Latihan militer China dalam waktu hanya berselang beberapa pekan mengindikasikan kenaikan suhu konflik di Asia Timur.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
BEIJING, SENIN — Di tengah meningkatnya suhu konflik kawasan, Pemerintah China mengumumkan rencananya melakukan serangkaian latihan militer di sepanjang wilayah pantai timur. Pengulangan latihan militer (back to back military drills) dalam waktu hitungan bulan adalah sebuah hal yang tidak biasa.
Badan Administrasi Keselamatan Maritim China dalam pengumumannya, Senin (7/9/2020), menyebutkan, latihan pertama akan dilakukan di sekitar Teluk Bohai, sebuah teluk tertutup di timur kota Tianjin, China.
Lokasi latihan bergeser sedikit ke selatan, tepatnya di Laut Kuning. Selama dua hari ke depan, Selasa-Rabu (8-9/9/2020), latihan tembak-menembak akan dilakukan militer China di wilayah laut tidak jauh dari Pelabuhan Liayungang, pelabuhan yang berhadapan dengan wilayah Korea Utara dan Korea Selatan.
Pelaksanaan latihan militer itu membuat Badan Administrasi Keselamatan Maritim China mengeluarkan larangan bagi kapal untuk melintas di seputar lokasi untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Pelaksanaan latihan oleh militer China hanya berselang satu dua pekan setelah mereka meluncurkan dua rudal penghancur pesawat tempurnya, yaitu rudal DF-26B dan rudal DF-21D.
Kedua rudal diluncurkan terpisah dari Provinsi Qinghai dan Provinsi Zhejiang. Rudal itu jatuh di wilayah laut yang terletak antara Provinsi Hainan dan Kepulauan Paracel, utara Vietnam.
Dua rudal itu sendiri, dikutip dari laman South China Morning Post, ditembakkan setelah pesawat pengintai milik militer Amerika Serikat, U2, melintasi kawasan no-fly zone, Selasa (25/8/2020), tanpa izin. Saat itu, militer China juga tengah melakukan latihan di lokasi yang sama, Teluk Bohai.
Sumber di militer China menyatakan, peluncuran dua rudal ini adalah sebagai respons dari makin seringnya jet tempur ataupun kapal induk AS melintas di wilayah Laut China Selatan.
”China tidak ingin negara tetangga salah memaknai peluncuran ini,” kata sumber tersebut.
Taiwan sering kali mengeluhkan semakin tingginya aktivitas militer di dekat wilayah lautnya, khususnya oleh Pemerintah China.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengingatkan kemungkinan terjadi eskalasi konflik secara tidak sengaja dengan banyaknya aktivitas militer di wilayahnya dan juga kawasan Laut China Selatan. Dia meminta semua pihak untuk menahan diri agar tidak salah tafsir serta salah perhitungan.
Peringatan itu dikeluarkan Presiden Tsai setelah China menyatakan kemarahannya atas kunjungan Menteri Kesehatan Amerika Serikat Alez Sazar ke Taiwan.
China menuding AS melanggar komitmen ”Satu China” dengan kedatangan pejabat negara AS secara resmi ke wilayah yang diklaim China masuk dalam wilayahnya.
Pascakunjungan Sazar ke Taiwan, Angkatan Udara China mengirimkan dua jet tempur mereka mendekati wilayah udara Taiwan. Namun, mereka berhasil diusir patroli udara Taiwan tanpa insiden yang berarti.
Dikutip dari laman CNN, Penasihat Senior Keamanan dan Perlucutan Senjata Pemerintah China Xu Guangyu mengatakan, setiap tindakan yang dilakukan militer China merupakan tanggapan aksi militer AS di wilayah itu.
Dia mengingatkan, militer China bisa melangkah lebih jauh apabila militer AS melakukan tindakan yang provokatif di kawasan.
”Jika AS melangkah lebih jauh, militer China dapat mengambil lebih banyak tindakan balasan, termasuk latihan peluru kendali langsung di timur pulau Taiwan dan dekat Guam,” kata Guangyu.
Mayor Randy Ready, juru bicara Komando Indo-Pasifik AS di Hawaii, mengatakan, militer AS tidak akan berspekulasi tentang sebuah rencana latihan yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Amerika Serikat telah menegaskan tidak akan mundur dari kawasan Pasifik. Menteri Pertahanan Mark Esper menyatakan, mereka memiliki kewajiban untuk berada di kawasan Indo-Pasifik. (REUTERS)