (AP/REUTERS)