Jelang KTT Liga Arab, Palestina Melunak Terkait Normalisasi UEA-Israel
Sikap kepemimpinan Palestina soal normalisasi hubungan Uni Emirat Arab dengan Israel melunak. Negara-negara Arab kemungkinan menyikapi isu normalisasi itu secara berbeda dalam pertemuan Liga Arab di Kairo.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
RAMALLAH, RABU — Sikap pemimpin Palestina terhadap normalisasi hubungan Uni Emirat Arab dan Israel mulai melunak menjelang pertemuan Liga Arab di Kairo, Mesir, Rabu (9/9/2020). Isu normalisasi UEA-Israel juga diperkirakan akan disikapi berbeda oleh negara-negara Arab.
Dalam rancangan resolusi yang diusulkan utusan khusus Palestina yang salinannya diperoleh kantor berita Reuters, tidak tercantum adanya seruan kecaman atau penentangan terhadap langkah UEA tersebut. Pada Selasa (8/9/2020), Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga mengeluarkan instruksi berisi larangan mengeluarkan pernyataan atau tindakan yang menyinggung para pemimpin Arab, termasuk penguasa UEA.
Kantor berita Palestina, Wafa, juga melaporkan, Juru Bicara Presiden Palestina, Nabil Abu Rudeineh, menyampaikan bahwa Presiden Mahmoud Abbas tidak akan terima penghinaan atas simbol negara-negara Arab, termasuk UEA.
Abu Rudeineh mengatakan, presiden menekankan pentingnya menjaga hubungan persaudaraan yang baik dengan semua negara Arab atas dasar saling menghormati, dan semua negara Arab harus mematuhi Insiatif Damai Arab tahun 2002.
Normalisasi hubungan Israel-UEA yang difasilitas Amerika Serikat diumumkan pada 13 Agustus lalu. Ini merupakan kesepakatan pertama antara negara Arab dan Israel dalam 20 tahun terakhir. Kesepakatan ini juga terjalin, antara lain, karena ketakutan akan pengaruh Iran. UEA merupakan negara Arab ketiga yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel setelah Mesir dan Jordania.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump menggambarkan kesepakatan itu sebagai sesuatu yang bersejarah dan mendorong negara Arab lainnya untuk juga melakukan hal yang sama dengan UEA. Para pemimpin UEA mengatakan bahwa kesepakatan itu menunda rencana Israel menduduki Tepi Barat.
Draf resolusi
Rancangan resolusi dari Palestina yang akan dibahas para menteri luar negeri negara Arab itu menyatakan, pengumuman Israel-AS-UEA ”tidak mengurangi konsensus Arab atas perjuangan Palestina, perjuangan Palestina adalah perjuangan seluruh bangsa Arab”.
”Pengumuman trilateral itu tidak mengubah prinsip utama Arab berdasarkan pada fakta bahwa solusi dua negara di perbatasan tahun 1967 adalah satu-satunya cara mencapai perdamaian di Timur Tengah,” demikian rancangan resolusi itu menyebutkan.
Nada rancangan resolusi itu berbeda dengan apa yang disampaikan Abbas pada 13 Agustus lalu saat UEA dan Israel mengumumkan jalinan hubungan diplomatik di antara kedua negara. Saat itu, Abbas menyebut kesepakatan itu sebagai ”pengkhianatan” dan ”menusuk dari belakang perjuangan rakyat Palestina”.
Pertemuan Liga Arab, Rabu ini, akan fokus pada perjuangan Palestina menyusul normalisasi hubungan Israel-UEA. Para analis memperkirakan, tidak seperti biasanya satu suara, negara-negara Arab akan terbelah soal ini.
Sebelum pertemuan virtual itu dimulai, situasi yang tidak menguntungkan sudah dirasakan Palestina. Seperti dilaporkan Al Jazeera, pada Minggu (6/9/2020), otoritas Palestina menuduh UEA dan Bahrain tidak mendukung rancangan resolusi yang menyerukan negara-negara Arab untuk mematuhi Inisiatif Damai Arab tahun 2002 sebelum menormalisasi hubungan dengan Israel.
Inisiatif Damai Arab yang diajukan oleh Arab Saudi itu mengajukan syarat untuk membangun hubungan dengan Israel, yakni penarikan Israel dari wilayah-wilayah yang diduduki pada Perang Arab-Israel tahun 1967, solusi yang adil bagi pengungsi Palestina, dan Jerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina.
Anggota senior otoritas Palestina dari faksi Fatah, Hussein Hamayel, menyebutkan, penentangan Bahrain terhadap rancangan resolusi ”menempatkan mereka ada di pihak musuh negara-negara Arab dan Muslim”.
”Perjuangan Palestina secara tradisional menjadi tema pemersatu Liga Arab. Tahun ini sepertinya malah menjadi penyebab perpecahan, menjadikan Liga Arab semakin tidak relevan untuk menyelesaikan persoalan dunia Arab sendiri,” ujar Andreas King, Asisten Profesor Kajian Keamanan di King’s College, London.
Andreas menambahkan, mosi yang akan diajukan oleh kepemimpinan Palestina kemungkinan tidak akan mendapat dukungan oleh sejumlah negara Teluk. ”Meski mungkin tidak ada negara Arab yang segera menormalisasi hubungannya secara formal dengan Israel, akan ada lebih banyak hubungan dan interaksi dengan Israel yang tidak lagi terikat pada perjuangan Palestina,” ujar King.
”Bagi UEA, Bahrain dan Sudan, konflik Arab-Israel telah diturunkan derajatnya pada level masalah Israel-Palestina yang seharusnya tidak jadi hambatan jalinan hubungan bilateral dengan Israel,” lanjut King. (REUTERS)