Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud menegaskan posisi resmi Arab Saudi terkait isu normalisasi dengan Israel. Dia menekankan kembali keadilan bagi Palestina.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Posisi resmi itu ditegaskan Raja Salman saat berbicara via telepon dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Minggu (6/9/2020). Seperti dilansir kantor berita Arab Saudi, SPA, selain menyampaikan penghargaan terhadap langkah AS mengupayakan perdamaian, Raja Salman juga menegaskan kembali keinginan kuat Arab Saudi mencapai solusi yang adil dan permanen terkait Palestina guna menghadirkan perdamaian sebagai titik awal perwujudan Inisiatif Damai Arab.
Pernyataan Raja Salman itu terlontar di tengah perkembangan terbaru di kawasan, terkait normalisasi hubungan Uni Emirat Arab (UEA) dengan Israel, pada 13 Agustus 2020. Setelah UEA, negara Arab ketiga setelah Mesir dan Jordania, menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, muncul pertanyaan dan spekulasi tentang apakah langkah itu akan diikuti oleh negara Arab lainnya, termasuk Arab Saudi.
Bagi AS dan Israel, sikap Arab Saudi adalah kunci. Kalau Riyadh dapat dibujuk dan diyakinkan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, niscaya tidak sulit mengajak negara Arab lainnya merajut hubungan serupa. Pekan lalu, Riyadh memutuskan mengizinkan wilayah udaranya dilewati maskapai UEA dalam penerbangan antara UEA dan Israel. Belakangan, langkah itu diikuti Bahrain.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan menyebutkan, posisi Riyadh tak berubah meski mengizinkan pesawat UEA ke Israel melintasi Arab Saudi. Perdamaian dengan Israel harus dilakukan dalam kerangka solusi dua negara dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
Sikap ini detail dijabarkan dalam Inisiatif Damai Arab 2002, yang kerap disebut ”tanah untuk perdamaian”. Negara Arab setuju berdamai dengan Israel asalkan Israel mundur dari daerah yang diduduki sejak 1967 dan Jerusalem Timur jadi ibu kota Palestina.
Isu lain, misalnya, terkait pengungsi Palestina yang tersebar di beberapa negara. Hal itulah lebih kurang ”keadilan bagi Palestina” yang dimaksudkan Raja Salman (Kompas, 8/9/2020).
Melalui pernyataan itu, Raja Salman seperti ingin menyampaikan kepada masyarakat internasional bahwa Arab Saudi berbeda dari UEA, yang menjadikan isu Palestina—rencana perluasan aneksasi Israel ke wilayah Tepi Barat—sebagai salah satu dalih resmi dalam normalisasi hubungan dengan Israel. Di sisi lain, Riyadh tetap menjaga hubungan dengan mitranya, UEA. Selama Raja Salman masih berkuasa, posisi Arab Saudi diperkirakan tidak akan berubah dari posisi dalam Inisiatif Damai Arab tahun 2002.
Meski demikian, masih menjadi tanda tanya besar andaikata tongkat kepemimpinan secara resmi beralih ke Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman. Penting kiranya Raja Salman menanamkan prinsip Inisiatif Damai Arab pada putra mahkota atau calon penggantinya itu agar Arab Saudi tidak mudah tergoda menormalisasi hubungan dengan Israel tanpa adanya jaminan keadilan bagi Palestina.