Pemerintah Afghanistan Desak Gencatan Senjata sebagai Syarat Perdamaian
Seruan gencatan senjata kembali berkumandang dalam perundingan damai Pemerintah Afghanistan dan kelompok Taliban di Doha. Gencatan senjata dinilai sebagai salah satu syarat penting mengakhiri konflik di Afghanistan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
DOHA, SELASA — Pemerintah Afghanistan, Senin (14/9/2020), kembali menyerukan gencatan senjata dengan kubu Taliban dalam perundingan damai Afghanistan di Doha, Qatar. Pemerintahan di Kabul menilai gencatan senjata merupakan salah satu syarat penting untuk mengakhiri pertumpahan darah yang berlangsung hampir dua dekade di Afghanistan.
Seruan gencatan senjata sudah disampaikan Pemerintah Aghanistan dan sekutunya, Amerika Serikat, pada pembukaan Perundingan Doha, akhir pekan lalu. Namun, Taliban tidak menyebutkan gencatan senjata sebagai agenda proposal mereka di meja perundingan.
Taliban terus melancarkan perlawanan gerilya selama bertahun-tahun melawan pasukan Amerika dan Afghanistan setelah pemerintahan mereka digulingkan dalam invasi yang dipimpin AS tahun 2001. Perundingan Doha kembali dilanjutkan pada Selasa (15/9/2020) ini.
Ketua proses perdamaian dari Pemerintah Afghanistan, Abdullah Abdullah, menyatakan bahwa pihaknya membuka diri untuk menerima semacam pengajuan kompensasi atas gencatan senjata kedua pihak. Kubu Taliban, misalnya, dapat meminta pelepasan lebih banyak anggota kelompoknya yang kini dipenjara Pemerintah Afghanistan. Pembebasan para anggota Taliban yang ditahan sudah menjadi bagian dari menuju proses perundingan di Doha.
Juru bicara kepresidenan Afghanistan, Sediq Seddiqi, melalui media sosial Twitter menyinggung soal keberadaan negosiator dari kubu pemerintah. Kehadiran negosiator, katanya, bertujuan mencapai gencatan senjata, mengakhiri kekerasan, serta memastikan perdamaian dan stabilitas abadi di negara itu.
Negosiator Pemerintah Afghanistan, Habiba Sarabi, mengungkapkan bahwa kelompok penghubung dari kedua belah pihak telah menyelesaikan rancangan kode etik untuk pembicaraan tersebut. ”Gencatan senjata sangat penting bagi rakyat Afghanistan mengingat sudah lama mereka menghadapi kekerasan dan perang,” katanya.
”Namun, kami masih belum membicarakan tentang gencatan senjata dalam negosiasi sejauh ini,” kata Sarabi.
AS mencapai kesepakatan dengan Taliban pada Februari lalu, salah satu hasilnya adalah kesepakatan penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Di pihak Taliban, mereka harus memastikan Afghanistan tidak dijadikan sarang kelompok teroris, termasuk Al Qaeda yang mendalangi serangan 11 September 2001 di AS. Termasuk dalam kesepakatan itu, meski Pemerintah Afghanistan tidak dilibatkan dalam perundingan pada Februari lalu, adalah saling pertukaran tawanan perang antara Pemerintah Afghanistan dan Taliban.
Kesepakatan AS-Taliban itu membuka jalan bagi Pembicaraan Doha, tetapi tidak mengikat Taliban untuk mengurangi kekerasan di Afghanistan. Kesepakatan tersebut hanya mensyaratkan bahwa itu menjadi ”satu item dalam agenda” dalam negosiasi.
Analis Crisis Group, Andrew Watkins, menilai Pemerintah Afghanistan membutuhkan gencatan senjata sebagai jaminan keamanan negara itu. Tanpa dukungan langsung dari pasukan AS, kemungkinan besar Kabul bisa kewalahan menghadapi kekuatan Taliban di lapangan. Hampir dua dekade sejak invasi pimpinan AS menggulingkan Taliban, pertempuran terus berkecamuk. Konflik bersenjata itu menewaskan puluhan orang setiap hari. Ekonomi Afghanistan pun hancur, menjeremuskan jutaan orang ke dalam kemiskinan.
Warta paling baru menyebutkan, sedikitnya 11 anggota kepolisian Afghanistan tewas dalam serangan yang diduga dilakukan Taliban pada akhir pekan lalu. Abdullah menyebut meningkatnya kekerasan baru-baru ini sebagai sebuah ”kesalahan perhitungan”.
Sistem negara Islam
Dalam pidatonya pada acara pembukaan Perundingan Doha, salah satu pendiri Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar, mengulangi seruan Taliban tentang perlunya pemberlakuan sistem negara Islam di Afghanistan. Hal itu dinilai akan menjadi pembicaraan kedua pihak.
Kesepakatan perdamaian yang komprehensif di antara kedua pihak diperkirakan bisa memakan waktu bertahun-tahun. Hal itu akan bergantung pada kesediaan kedua belah pihak untuk menyesuaikan visi mereka dan sejauh mana mereka dapat setuju untuk berbagi kekuasaan.
Negosiasi yang didukung AS di Doha itu digelar enam bulan lebih lambat dari yang direncanakan. Hal itu terjadi akibat ketidaksepakatan dalam pertukaran tahanan dalam kesepakatan pada Februari antara AS dan Taliban. Berdasarkan ketentuan perjanjian itu, semua pasukan asing harus meninggalkan Afghanistan pada musim semi 2021, dengan imbalan komitmen keamanan dari Taliban. Selain itu, sekitar 5.000 tahanan Taliban telah dibebaskan dengan ditukar 1.000 tentara Afghanistan.
Utusan AS ke Islamabad
Secara terpisah, pada awal pekan ini Utusan Perdamaian AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad, berada di Pakistan. Ia dan rombongan mengungkapkan rasa terima kasihnya atas peran Islamabad dalam membantu pelaksanaan negosiasi yang sangat ditunggu-tunggu antara perwakilan Taliban dan Afghanistan. Hal itu dikatakan militer Pakistan dalam keterangan resminya.
Khalilzad memuji Pakistan atas bantuannya dalam upaya yang ditujukan untuk menemukan solusi damai bagi Afghanistan. Delegasi AS bertemu dengan panglima militer Pakistan, Jenderal Qamar Javed Bajwa, di kota Rawalpindi. Disebutkan, delegasi yang berkunjung ”sangat menghargai” peran Pakistan dalam proses perdamaian yang sedang berlangsung, dengan mengatakan bahwa ”tidak akan berhasil tanpa dukungan tulus dan tanpa syarat dari Pakistan”.
Islamabad selama beberapa tahun terakhir mempertahankan pengaruhnya terhadap Taliban. Mereka mengatakan akan melakukan upaya untuk perdamaian di Afghanistan. Islamabad menyebut Kabul yang stabil adalah sesuatu yang diinginkan bersama.
Pada tahun 2015, Pakistan menjadi tuan rumah perundingan tatap muka pertama antara pemerintahan di Kabul dan kelompok Taliban Afghanistan. Namun, putaran kedua perundingan yang telah dijadwalkan itu gagal terlaksana ketika Pemerintah Afghanistan mengumumkan kematian pendiri Taliban, Mullah Mohammed Omar. (AFP/AP)