Inggris Ancam Gagalkan Perundingan Brexit dengan Uni Eropa
Rencana Inggris itu dinilai untuk merusak perjanjian keluarnya Inggris dari UE. Kecaman dari kubu oposisi pun menyeruak atas gagasan tersebut. Brussels juga terkejut.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
LONDON, SENIN — Negosiasi perdagangan terkait proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit memasuki krisis baru, Senin (7/9/2020). Inggris mengancam menggagalkan perundingan jika UE tidak menyetujui kesepakatan perdagangan bebas hingga 15 Oktober 2020. London bahkan dilaporkan merencanakan sebuah undang-undang baru guna mengganti bagian dari perjanjian Brexit.
Surat kabar Financial Times melaporkan, pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson merencanakan UU domestik yang akan mempermudah komitmen mempertahankan perbatasan terbuka antara wilayah Irlandia Utara, yang masuk teritori Inggris Raya, dan Irlandia, anggota UE. Jaminan perbatasan adalah bagian penting dari perjanjian perpisahan yang mengikat secara hukum antara Inggris dan UE tahun lalu.
Jaminan tersebut dipandang penting untuk menjaga perdamaian di Irlandia Utara. Inggris meninggalkan UE pada 31 Januari 2020. Adapun periode transisi guna menyelesaikan perjanjian perdagangan kedua pihak akan berakhir pada 31 Desember 2020.
”Protokol ini adalah syarat untuk memelihara perdamaian dan untuk melindungi integritas pasar tunggal. Ini juga prasyarat bagi kepercayaan di antara kami karena segala sesuatu yang telah ditandatangani di masa lalu harus dihormati,” kata juru runding UE, Michel Barnier, kepada salah satu radio Perancis, Prancis Inter.
Para diplomat UE pantas terkejut dengan rencana London. Brussels memperingatkan bahwa langkah seperti itu bisa menodai nama baik Inggris secara global dan menimbulkan kekacauan saat Inggris benar-benar keluar dari UE pada akhir tahun ini. Para pelaku pasar keuangan juga langsung bereaksi dengan warta itu. Nilai tukar poundsterling turun hingga 0,5 persen terhadap dollar AS dan euro pada awal pekan ini.
Tanpa kesepakatan, perdagangan Inggris-UE senilai hampir 1 triliun dollar AS berada dalam ketidakpastian. Hal itu mencakup aturan segala hal, mulai dari suku cadang mobil dan obat-obatan hingga buah dan data. Pemerintah Inggris telah menetapkan batas waktu untuk mencapai kesepakatan, yakni 15 Oktober.
”Jika kita tidak bisa setuju saat itu, saya tak melihat akan ada perjanjian perdagangan bebas di antara kita, dan kita harus menerima itu dan melanjutkannya,” kata Johnson.
Dikecam
Beberapa anggota pendukung Brexit dari Partai Konservatif yang berkuasa di Inggris menilai Inggris harus kontra terhadap perjanjian Brexit dengan UE. Di mata mereka, perjanjian itu justru menyimpan risiko bahaya secara konstitusional bagi Inggris, sekalipun kedua belah pihak mengamankan kesepakatan kemitraan di masa depan pasca-Brexit.
Mereka mengacu pada Pasal 184 dari perjanjian itu. Isinya mengikat kedua belah pihak untuk menggunakan ”upaya terbaik mereka, dengan itikad baik dan dengan penuh hormat atas perintah hukum masing-masing” dalam mengamankan perjanjian hubungan di masa depan. Dalam pandangan para politisi itu, pihak UE justru belum melakukannya.
Rencana London itu pun dinilai untuk merusak perjanjian keluarnya Inggris dari UE. Ini menjadi gagasan yang baru saja muncul dan dibahas di London. Kecaman menyeruak atas gagasan itu dari oposisi. Brussels juga terkejut.
”Jika Inggris memilih tidak menghormati kewajiban internasionalnya, itu akan merusak kedudukan internasionalnya,” kata sumber dari kalangan diplomat UE. ”Siapa yang ingin menyetujui kesepakatan perdagangan dengan negara yang tidak menerapkan perjanjian internasional? Sungguh sebuah strategi yang putus asa dan merugikan diri sendiri.”
Para pemimpin Partai Sinn Fein dan SDLP Irlandia Utara, dua kelompok nasionalis Irlandia terbesar di kawasan yang dikuasai Inggris, juga mengkritik rencana pemerintah tersebut. Hal itu terungkap dalam liputan Financial Times.
Pemerintah Inggris tidak menanggapi hal itu secara langsung. Menteri Lingkungan Inggris George Eustice mengatakan bahwa mungkin ada beberapa ”ambiguitas hukum” yang perlu dirapikan atas protokol Irlandia Utara. ”Kami memiliki Perjanjian Penarikan, dan hal itu termasuk Protokol Irlandia Utara, dan kami berkomitmen untuk melaksanakannya,” katanya kepada radio BBC.
Eustice mengungkapkan, negosiasi Inggris-UE terus berlangsung. Materi yang dibicarakan saat ini berkutat pada upaya penyelesaian sejumlah rincian teknis yang tersisa, terutama tentang protokol kerja sama dan kajian perlu tidaknya sebuah UU untuk memberikan kepastian hukum. ”Tujuan kami masih sama dengan yang ingin dicapai,” katanya.
Barnier menegaskan tentang adanya kecemasan dari pihak UE. Namun, dirinya menolak mengomentari laporan Financial Times. ”Saya tetap khawatir bahwa negosiasi bakal sulit karena Inggris menginginkan yang terbaik dari kedua pihak,” kata Barnier.
Johnson sebelumnya menyatakan, jika kesepakatan kedua pihak tidak tercapai hingga batas waktu kesepakatan terlampaui waktunya, Inggris-UE akan memiliki hubungan perdagangan layaknya Inggris-Australia. Johnson menyatakan tidak ada masalah dengan hubungan seperti itu. (AP/REUTERS)