Soliditas dan kolektivitas ASEAN menjadi sorotan menyusul minimnya langkah konkret bersama dalam menangani pandemi Covid-19.
Oleh
MH SAMSUL HADI & MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para menteri luar negeri ASEAN akan membahas perluasan peran sentral ASEAN, terutama terkait upaya memastikan bahwa Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara itu terus menjadi kunci penggerak utama dalam kerja sama perdamaian, stabilitas, kerja sama, dan kemakmuran di kawasan.
Kesolidan dan kolektivitas ASEAN menjadi sorotan menyusul minimnya langkah konkret bersama, misalnya, dalam menangani pandemi Covid-19.
Akibat pandemi Covid-19, pertemuan Menlu ASEAN (AMM) akan digelar virtual di bawah koordinasi Vietnam, selaku Ketua ASEAN tahun ini, mulai Rabu (9/9/2020) hingga Sabtu (12/9/2020). Dalam wawancara dengan kantor berita Reuters, Selasa (8/9/2020), Menlu RI Retno LP Marsudi mengatakan, Indonesia akan mengangkat isu pengungsi Rohingya yang pekan ini kembali terdampar di Indonesia.
Deputi Menlu Vietnam Nguyen Quoc Dung di Hanoi mengungkapkan, AMM akan dibuka Rabu pagi ini. Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc dijadwalkan menyampaikan pidato dalam sesi pembuka. Sejumlah isu telah diagendakan dibahas, termasuk kerja sama pengendalian Covid-19 dan langkah pemulihan akibat pandemi itu.
”Para menteri luar negeri ASEAN akan membahas langkah membangun Komunitas ASEAN serta kerja sama dalam menangani dan mengendalikan pandemi ataupun pemulihan pascapandemi, serta sejumlah isu kawasan dan internasional lainnya,” kata Nguyen Quoc Dung, seperti dikutip laman ASEAN di bawah Keketuaan Vietnam.
Pengamat menyebut pandemi Covid-19 mengungkap kelemahan ASEAN, yang sebenarnya sudah lama terjadi. Deklarasi, nota kesepahaman, dan seremonial terlihat lebih menonjol ketimbang kerja sama praktis dan membuahkan hasil nyata yang bisa dinikmati rakyat di negara-negara ASEAN.
Dafri Agussalim, dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mengatakan, agar ASEAN bisa bertahan, para pemimpin negara-negara ASEAN diharapkan bisa membahas ulang prinsip- prinsip yang menjadi dasar ASEAN.
”Ada sesuatu yang harus dibahas ulang tentang ASEAN, terutama tentang prinsip regionalisme,” kata Dafri saat dihubungi, Selasa.
”Kondisi seperti pandemi ini terlihat sekali ASEAN tidak hanya gagap, tetapi juga tidak responsif melakukan suatu tindakan yang nyata dan praktis,” ujar Dafri.
Dia mengungkapkan, ketika pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, termasuk negara-negara anggota ASEAN, yang muncul adalah sifat dasar, yaitu individualisme, sebagai bentuk realisme politik.
Keselamatan rakyat di negara masing-masing lebih dipentingkan oleh negara-negara ASEAN ketimbang keselamatan bersama melalui langkah yang dikoordinasikan oleh ASEAN.
Menurut Dafri, realisme politik di antara negara-negara ASEAN terjadi karena karakter kerja sama di antara negara-negara anggota sebatas formalitas dalam bentuk aturan-aturan yang sangat longgar.
”Ketika muncul hal seperti ini, pandemi Covid-19, negara-negara ASEAN tidak siap. Memang ada kesepakatan-kesepakatan tentang kerja sama keamanan non-tradisional, tetapi tidak pernah terbayangkan kondisi seperti sekarang ini,” kata pengampu Pusat Studi ASEAN UGM itu.
Kepada wartawan di Hanoi, Nguyen Quoc Dung mengungkapkan, selain isu terkait kerja sama penanganan pandemi, AMM juga membahas isu-isu lain, seperti negosiasi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), negosiasi Kode Tata Berperilaku di Laut China Selatan (COC), dan lain-lain.
Pertemuan juga membahas proposal Kolombia dan Kuba yang mendaftarkan untuk mengaksesi pada Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (TAC).
Isu Rohingya
Menlu Retno dalam wawancara dengan kantor berita Reuters mengungkapkan rencana Indonesia mengangkat isu pengungsi Rohingya. Senin lalu, Indonesia kembali kedatangan 295 pengungsi Rohingya yang terdampar di Lhokseumawe, Aceh.
Mereka dilaporkan melarikan diri dari kamp-kamp penampungan mereka di Bangladesh setelah mengungsi dari tempat asal di Myanmar. Negara-negara ASEAN lainnya menolak kedatangan mereka.
”Sangat penting terus berbicara dengan Myanmar tentang penyiapan repatriasi yang aman, bermartabat, dan sukarela. Sampai sekarang tak ada kemajuan (soal itu),” ujar Retno, Selasa. ”Menyangkut isu kemanusiaan, kami benar- benar berharap negara-negara lain mau memberikan bantuan. Masalah ini bukan hanya tanggung jawab dua negara.”
Retno juga mengingatkan pada dua negara adidaya, AS dan China, untuk tidak menyeret Indonesia dalam pertarungan perebutan pengaruh di kawasan.
”Kami tidak ingin terjebak dalam rivalitas ini. ASEAN, Indonesia, ingin menunjukkan pada semua bahwa kami siap menjadi mitra. Kami tak ingin terjebak pada rivalitas (AS-China) ini,” kata Retno. (REUTERS)