Keputusan Serbia Pindah Kedubes ke Jerusalem Belum Final
Rencana ini dikhawatirkan akan membayangi dimulainya kembali perundingan Serbia dan Kosovo.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
BEOGRAD, KAMIS — Keputusan memindahkan kedutaan besar Serbia dari Beograd ke Jerusalem ternyata belum final. Serbia saja masih merasa ragu dan masih mau melihat perkembangan Israel dan Kosovo. Padahal, Presiden Amerika Serikat Donald Trump sudah mengumumkan seakan-akan keputusan itu sudah final.
”Keputusannya belum final. Sampai sekarang kami belum menerima apa pun dan belum menandatangani apa pun,” kata Suzana Vasilijevic, salah seorang penasihat media Presiden Serbia Aleksandar Vucic, Rabu (9/9/2020).
Media-media Israel juga mengutip sumber yang dekat dengan Vucic yang mengatakan Serbia tidak akan memindahkan kedubesnya jika Israel mengakui kedaulatan Kosovo. Pengakuan ini juga menjadi bagian kesepakatan Trump.
Israel mendapat dukungan penuh dari Gedung Putih dalam kesepakatan antara Serbia dan Kosovo yang difasilitasi tim Trump, pekan lalu. Keduanya disebutkan sepakat mengakui Israel dan akan mengikuti langkah AS memindahkan kantor kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Jerusalem.
Meski belum final, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sudah mengumumkan Serbia akan menjadi negara Eropa pertama yang akan memindahkan kedubesnya ke Jerusalem. Pengakuan terhadap Israel ini dianggap sebagai kemenangan bagi Kosovo, bekas Provinsi Serbia yang masih berjuang untuk diterima komunitas internasional.
Meski AS dan banyak negara Barat mengakui Kosovo, Serbia dan sekutu-sekutunya, seperti Rusia dan China, tidak mengakui Kosovo. Dimensi Israel dalam perundingan Kosovo dan Serbia ini sebenarnya hasil yang tidak diduga oleh Gedung Putih.
Awalnya perundingan hanya membahas normalisasi hubungan ekonomi antara Kosovo dan Serbia. Para pengamat menilai sebenarnya tidak ada yang baru dalam kesepakatan itu.
Kaget
Keraguan akan rencana Serbia memindahkan kedubesnya itu muncul setelah ada video yang beredar yang menunjukkan Vucic tampak kaget mendengar pernyataan Trump bahwa Serbia bersedia memindahkan kedubesnya ke Jerusalem. Vucic kemudian menyanggah ia hanya terkejut dengan penyebutan tenggat pindahnya, yakni Juli 2021.
Bukan hanya Vucic yang kaget, tetapi juga negara-negara anggota Uni Eropa. Mereka khawatir dan menyesalkan komitmen Serbia memindahkan kedubesnya. Rencana ini dikhawatirkan akan membayangi dimulainya kembali perundingan Serbia dan Kosovo.
Vucic dan Perdana Menteri Kosovo Avdullah Hoti bertemu di Brussels, Belgia, untuk perundingan putaran kedua yang difasilitasi UE. Hasil perundingan itu diharapkan akan bisa menyelesaikan perselisihan selama dua dekade pascaperang.
UE masih berkomitmen pada solusi ”dua negara” di mana Jerusalem akan menjadi ibu kota Israel dan Palestina. UE memiliki perwakilan diplomatik di Tel Aviv. UE berharap Serbia tetap memiliki sikap dan kebijakan yang sejalan dengan posisi kebijakan luar negeri UE.
”Dalam konteks ini, langkah diplomatik apa pun yang bisa mempertanyakan posisi UE tentang Jerusalem seperti ini jelas masalah serius. Ini kami sesalkan,” kata juru bicara Urusan Luar Negeri UE, Peter Stano.
Anggota komite urusan luar negeri parlemen Israel, Sharren Haskel, mengatakan, upaya UE untuk mengedukasi Serbia dan Kosovo juga mengejutkan. Bahkan, sikap UE juga tidak jelas terhadap isu ini.
Serbia selama ini menolak mengakui pernyataan kemerdekaan Kosovo sejak mereka memisahkan diri dari Serbia dalam perang 1998-1999. Perang itu baru berakhir setelah NATO mengebom pasukan Serbia.
Kosovo dan Serbia didesak negara-negara Barat untuk segera menyelesaikan persoalan mereka karena ini langkah penting terutama jika mereka mau bergabung dengan UE. Sampai saat ini masih ada 5 dari 27 negara yang belum mengakui kemerdekaan Kosovo.
Utusan Khusus UE untuk dialog Serbia dan Kosovo, Miroslav Lajcak, menilai ada perkembangan baik terkait kerja sama ekonomi dan masalah pengungsi. ”Perundingannya intens dan tidak selalu mudah. Tetapi yang penting kedua pihak mau berdiskusi meski masalahnya kompleks dan menyakitkan,” ujarnya. (AFP/AP)