Sidang Gugatan Iran terhadap AS soal Perpanjangan Sanksi Mulai Bergulir
Mahkamah Internasional jadi medan perang baru antara Amerika Serikat dan Iran. Iran mengajukan gugatan terhadap AS karena AS secara sepihak melancarkan sanksi ekonomi pada negaranya meski dunia internasional menolaknya.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
DEN HAAG, SENIN — Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, selama sepekan mendatang akan menjadi medan pertempuran baru bagi Pemerintah Amerika Serikat dan Iran. Teheran menggugat rencana Amerika Serikat memperpanjang sanksi terhadap Iran, yang disebutnya sebagai pelanggaran terharap hak asasi manusia.
Kantor berita Iran, IRNA, Senin (14/9/2020), menyebutkan, Mahkamah Internasional (ICJ) akan menggelar sidang untuk mendengarkan gugatan Pemerintah Iran terhadap Pemerintah AS. Pemerintah AS akan mendapatkan giliran pertama untuk berbicara pada persidangan tersebut. Kemungkinan, perwakilan AS akan mempertanyakan apakah Mahkamah Internasional berwenang untuk mengadili kasus ini.
Adapun Pemerintah Iran akan mendapatkan giliran berbicara pada Rabu (16/9/2020). Pemerintah Iran menyebut sanksi yang diberlakukan kembali oleh Pemerintah AS di bawah Donald Trump telah melanggar ”Perjanjian Persahabatan” 1955 kedua negara.
Gugatan itu sendiri telah dilayangkan Pemerintah Iran sejak Juli 2020. Seperti dikutip laman Iran Press, Wakil Presiden Iran untuk Urusan Hukum Laya Joneydi mengatakan, mereka menggugat rencana AS memperpanjang sanksi terhadap negaranya karena langkah Washington dinilai tidak manusiawi di tengah pandemi Covid-19.
Pemerintah Iran juga telah mengirimkan surat ke Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Organisasi Dana Anak Internasional PBB yang meminta masyarakat internasional untuk tidak tinggal diam menghadapi sanksi yang menindas rakyat Iran.
Pemerintah Iran juga menekankan perlunya dunia internasional menekan AS untuk mencabut semua sanksi sepihak terhadap Iran, termasuk sanksi terhadap pasokan obat-obatan serta peralatan medis yang sangat dibutuhkan Iran.
Sengketa antara Iran dan AS di pengadilan ini setidaknya merupakan sengketa ketiga dalam tiga tahun terakhir. Pada Oktober 2018, Mahkamah Internasional pernah memutuskan bahwa AS harus mencabut sebagian sanksi terahadap Iran, terutama pencabutan sansi yang berdampak pada kemanusiaan dan keselamatan penerbangan. Mahkamah Internasional, pada saat itu, menilai sanksi terhadap Iran melanggar perjanjian persahabatan Iran-AS yang ditandatangani tahun 1955.
Pada April 2020, Pemerintah Iran juga memenangi gugatan hukum agar bisa mencairkan asetnya senilai 1,6 miliar dollar AS atau setara Rp 25 triliun yang tertahan di lembaga keuangan Clearstream, Luksemburg. Dana itu menurut rencana akan digunakan untuk pembelian persenjataan dan perlengkapan militer dari sejumlah perusahaan di Amerika Serikat ketika kedua negara masih merupakan kawan dekat. Ketika itu, Pemerintah AS mendukung rezim Shah Reza Pahlevi.
Persidangan di Den Haag ini direncanakan akan berlangsung secara daring. Menurut laman ICJ, beberapa staf pengadilan akan menghadiri sidang secara langsung. Sementara para pihak kemungkinan akan mendengarkan sidang melalui daring.
Dalam pandangan Pemerintah Iran, seperti dikutip dari kantor berita IRNA, Pemerintah AS harus menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan hak rakyat Iran serta perusahaan-perusahaan yang terkait dengan perjanjian yang ditandatangani tahun 1955 itu. Majelis hakim, menurut IRNA, dengan kewenangan yang ada juga harus meminta Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo untuk tidak melakukan tindakan apa pun yang akan mengubah keadaan.
Indonesia dan 12 negara anggota Dewan Keamanan PBB, dalam pemungutan suara yang dilaksanakan pada 27 Agustus 2020, menolak perpanjangan sanksi atas Iran yang diusulkan oleh AS. Dalam pemungutan suara itu, AS hanya didukung oleh Republik Dominika.
Gagal mendapatkan dukungan internasional, AS bertindak sendiri. Pada awal September, Kementerian Luar Negeri AS mengumumkan sanksi terhadap 11 perusahaan Iran, China, dan Uni Emirat Arab karena dianggap melanggar embargo AS terhadap ekspor minyak Iran.
Kementerian Keuangan AS menambahkan dalam daftar tersebut sejumlah perusahaan yang dijatuhi sanksi, yaitu sebanyak enam perusahaan. Washington menuding, uang yang dihasilkan dari perdagangan itu menjadi sumber pendapatan kunci bagi Pemerintah Iran dan kelompok teroris di seluruh Timur Tengah. (AFP/REUTERS)