Warga Kembali Turun ke Jalan Menuntut Lukashenko Mundur
Warga Belarus menyatakan tak akan lelah menuntut sampai Presiden Alexander Lukashenko benar-benar mundur.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
MINSK, SENIN — Ratusan ribu warga Belarus kembali turun ke jalan-jalan di Minsk, ibu kota Belarus, menuntut Presiden Alexsander Lukashenko mundur, Minggu (6/9/2020) waktu setempat. Mereka mengabaikan ancaman penangkapan dan pengerahan pasukan pengamanan.
Para pengunjuk rasa berjalan menuju kediaman Lukashenko di Istana Kemerdekaan. Di sana mereka meneriakkan ”pengadilan” dan ”berapa Anda dibayar?”
Pasukan keamanan, meriam air, kendaraan lapis baja pembawa personel keamanan, dan kendaraan lapis baja pengintai dikerahkan untuk mengamankan Minsk. Meski begitu, semua lapisan warga mulai dari orangtua hingga anak-anak, pelajar, bahkan pendeta, turun ke jalan.
Banyak pengunjuk rasa yang turun membawa bendera merah putih dan juga poster. Ada yang menabuh drum dan memainkan alat musik. Banyak pengunjuk rasa yang akan tetap turun ke jalan sampai Lukashenko mundur. ”Lukashenko harus turun,” ujar Nikolai Dyatlov (32).
”Meski hujan dan ada tekanan dari otoritas, meski ditekan, lebih banyak lagi orang turun ke jalan di Minsk, Minggu kemarin,” kata tokoh oposisi Maria Kolesnikova, Senin (7/9/2020). ”Saya yakin bahwa protes akan terus berjalan hingga kami menang.”
”Lautan orang tidak bisa dihentikan oleh alat senjata, meriam air, propaganda, dan penangkapan. Mayoritas warga Belarus ingin perubahan kekuasaan yang damai dan kami tidak akan lelah menuntut ini,” kata Maria yang juga pimpinan Dewan Koordinasi yang dibentuk oleh oposisi untuk membahas transisi kekuasaan dengan Lukashenko.
Dalam sebulan terakhir Belarus dilanda unjuk rasa besar menuntut Presiden Lukashenko mundur. Demonstrasi tidak hanya terjadi di ibu kota Minsk, tetapi juga menyebar hingga ke kota-kota lain. Demonstrasi akhir pekan kemarin merupakan yang terbesar sejauh ini.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Belarus Olga Chemodanova menyebutkan, unjuk rasa pada Minggu kemarin juga terjadi di kota-kota besar lain di Belarus.
Unjuk rasa besar yang belum pernah terjadi sebelumnya pecah setelah Lukashenko yang telah berkuasa di negara eks-Uni Soviet itu selama 26 tahun mengklaim memenangi pemilihan presiden pada 9 Agustus lalu dengan perolehan suara 80 persen.
Kandidat presiden dari oposisi, Svetlana Tikhanovskaya, mengatakan, dirinya justru yang memenangi pemilu dan Lukashenko telah mencurangi pemilu. Mendapat tekanan dari otoritas, Tikhanovskaya pun meninggalkan Belarus dan tinggal di Lituania.
Aparat keamanan pun menahan ribuan pemrotes. Mereka menuduh polisi telah memukuli dan menyiksanya. Beberapa orang meninggal dalam protes selama ini.
Saat para pengunjuk rasa mulai membubarkan diri secara bertahap Minggu malam, beredar foto-foto yang memperlihatkan pria-pria sipil bertudung dan membawa tongkat mengejar dan memukulu pengunjuk rasa.
Kelompok pembela HAM, Viasna, menyebutkan, sekitar 250 pengunjuk rasa ditangkap di seluruh Belarus, termasuk 175 di antaranya dalam unjuk rasa di Minsk
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Belarus menolak mengonfirmasi data tersebut.
Sementara itu, Rusia menyatakan akan merespons setiap upaya Barat yang ”memengaruhi situasi” di Belarus. Presiden Rusia Vladimir Putin pun telah meningkatkan kemungkinan pengiriman dukungan militernya ke Belarus.
Putin sangat ingin menyatukan Rusia dan Belarus. Dalam memberikan tawaran integrasi kedua negara ini, Putin menyertakan tawaran dukungan militer bagi Belarus untuk menghadapi unjuk rasa.
Pada masa lalu, Lukashenko mengabaikan gagasan unifikasi langsung dengan Rusia dan memainkan Rusia untuk melawan Barat, tetapi kini pilihannya terbatas.
Pada Kamis lalu Lukashenko menjamu Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin dan menyampaikan bahwa kedua negara telah menyutujui sesuatu yang ”tidak bisa disepakati sebelumnya”. Ia mengatakan, dirinya berencana ”memenuhi semua kebutuhan” dengan Putin di Moskwa pekan depan.(AFP/AP)