India Kirim Lima Jet Tempur Baru ke Perbatasan China
Ketegangan di perbatasan India-China terus meningkat. India kini mulai mengirim jet tempur dan peralatan militer mereka.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
NEW DELHI, KAMIS — Angkatan Udara India menyiagakan lima jet tempur terbarunya, Rafale, untuk mendukung pasukannya yang berada di Ladakh. Saat ini situasi di kawasan itu kembali menghangat menyusul ketegangan terbaru dengan China di perbatasan kedua negara, Kamis (10/9/2020).
New Delhi telah mengirimkan pasukan dari satuan pendukung dan peralatan militer lain ke kawasan Ladakh. Pada 15 Juni lalu, terjadi perkelahian tangan kosong antara prajurit India dan China. Akibat perkelahian itu sebanyak 20 tentara India tewas, tidak disebutkan berapa korban di pihak China.
Hingga saat ini, potensi konflik di kawasan itu masih tinggi. Masing-masing pihak bersikukuh mengklaim wilayah itu sebagai milik mereka. Prajurit China disebutkan masih bertahan di Ladakh yang menurut India adalah wilayahnya. Sementara, India sendiri menguasai setidaknya satu puncak gunung. Penguasaan itu membuat Beijing berang dan meminta New Delhi untuk mengosongkan daerah itu.
Para ahli berpendapat, apabila permusuhan militer tidak dihentikan, perang bisa terjadi. ”Jika diplomasi gagal, senjata berbicara. Itulah yang sudah kita lihat selama empat bulan terakhir,” kata Letjen DS Hooda, Panglima Komando Utara Militer India tahun 2014-2016. ”Semuanya bisa dengan cepat menjadi tidak terkendali kecuali pembicaraan menghasilkan terobosan.”
Akan tetapi, Wang Lian dari Departemen Hubungan Internasional Peking University, berpendapat, kemungkinan terjadinya konflik yang lebih luas kecil meski kedua pihak sedang melakukan persiapan. ”China telah menahan diri dalam hubungan bilateral dengan India, dan India mungkin juga menahan diri untuk tidak mengambil tindakan berlebihan di masa depan,” katanya.
Pada upacara seremoni di pangkalan udara kawasan utara, Menteri Pertahanan India Rajnath Singh mengatakan, pengiriman jet tempur Rafale akan memberikan dampak yang sangat signifikan pada situasi keamanan di perbatasan India. Selain ketegangan di kawasan Ladakh, prajurit India juga sering kali bentrok dengan prajurit Pakistan di wilayah Kashmir yang diklaim Pakistan.
Jet tempur Rafale merupakan bagian dari kesepakatan India dengan Perancis tahun 2016 senilai 8,78 miliar dollar AS untuk memperkuat militer India. Sebanyak 36 unit jet Rafale dijadwalkan akan selesai dikirim seluruhnya pada tahun 2022.
Lima jet Rafale pertama telah tiba di pangkalan udara Ambala di Negara Bagian Haryana, bagian Utara India, pada 29 Juli lalu. Pangkalan udara ini merupakan markas operasi pasukan India yang ditempatkan di perbatasan dengan Pakistan dan China.
Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly yang juga menghadiri upacara tersebut, menuturkan, jet Rafale telah membuktikan kemampuannya dalam menghadapi pasukan pemberontak di Mali dan Suriah. Kemampuan tempurnya yang sudah terbukti akan “membuat India unggul di kawasan untuk mempertahankan diri.”
Rajnath juga mengutarakan bahwa India memainkan peran yang penting dalam memperjuangkan perdamaian dan keamanan di Indo Pasifik serta kawasan Samudera Hindia.
Analis pertahanan Rahul Bedi menyampaikan, Rafale memiliki kemampuan menembakkan rudal jarak jauh yang memungkinkan AU India melakukan serangan jarak jauh. Sebelum diperkuat oleh Rafale, Angkatan Udara India telah memiliki ratusan pesawat tempur canggih buatan Rusia, yaitu dari keluarga Su-30MKI. Pesawat itu memperkuat India sejak tahun 1997.
Tiga bulan setelah perkelahian prajurit, ketegangan di sepanjang perbatasan India-China kini sepertinya semakin buruk. Pekan ini kedua negara itu saling tuduh mengirimkan prajuritnya dan mengeluarkan tembakan peringatan untuk pertama kalinya dalam 45 tahun terakhir. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terjadinya konflik militer yang lebih luas.
Menteri luar negeri kedua negara rencananya akan membahas situasi tersebut di Moskwa, Rusia, di sela-sela pertemuan keamanan dan ekonomi kawasan.
Ketegangan di perbatasan India-China itu terus ada meski upaya pembicaraan di level militer, diplomatik, dan politik juga berjalan. Dengan sosok nasionalis kuat memimpin masing-masing negara persoalan di perbatasan yang kurang terlihat selama bertahun-tahun kini mulai muncul ke permukaan.
Kembali muncul setelah menghadapi puncak pandemi Covid-19, China dinilai memperluas ambisinya terhadap para tetangganya di kawasan menggunakan taktik ”mengiris salami”, yakni secara bertahap merebut wilayah.(AP)