Tujuh negara anggota Uni Eropa yang dikenal dengan julukan EuroMed 7 akan mendukung organisasi itu jika mereka menjatuhkan sanksi terhadap Turki. Ketegangan di kawasan makin meningkat.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
PARIS, JUMAT — Tujuh negara anggota Uni Eropa siap mendukung sikap organisasi itu jika Pemerintah Turki menghindari upaya dialog untuk meredakan ketegangan di kawasan Laut Tengah, termasuk penjatuhan sanksi. Kondisi ini menambah rumit ketegangan hubungan yang terjadi antara UE dan Turki.
Sikap itu disampaikan seusai pemimpin tujuh negara anggota UE yang sering disebut EuroMed 7, yaitu Perancis, Italia, Malta, Portugal, Spanyol, Yunani, dan Siprus, melakukan pertemuan di Corsica, Kamis (10/9/2020).
”Kami menyesalkan sikap Pemerintah Turki tidak menanggapi seruan berulang kali Uni Eropa untuk mengakhiri kegiatan sepihak dan ilegal di Mediterania Timur dan Laut Aegea,” demikian pernyataan bersama ketujuh kepala negara. Di dalam komunike itu, mereka juga menyatakan bahwa jika tidak terlihat kemajuan sikap Pemerintah Turki untuk terlibat dalam dialog dan jika Turki tidak mengakhiri kegiatan sepihaknya di kedua wilayah, UE akan menyiapkan beberapa langkah yang bersifat restriktif. Para pemimpin tujuh negara itu juga menyatakan hal ini diusulkan untuk dibahas dalam pertemuan Dewan Eropa, 24-25 September mendatang.
Pernyataan itu disepakati Perdana Menteri Yunani Kyiriakos Misotakis. ”Jika Turki menolak, saya tidak melihat pilihan negara-negara Eropa lainnya kecuali sanksi yang signifikan,” kata Mitsotakis dalam tulisannya di surat kabar Perancis, Le Monde.
Presiden Perancis Emmanuel Macron menjadi pemimpin yang paling sering berkomentar pedas soal kebijakan luar negeri Turki, yang dinilainya sering kali berseberangan dengan kebijakan UE. Termasuk pernyataannya sebelum pertemuan itu yang menyebutkan bahwa rakyat Turki ”pantas mendapatkan sesuatu”.
”Kami orang Eropa harus jelas dan tegas dengan pemerintahan Presiden Erdogan yang tindakannya tidak dapat diterima,” kata Macron. Dia menambahkan, Turki tidak lagi menjadi mitra di wilayah Mediterania Timur karena perilakunya.
Macron menambahkan bahwa Turki telah meningkatkan provokasi dengan cara yang tidak layak. Namun, Macron, seusai memimpin pertemuan dengan enam negara lainnya mengatakan, mereka menginginkan Turki terlibat kembali dalam dialog dengan suasana dan itikad baik meski ada opsi pemberian sanksi oleh UE.
Pertemuan ini adalah pertemuan kedua yang diadakan oleh negara-negara anggota UE untuk membahas kondisi di Laut Tengah. Pertengahan Agustus lalu, UE juga pernah melakukan pertemuan darurat untuk membahas ketegangan yang terjadi di antara beberapa negara anggota UE, yaitu Yunani, Siprus, dengan Turki. Namun, dalam pertemuan itu, UE gagal bersikap.
Krisis tersebut telah menambah daftar ketegangan yang berkembang antara Turki dan Eropa, terutama atas intervensi militer Ankara di Libya, kebijakannya di Suriah, dan tindakan keras terhadap lawan Erdogan di dalam negeri. Ketegangan bertambah karena Yunani dan Pemerintah Kesepakatan Nasional Mesir di bawah Fayez al-Sarraj menandatangani perjanjian kerja sama pengembangan zona ekonomi eksklusif di Laut Tengah bagian timur.
Pada saat yang sama, di wilayah yang sama, Turki mengumumkan penemuan sumber hidrokarbon besar dan mengirimkan sebuah kapal penelitian ke lokasi dengan pengawasan sejumlah kapal perang dan jet tempur.
Di dalam konflik Libya, Turki dan PBB mendukung pemerintahan Fayez al-Sarraj. Sementara Perancis, bersama Mesir, Rusia, dan Uni Emirat Arab mendukung Jenderal Khalifa Haftar.
Menanggapi Macron, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, negaranya menentang kebijakan-kebijakan yang diusulkan Macron pada UE dan menilainya sebagai sebuah kebijakan yang menimbulkan permusuhan. Cavusoglu mengatakan, rakyat dan Pemerintah Turki tidak memiliki masalah dengan rakyat dan Pemerintah Perancis karena kedua negara adalah sekutu.
”Tapi kami sangat menentang sikap bermusuhan presiden Anda, Presiden Macron, terhadap kami,” kata Cavusoglu kepada Komite Urusan Luar Negeri UE.
Ketegangan UE-Turki ini menarik perhatian Amerika Serikat. Menlu AS Mike Pompeo dijadwalkan akan berkunjung ke Siprus untuk mencari jalan mengurangi ketegangan di kawasan tersebut. ”Sengketa itu harus diselesaikan dengan cara yang diplomatis dan damai,” kata Pompeo.
Pompeo memuji dua sekutunya di Eropa, yaitu Jerman dan Perancis yang telah berusaha meredakan ketegangan di kawasan.
”Kami berharap akan ada perbincangan yang nyata dan kami berharap aset militer yang ada di sana akan ditarik sehingga pembicaraan tersebut bisa berlangsung,” kata Pompeo. (AP/AFP)