Perundingan damai Afghanistan memasuki tahap lanjut dengan mempertemukan antara Taliban dan Kabul. Isu perempuan menjadi isu penting.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses perdamaian Afghanistan memasuki babak lanjutan lewat perundingan Pemerintah Afghanistan dengan Taliban, Sabtu (12/9/2020), di Doha, Qatar. Proses perundingan diharapkan bisa menyelesaikan perang yang berlangsung sejak Amerika Serikat menyerbu Afghanistan pada 2001 itu.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, tahapan penting dalam sejarah Afghanistan telah dimulai. Indonesia bersama Qatar, Norwegia, Jerman, dan Uzbekistan terlibat dalam upaya perdamaian itu sejak awal. ”Kepentingan rakyat Afghanistan harus menjadi yang utama dalam proses perdamaian. Pelibatan semua elemen di Afghanistan, termasuk peran perempuan, menjadi sangat penting dalam proses perdamaian ini,” ujar Retno di sela mengikuti proses perundingan tersebut.
Ia mengikuti perundingan secara virtual dari Jakarta saat perwakilan Pemerintah Afghanistan dan Taliban bertemu di Doha. Menlu AS Mike Pompeo dan perwakilan sejumlah negara lain juga mengikuti pertemuan tersebut melalui telekonferensi video.
Paling menderita
Dalam konflik Afghanistan, dan selama Taliban berkuasa, perempuan menjadi pihak paling menderita. Taliban sama sekali melarang perempuan beraktivitas di luar rumah kecuali atas izin keluarga dan didampingi kerabat pria. Banyak perempuan menjadi sasaran kekerasan milisi Taliban karena ketahuan beraktivitas di luar rumah.
Dalam upaya bina damai di Afghanistan, Indonesia terlibat menyelenggarakan beberapa program pemberdayaan perempuan Afghanistan. Indonesia juga memfasilitasi pertemuan perwakilan ulama-ulama Afghanistan dalam upaya bina damai itu.
Qatar dan AS pun menyinggung soal isu perempuan dalam proses perundingan Pemerintah Afghanistan dan Taliban. ”Kami menasihati Taliban, lindungi hak perempuan,” kata juru damai Qatar, Mutlaq al-Qathani.
Pompeo menyinggung soal empat perempuan yang menjadi bagian delegasi Pemerintah Afghanistan. Kehadiran mereka disebut sebagai pencapaian bagi perempuan Afghanistan.
”Saya mendesak Anda melibatkan semua pihak dalam masyarakat Afghanistan, termasuk perempuan dan (anggota kelompok) etnis serta agama minoritas, dan korban perang panjang Anda,” ujarnya.
Ia mengingatkan, proses perdamaian tak akan mudah dan memerlukan kerja sama serta kerja keras semua pihak. ”Pilihan sistem politik bergantung kepada Anda. AS tidak mencoba memaksakan sistem kepada pihak lain,” kata Pompeo.
Menurut dia, AS sangat yakin bahwa perlindungan hak semua orang di Afghanistan adalah cara terbaik menghentikan lingkaran kekerasan. ”Kala membuat keputusan, ingatlah pilihan dan tindakan Anda akan berdampak pada jenis dan besar bantuan AS pada masa depan,” tutur Pompeo.
Isu yang diangkat Indonesia, AS, dan Qatar termasuk paling rumit dalam proses perdamaian Afghanistan. Hal itu serumit menggelar dialog intra-Afghanistan. Sebagaimana diketahui, Taliban sebelum ini menolak bertemu dengan wakil pemerintahan Afghanistan yang dituding sebagai boneka AS.
Sejak Washington menyerbu Afghanistan dan menggusur Taliban dari kekuasaan, negara tersebut dikendalikan pemerintahan yang dituding sebagai boneka AS. Karena itu, dalam upaya melanggengkan perdamaian di Afghanistan, proses perundingan di Doha digelar. Perundingan dilakukan untuk mencari cara melibatkan Taliban dalam pemerintahan yang dianggapnya sebagai boneka.
Pemimpin Taliban Mullah Baradar Akhund berkeras Afghanistan harus menerapkan sistem politik Islam. Sistem itu disebutkan akan menghapus diskriminasi.
Isu lain adalah perlindungan bagi semua kalangan di Afghanistan. Seperti disinggung Pompeo, kaum minoritas juga menjadi sasaran dalam perang. Suku Hazarra, yang merupakan mayoritas di kalangan pengungsi Afghanistan di banyak negara, menjadi sasaran Taliban yang umumnya berasal dari suku Pasthun. Kerap kali warga Hazarra, baik pria maupun wanita, menjadi sasaran kekerasan Taliban hanya karena terlahir sebagai orang Hazarra.
Jalan tengah
Kepala Dewan Perdamaian Afghanistan Abdullah Abdullah mengatakan, kedua pihak harus mencari jalan tengah meski mungkin tak sepakat pada beberapa isu. ”Delegasi saya di Doha mewakili sistem politik yang disokong jutaan orang dari beragam latar budaya, sosial, dan etnis,” katanya.
Menurut dia, semua pihak harus memanfaatkan kesempatan luar biasa untuk perdamaian serta bersama-sama menentukan masa depan yang diterima dan didukung semua orang Afghanistan. ”Kita tak harus setuju 100 persen pada semua isu yang kita bawa. Kita datang dengan perbedaan pilihan dan solusi yang memberikan dasar bagi kesepakatan utama dan pokok,” ucapnya.
Abdullah menekankan, sudah 12.000 warga sipil tewas dan 15.000 warga lain terluka hanya dalam periode Februari-September 2020.
Baradar setuju proses perundingan harus terus berjalan. ”Prosesnya mungkin akan sulit. Kami berharap bisa jalan terus dengan kesabaran dan toleransi. Kami mau Afghanistan yang merdeka, independen, bersatu, dan terbangun,” katanya tegas.
Taliban mau berunding setelah lebih dulu memulai proses perdamaian dengan AS. Pada Februari 2020, AS-Taliban menyepakati perdamaian yang menuntaskan perang terpanjang Washington itu.
Dalam perjanjian tersebut, AS setuju mengurangi pasukan dari Afghanistan. Selepas berdamai dengan AS, Taliban baru mulai berunding dengan Pemerintah Afghanistan. Perundingan dimulai dengan saling melepas tahanan dari kedua pihak. (AFP/Reuters)