Dukung Genosida Rohingya, Aung San Suu Kyi Dikucilkan
Parlemen Eropa mencoret nama Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dari keanggotaan di komunitas penerima Penghargaan Sakharov. Suu Kyi dinilai abai pada isu Rohingya.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
BRUSSELS, KAMIS — Parlemen Eropa mencoret nama pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, dari keanggotaan di komunitas penerima Penghargaan Sakharov karena membiarkan kekerasan militer dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap masyarakat etnis Rohingya di Myanmar. Ini berarti Suu Kyi tidak akan pernah diundang lagi ke acara apa pun yang terkait dengan penghargaan yang diraihnya tahun 1990 itu.
Parlemen Eropa mengumumkan sikap ini, Kamis (10/9/2020), karena Suu Kyi yang pernah menjadi tahanan politik rezim junta militer Myanmar pada 1990-an itu justru membela militer dan membiarkan genosida terhadap Rohingya.
Suu Kyi memperoleh penghargaan Sakharov dari parlemen Eropa pada 1990 karena pada waktu itu dinilai memperjuangkan demokrasi bagi Myanmar. Karena menerima penghargaan itu, Suu Kyi diundang ke acara-acara pertemuan para peraih penghargaan, anggota parlemen Uni Eropa, dan organisasi-organisasi hak asasi manusia untuk mengampanyekan isu-isu HAM.
Suu Kyi mulai berkuasa setelah menang pemilu tahun 2015 yang kemudian mengakhiri rezim junta militer yang telah berkuasa selama setengah abad. Namun, setelah berkuasa, Suu Kyi justru diam ketika terjadi kekerasan dan pelanggaran HAM di masyarakat etnis Rohingya. Suu Kyi membantah tuduhan genosida itu bahkan membela militer saat dipanggil pengadilan internasional PBB di Den Haag, Belanda.
Paria
Pengucilan Suu Kyi dari komunitas penghargaan Sakharov itu simbolis karena Suu Kyi sudah dianggap sebagai paria terutama setelah pengadilan Den Haag tahun lalu itu. Di pengadilan, Suu Kyi membantah tuduhan pemerkosaan, pembakaran, dan pembunuhan massal yang dilakukan militer.
Suu Kyi bahkan membela militer yang pernah menahannya selama bertahun-tahun. Ia menegaskan, pihaknya mampu menyelidiki kasus-kasus yang dituduhkan itu.
Parlemen UE mengatakan, penghargaan untuk Suu Kyi itu tidak bisa dicabut. Suu Kyi juga tidak diminta untuk mengembalikan hadiah uang tunai sejumlah 59.000 dollar AS karena penghargaan tersebut diberikan untuk perannya memperjuangkan demokrasi saat masih menjadi oposisi waktu itu. Ia pernah berkali-kali dipenjara dan harus menjalani tahanan rumah hingga dibebaskan pada 2010.
Selain parlemen Eropa, sebelumnya, penghargaan lain yang diperoleh Suu Kyi juga didesak untuk dicabut. Komite Nobel juga didesak mencabut penghargaan Nobel Perdamaian yang diperoleh Suu Kyi pada 1991.
Pemilu
Suu Kyi berharap tetap bisa mempertahankan kekuasaan dengan memenangkan pemilu tahun ini seperti kemenangannya pada 2015. Kampanye pemilu sudah dimulai pekan ini, tetapi dalam kondisi yang terbatas karena pandemi Covid-19.
Kampanye hanya dilakukan terbatas dan melalui online karena tidak diperbolehkan ada kampanye tatap muka yang mengumpulkan banyak orang. Namun, banyak pihak memperkirakan dukungan terhadap Suu Kyi tidak akan kuat seperti dulu meski ia masih populer di dalam negeri.
Suara untuk Suu Kyi juga tidak akan sebanyak dulu salah satunya karena para pengungsi yang telah dicabut haknya. Sebagian besar dari 600.000 warga etnis Rohingya yang masih berada di Myanmar juga telah dilucuti hak dan status kewarganegaraannya. (REUTERS/AFP/AP)