Tak Sensitif dengan Isu HAM, Film ”Mulan” Diboikot
Semua ucapan terima kasih itu seakan menunjukkan Hollywood tunduk pada Pemerintah China.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Penantian lama penayangan film animasi Mulan tahun 1998 yang diproduksi ulang menjadi film live action oleh Walt Disney Co. sepertinya akan tak berujung. Ajakan untuk memboikot film ini melalui #BoycottMulan menguat antara lain karena ternyata sebagian proses syuting dilakukan di Xinjiang, China, wilayah di mana masyarakat Muslim China kerap mengalami kekerasan.
Bukan hanya itu. Film yang biaya produksinya mencapai 200 juta dollar AS dan berkisah tentang pejuang China legendaris bernama Mulan itu sudah terbelit kontroversi politik setelah aktris pemeran Mulan, Liu Yifei, berpihak pada aparat kepolisian Hong Kong bahkan mendukung upaya aparat melawan gelombang aksi protes kelompok prodemokrasi di Hong Kong tahun lalu.
Kemarahan masyarakat muncul ketika mereka melihat deretan nama yang diberi ucapan terima kasih di film yang ditayangkan di Disney+ channel, pekan lalu.
Para penonton melihat ada delapan entitas di Xinjiang, termasuk Biro Keamanan Masyarakat di Turpan, Xinjiang Timur, yang masuk dalam deretan nama ”ucapan terima kasih”.
Padahal di lokasi itu banyak ditemukan kamp pengasingan. Ada pula ucapan terima kasih untuk Departemen Propaganda Partai Komunis China (PKC) di Xinjiang.
Semua ucapan terima kasih itu seakan menunjukkan Hollywood tunduk pada Pemerintah China. Ini yang membuat masyarakat China, terutama kelompok-kelompok pejuang hak asasi manusia, akademisi, dan wartawan, heran karena otoritas China kerap melakukan kekerasan pada warga Muslim Uighur dan Kazakh di Xinjiang seperti dimasukkan ke kamp pengasingan, mempekerjakan secara paksa, memaksakan sterilisasi, dan membatasi pergerakan warga serta membatasi kegiatan keagamaan mereka.
Terulang
Isaac Stone Fish, senior fellow dari lembaga kajian Asia Society, menilai film Mulan menjadi film produksi Disney yang paling problematik sejak Song of the South tahun 1946, film yang memuliakan kehidupan perkebunan sebelum peperangan.
Badiucao, seniman China yang kini tinggal di Melbourne, Australia, saat ini sedang menggambar kartun baru yang menyindir dengan menggambarkan Mulan sebagai penjaga di salah satu kamp pengasingan di Xinjiang.
”Tidak ada alasan. Sudah jelas, kok, semua bukti-bukti kekerasan yang terjadi di Xinjiang,” ujarnya.
Dengan meluasnya ajakan boikot, film ini jelas akan semakin sulit ditayangkan ke bioskop yang sedianya dimulai Maret lalu. Penayangan ditunda karena pandemi Covid-19. Karena hambatan Covid-19 itu, Disney mengumumkan film itu akan ditayangkan langsung ke rumah-rumah di negara-negara, mulai Jumat lalu.
Apa yang terjadi pada film Mulan ini sebenarnya tidak mengherankan mengingat Hollywood kerap dituduh munafik dan bermuka dua jika terkait dengan Pemerintah China.
Pada Agustus lalu, kelompok antipenyensoran, Pen America, memublikasikan laporan yang menyebutkan penulis skenario, produser, dan sutradara dari dulu sering mengubah skenario, menghapus adegan, bahkan mengubah isi film hanya agar China tidak tersinggung.
Beberapa adegan yang dihapuskan adalah bendera Taiwan yang terpasang di jaket Tom Cruise dalam film Top Gun: Maverick sampai mengganti cerita China sebagai sumber virus zombi dalam film World War Z tahun 2013. Isu-isu sensitif seperti Taiwan, Tibet, politik Hong Kong, Xinjiang, dan penggambaran karakter LGBT kerap dihindari.
Sebenarnya ajakan memboikot film ini melalui tagar #BoycottMulan dan #BanMulan sudah meluas beberapa pekan terakhir di Hong Kong, Thailand, dan Taiwan. Aktivis-aktivis di tiga wilayah itu kerap mengkritik Pemerintah China melalui online. (REUTERS/AFP/AP)