Ekspor Tumbuh, China Dorong Kemandirian Ekonomi Domestiknya
Importir China mendapat keuntungan dari penurunan harga minyak global dan banyak barang lainnya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
BEIJING, SENIN — Ekspor China terdata tumbuh lebih tinggi pada Agustus lalu dibandingkan dengan gapaian yang sama pada bulan sebelumnya. Hal itu menggambarkan proses pemulihan perekonomian negara itu di tengah pandemi Covid-19. Namun, di tengah kondisi yang tidak menentu saat-saat ini, negara dengan perekonomian terbesar kedua itu dilaporkan cenderung bakal memperkuat kemandirian ekonominya.
Data bea dan cukai China menunjukkan ekspor negara itu naik 9,5 persen secara tahunan pada Agustus menjadi 235,2 miliar dollar AS. Catatan ekspor itu naik dari pertumbuhan sebesar 7,2 persen pada Juli. Impornya terdata turun 2,1 persen menjadi 176,3 miliar dollar AS. Tingkat kontraksi impor China itu naik dibandingkan penurunan pada Juli yang mencapai 1,4 persen.
Eksportir China mendapatkan keuntungan dari pembukaan kembali ekonomi negara itu. Pemerintah China relatif lebih awal melakukan hal itu, justru di saat negara-negara lain masih berkutat pada upaya pengendalian Covid-19. Penutupan wilayah berdampak langsung pada data perekonomian negara-negara itu.
Dalam hubungan dagang antarnegara, ekspor China ke Amerika Serikat (AS) naik 20 persen menjadi 44,8 miliar dollar AS. Kenaikan itu terjadi sekalipun terdapat kenaikan tarif yang diberlakukan oleh Washington dalam perselisihan dagang kedua negara atas ambisi Beijing di sektor teknologi dan data surplus perdagangannya. Impor barang-barang dari AS ke China terdata juga naik, sebesar 2 persen menjadi 10,5 miliar dollar AS.
Julian Evans-Pritchard dari lembaga Capital Economics menilai, catatan terbaru ekspor China sebagian besar disebabkan oleh harga yang lebih rendah dan perbandingan dengan ekspor yang relatif lemah pada bulan Agustus tahun lalu. Evans-Pritchard memperkirakan volume barang yang diekspor naik 9,7 persen dari tahun sebelumnya, sementara volume impor naik 9,5 persen.
Eksportir lain mendapat keuntungan dari peningkatan permintaan China atas barang-barang mereka. Ini setelah ekonomi negara itu berbalik menjadi positif menjadi 3,2 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya pada triwulan II-2020. Produk domestik bruto China pada triwulan sebelumnya turun 6,8 persen, sebuah penurunan terdalam setidaknya sejak pertengahan 1960-an.
Eksportir lain mendapat keuntungan dari peningkatan permintaan China atas barang-barang mereka.
Di tengah kenaikan ekspor secara nasional, ekspor China ke-27 negara Uni Eropa turun 20,1 persen dari tahun sebelumnya menjadi 35,7 miliar dollar AS. Impor barang-barang Eropa ke China turun 29,7 persen menjadi 22,5 miliar dollar AS. Wilayah UE adalah pasar luar negeri terbesar bagi China.
Data surplus perdagangan global China membengkak 72 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada Agustus. Nilainya menjadi 58,9 miliar dollar AS. Namun, dilihat dari nilainya, terjadi penurunan dari capaian senilai 62,3 miliar pada Juli 2020.
Importir China mendapat keuntungan dari penurunan harga minyak global dan banyak barang lainnya karena permintaan yang lemah yang disebabkan oleh penutupan wilayah terkait pandemi Covid-19.
Ekspor yang tumbuh pesat termasuk jaringan terintegrasi, telepon seluler, pemroses data otomatis, dan peralatan rumah tangga. Iris Pang dari ING dalam sebuah laporan menyatakan, hal itu menunjukkan China masih memiliki beberapa mitra dagang yang bersedia mengimpor teknologi China meskipun ada ketegangan perdagangan dengan Washington.
Namun, Pang memperingatkan, eksportir barang-barang berteknologi tinggi asal China mungkin menghadapi masalah karena Washington memperketat pembatasan akses ke komponen AS.
Washington telah memutus pasokan komponen Amerika untuk perusahaan termasuk merek teknologi paling terkemuka di China, Huawei Technologies Ltd. Pemerintah Trump melobi Eropa dan sekutu lainnya untuk menghindari teknologi China saat mereka meningkatkan ke jaringan telekomunikasi generasi berikutnya.
”Ini dapat memengaruhi ekspor produk dan jasa teknologi dalam beberapa bulan mendatang,” kata Pang.
Media The New York Times menilai, China bakal cenderung memperkuat ekonomi domestiknya di tengah kondisi kepastian akibat pandemi Covid-19. Hal itu dinilai tergambar dalam pernyataan-pernyataan langsung dan tak langsung oleh Pemimpin China Xi Jinping.
Permintaan yang melemah secara global hingga dinamika hubungan China dengan negara-negara di dunia juga ikut memengaruhi pandangan Beijing.
China membutuhkan rakyatnya untuk membelanjakan lebih banyak dan produsennya menjadi lebih inovatif, kata Xi, untuk mengurangi ketergantungan pada ekonomi asing yang berubah-ubah. Media-media resmi China mewartakan negara itu harus siap untuk berhadap-hadapan dalam dinamika konflik dengan AS. Hal-hal itu dinilai dapat berimbas negatif bagi konsumen dan investor ke China.
Dunia telah memasuki periode turbulensi dan transformasi.
”Dunia telah memasuki periode turbulensi dan transformasi,” kata Xi dalam sebuah audiensi dengan para ekonom China terkemuka yang dibawa ke markas Partai Komunis di pusat kota Beijing, akhir bulan lalu.
”Kita menghadapi lingkungan eksternal dengan lebih banyak guncangan dan arus berlawanan.” Ia pun meminta negaranya membuat terobosan dalam teknologi inti secepat mungkin.
Xi menyebut inisiatif barunya sebagai strategi ”sirkulasi ganda”. China harus mengandalkan siklus permintaan domestik dan inovasi yang kuat sebagai pendorong utama ekonomi sambil mempertahankan pasar asing dan investor sebagai mesin pertumbuhan kedua. Bagi sebagian orang, inisiatif terbaru Xi itu tampak seperti kebangkitan kembali upaya lama dalam merombak ekonomi China.
Para pemimpin China telah berjanji sejak setidaknya tahun 2006 untuk membuat belanja konsumen domestik menjadi bagian yang lebih besar daripada aktivitas ekonomi. Beijing berupaya mengurangi ketergantungan pada ekspor dan pembangunan infrastruktur, dengan tingkat keberhasilan yang beragam.
Namun, strategi baru Xi itu menuntut tanggapan yang serius meskipun implikasinya masih kabur. Dia menganggapnya sebagai keharusan keamanan untuk menjaga China tumbuh di era turbulensi global, dan urgensi geopolitik baru akan meningkatkan tekanan pada pejabat untuk menunjukkan hasil yang diharapkan. (AP)