Jepang Negara Pertama Bersepakat Dagang dengan Inggris Pasca-Brexit
Kesepakatan perdagangan dengan Jepang merupakan kesepakatan besar pertama Inggris dengan negara lain pasca-Brexit. Tapi, agenda Inggris untuk mengglobal tak berarti apa-apa jika London gagal bersepakat dagang dengan UE.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
LONDON, JUMAT — Pemerintah Inggris pada Jumat (11/9/2020) mengumumkan secara prinsip telah meraih kesepakatan perdagangan dengan Jepang. Ini menjadi kesepakatan besar pertama Inggris dengan negara lain pascakeluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit.
Departemen Perdagangan Inggris dalam pernyataan resminya mengungkapkan bahwa bisnis Inggris akan mendapat keuntungan dari perdagangan bebas tarif atas 99 persen ekspornya ke Jepang. Kesepakatan itu akan membuat nilai perdagangan Inggris ke Jepang naik sekitar 15,2 miliar poundsterling (19,5 miliar dollar AS). Pemerintah Inggris, sebagaimana diwartakan media CBNC, menyatakan kesepakatan itu sebagai momen bersejarah.
”Ini adalah momen bersejarah bagi Inggris dan Jepang sebagai kesepakatan perdagangan besar pertama kami pasca-Brexit,” kata Liz Truss, Menteri Perdagangan Internasional Inggris.
”Secara strategis, kesepakatan itu merupakan langkah penting untuk bergabung dengan Kemitraan Trans-Pasifik dan menempatkan Inggris di pusat jaringan perjanjian perdagangan bebas modern dengan teman dan sekutu yang berpikiran sama.”
Pengumuman kesepakatan Inggris-Jepang keluar saat Inggris berjuang mengamankan kesepakatan dengan mitra dagang terdekatnya, yakni Uni Eropa. Inggris mengklaim kesepakatan London-Tokyo akan mencakup ketentuan digital dan data yang jauh melampaui kesepakatan UE-Jepang. Hal itu sekaligus memungkinkan aliran data secara bebas, tetapi tetap mempertahankan standar perlindungan yang tinggi bagi data pribadi.
Perjanjian tentatif Inggris-Jepang itu dijadwalkan mulai berlaku pada akhir tahun ini. Kesepakatan itu lebih dulu akan membutuhkan persetujuan parlemen Inggris dan Jepang.
Ingin seperti Superman
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan pada awal tahun ini bahwa Inggris dapat menjadi negara bak tokoh Superman dalam perdagangan global. Syaratnya adalah dengan mencapai kesepakatan yang menguntungkan seusai keluar dari UE pada akhir Januari lalu. Kesepakatan yang diusulkan dengan Jepang menandai kesepakatan besar pertama bagi Inggris sebagai negara dengan perekonomian terbesar kelima di dunia pasca-Brexit.
Carolyn Fairbairn, Direktur Jenderal Konfederasi Industri Inggris, sesumbar perjanjian itu sebagai momen terobosan yang akan disambut baik oleh kalangan pebisnis di Inggris.
”Bisnis akan membantu mendukung pemerintah dalam upaya mendapatkan lebih banyak kesepakatan perdagangan di seluruh dunia dan mempromosikan manfaatnya bagi masyarakat. Kesepakatan dengan Jepang bisa menjadi awal dari banyak kesepakatan,” kata Fairbairn.
Namun, kritik tetap diarahkan pada Pemerintah Inggris. Agenda Inggris yang mengglobal tidak berarti apa-apa jika London gagal mencapai kesepakatan dagang dengan UE. Perdagangan bilateral Inggris dengan negara-negara di seluruh dunia tidak akan dapat mengimbangi ekspor yang hilang ke negara-negara anggota UE.
Inggris dan UE saat ini berselisih tentang apa yang disebut RUU Pasar Internal Inggris. RUU itu, yang diusulkan awal pekan ini, berupaya mengubah bagian dari kesepakatan Brexit negara itu dengan UE. Jika disetujui, hal itu akan memungkinkan para menteri untuk mengubah beberapa bagian dari protokol Irlandia Utara dari Perjanjian Perpisahan, yang dinegosiasikan tahun lalu.
Inggris bersikukuh pada rencananya memberlakukan RUU itu. Sementara UE menegaskan langkah itu pelanggaran serius terhadap kesepakatan perpisahan Brexit dan bisa mengambil langkah hukum terhadap Inggris. Brussels, Kamis (10/9/2020), mengultimatum London harus membatalkan rencana pemberlakuan RUU itu paling lambat akhir September ini. Jika tidak, mereka akan menempuh jalur hukum sebelum periode transisi berakhir pada 31 Desember.
RUU tersebut mengatur masalah Protokol Irlandia Utara, salah satu elemen dalam kesepakatan perpisahan UE-Inggris yang dirancang untuk mencegah adanya perbatasan keras (hard border) di Pulau Irlandia saat Inggris berpisah total dari UE pada saat berakhir periode transisi, 31 Desember. RUU itu mengusulkan tidak ada pemeriksaan barang yang berasal dari Irlandia Utara ke Inggris Raya.
Namun, RUU tersebut memberi kewenangan kepada menteri-menteri di Inggris untuk memodifikasi atau ”membatalkan” aturan-aturan terkait pergerakan barang-barang yang akan berlaku mulai 1 Januari 2021. (AFP)