Inggris Berniat Langgar Kesepakatan, Uni Eropa Marah
Inggris dinilai melanggar kesekapatan dengan Uni Eropa. London juga dinilai berusaha memangkas otonomi daerah. Akibatnya, ada daerah mengancam mengusulkan merdeka dari Inggris.
BRUSSELS, RABU — Berbagai pihak marah kepada Inggris yang dilaporkan akan mengubah aturan yang dapat berdampak pada kesepakatan perpisahan Inggris dari Uni Eropa. London diingatkan tentang kerugian yang bakal dihadapinya jika Inggris berpisah tanpa kesepakatan dari UE.
Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, kepercayaan UE dilemahkan dengan keputusan London yang mengeluarkan Rancangan Undang-Undang Perdagangan Dalam Negeri.
”Sangat prihatin dengan pengumuman dari Pemerintah Inggris soal niatnya untuk melanggar kesepakatan keluar (Brexit). Hal ini akan melanggar hukum internasional dan menggerus kepercayaan. Pacta sunt servanda (Asas dasar dalam hukum perdata dan hukum internasional), dasar bagi hubungan masa depan yang sejahtera,” ujarnya, Rabu (9/9/2020).
Dia merujuk pada prinsip dalam hukum internasional bahwa kesepakatan di antara para pihak harus disepakati dan menjadi aturan tertinggi. Peringatan senada disampaikan Presiden Dewan Eropa Charles Michel.
”Kesepakatan disimpulkan dan diratifikasi kedua pihak harus diterapkan secara penuh. Pelanggaran hukum internasional tidak diterima dan tidak menghasilkan kepercayaan yang dibutuhkan untuk membangun hubungan di masa depan,” ujarnya.
Baca juga: Inggris Tetap Terbitkan UU Pasar Internal, UE Sebut Brexit Bakal Tanpa Kesepakatan
Butuh persetujuan parlemen, yang dikuasai Partai Konservatif pimpinan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, sebelum RUU itu disahkan. Dalam RUU itu, menteri diberi hak mengabaikan aturan asing soal arus barang di dalam negeri.
Klausul itu bisa mengancam kesepakatan London-Brussels soal arus barang di Irlandia dan Irlandia Utara. Irlandia, negara merdeka dan anggota UE, berbagi pulau dengan Irlandia Utara, provinsi Inggris.
Dalam perundingan proses keluar Inggris dari UE atau Brexit, telah ada kesepakatan bahwa tidak ada pemeriksaan barang di perbatasan Irlandia dengan Irlandia Utara
”Kesepakatan harus dihormati. Tujuan perundingan seharusnya tidak dibebani perubahan sepihak pada isi kesepakatan UE dan Inggris,” kata Menteri Ekonomi Jerman Peter Altmaier.
Baca juga: Boris Johnson Makin Leluasa Pastikan Brexit
Wakil Presiden Komisi Eropa Maros Sefcovic mendesak pertemuan segera dengan Michael Gove, Menteri Inggris untuk urusan perpisahan dari UE. ”Saya akan meminta Komite Bersama untuk Kesepakatan Penarikan agar segera rapat sehingga mitra Inggris bisa memaparkan dan menanggapi keprihatinan serius kami,” ujarnya.
Calon presiden Amerika Serikat, Joe Biden, pun ikut menyuarakan keberatan atas niat London itu. ”Berkomitmen untuk merawat perdamaian dan stabilitas yang sulit dicapai di Irlandia Utara. Kala UE dan Inggris membahas hubungan mereka, pengaturan apa pun harus melindungi Kesepakatan Jumat Agung dan mencegah kembalinya perbatasan,” kata penasihat Kebijakan Luar Negeri Biden, Antony Blinken, seperti dikutip The Guardian.
Ia mengacu pada kesepakatan perdamaian yang dicapai pada 1998. Kesepakatan itu mengakhiri pemberontak dan kekerasan bersenjata selama ratusan tahun di Irlandia Utara.
Seorang diplomat UE menyebutkan, London akan rugi kalau sampai berpisah tanpa kesepakatan dari UE. ”Keluar dari perundingan dan tanpa kesepakatan akan memukul perekonomian dan pasar tenaga kerja Inggris lebih keras dibandingkan memukul UE. Ada yang bertanya, apakah ini benar-benar perundingan atau menyakiti diri sendiri,” kata seorang diplomat.
Protes dalam negeri
Bukan hanya dari luar negeri, sejumlah pihak di Inggris pun memprotes RUU itu. Menteri Utama Skotlandia Nicola Sturgeon mengancam akan mengusulkan pembahasan kemerdekaan Skotlandia dalam sidang parlemen Skotlandia. Ia menuding RUU itu mengancam demokrasi dan pemerintahan otonom di daerah.
Menteri Transisi Eropa pada pemerintahan Wales, Jeremy Miles, menuding pemerintahan Johnson mengorbankan masa depan lewat RUU itu. Dalam RUU itu, pemerintah pusat memang bisa mengambil alih kewenangan pemerintahan daerah otonom seperti Wales, Skotlandia, Irlandia Utara.
Bahkan, Kepala Departemen Hukum Inggris Jonathan Jones sampai mengundurkan diri. Jones dikabarkan keberatan dengan keputusan pemerintahan Boris Johnson untuk menerbitkan RUU itu. Apalagi, Menteri Urusan Irlandia Utara Brandon Lewis mengakui London akan melanggar aturan internasional karena menerbitkan RUU itu.
Baca juga: Peluang Baru Selepas Brexit
Anggota Partai Konservatif, Bob Neill, marah karena London di bawah Johnson mempertimbangkan pelanggaran pada kesepakatan internasional. ’Pelanggaran, potensi pelanggaran, pada kewajiban internasional sangat tidak bisa diterima, apa pun bentuknya,” kata anggota senior di partai pimpinan Johnson itu.
Pengajar di London School of Economics, Thomas Sampson, malah menyebut keluar dari UE tanpa kesepakatan akan memukul perekonomian Inggris lebih keras dibandingkan dampak yang dihasilkan oleh pandemi Covid-19.
”Covid-19 akan menyebabkan semakin banyak pengangguran dan gangguan produksi. Akan tetapi, perekonomian pada 2035 akan menunjukkan dampak lebih besar dari Brexit dibandingkan dari Covid-19,” ujarnya.
Di bursa, nilai tukar poundsterling terhadap dollar AS mencapai titik terburuk dalam 1,5 bulan terakhir. Pasar khawatir dengan peluang Brexit tanpa kesepakatan.
Inggris dan UE harus merampungkan perundingan pada Oktober 2020, sebelum akhirnya Inggris sepenuhnya keluar dari UE pada 31 Desember 2020. Brexit dimulai sejak referendum pada 2016 yang menunjukkan mayoritas pemilih ingin London keluar dari UE.
Pada 1 Januari 2020, Inggris memulai proses peralihan untuk keluar dari UE. Pada Maret 2020, London dan Brussels mulai merundingkan hubungan mereka untuk periode selepas 31 Desember 2020. Dengan keputusan sepihak Inggris, banyak pihak cemas London keluar dari UE tanpa kesepakatan apa pun.
Baca juga: Inggris Ancam Gagalkan Perundingan Brexit
Hal itu akan menyulitkan pergerakan orang dan barang antara Inggris dan UE. Padahal, 60 persen ekspor Inggris ditujukan ke UE. Sebagian pihak khawatir akan ada gangguan pasokan dan memicu kelangkaan aneka barang kebutuhan di Inggris. (REUTERS)