Perdamaian di Afghanistan akan terwujud apabila semua pihak yang terkait betul-betul berkomitmen untuk mewujudkannya bersama-sama.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
Pemerintah Afghanistan telah membebaskan semua anggota kelompok Taliban seperti yang diinginkan oleh kelompok bersenjata itu. Semua tahanan, termasuk tujuh ”tahanan khusus” dari sekitar 400 orang yang masuk dalam daftar hitam kejahatan, kini telah menghirup udara bebas. Bahkan, dibutuhkan ”mandat khusus” dari sebuah lembaga tradisional, Loya Jirga, agar pemerintah memiliki kekuatan dalam pengambilan keputusan itu.
Yang ditunggu-tunggu sekarang adalah dimulainya perundingan intra-Afghanistan antara kedua pihak, Taliban dan Pemerintah Afghanistan. Tambahan syarat oleh salah satu pihak, khususnya Taliban, akan mengakibatkan perundingan terhenti lagi. Seharusnya perundingan ini dimulai sejak 10 Maret lalu, sesuai kesepakatan Taliban dengan Pemerintah Amerika Serikat.
Pemerintahan Ashraf Ghani tidak memiliki peluang untuk ”bermain-main” dengan nota kesepahaman damai 29 Februari 2020 yang ditandatangani Pemerintah Amerika Serikat dan kelompok Taliban. Pemerintahan Afghanistan, kasarnya, hanya menjadi penonton dan tidak kuasa merundingkan apa pun. Padahal, Pemerintah Afghanistan memiliki peran penting karena perdamaian akan dilaksanakan di wilayah yang dikuasainya.
Ketika pemerintah enggan, kekerasan bersenjata mengancam jiwa tidak hanya polisi dan anggota militer, tetapi juga rakyat Afghanistan. Jarang terdengar oleh media lokal dan internasional, ada serangan bersenjata yang menewaskan pasukan AS atau pasukan koalisi setelah perundingan damai. Yang sering kali terdengar adalah tewasnya warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, serta polisi dan anggota militer Afghanistan. Taliban tidak berperang lagi dengan militer asing, tetapi dengan keluarganya sendiri.
Kondisi ini yang dikritik banyak kalangan bahwa nota kesepahaman damai 29 Februari 2020 itu merupakan kesepakatan yang timpang. Bahkan, sebenarnya itu tidak bisa disebut sebagai kesepakatan damai karena tidak ada tanda tangan pemegang amanat rakyat berdasarkan hasil pemilu, Pemerintah Afghanistan.
Tidak hanya soal kekerasan bersenjata, yang tidak terlihat di permukaan adalah komitmen Taliban agar tidak menjadikan wilayah Afghanistan sebagai wilayah payung bagi kelompok-kelompok teroris lain. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperlihatkan bahwa selama beberapa bulan terakhir telah terjadi migrasi ribuan anggota kelompok bersenjata dari negara tetangga ke wilayah ini. Tidak hanya sebatas anggota di lapangan, tetapi juga para ”ahli perang”.
Tidak ada parameter yang jelas untuk memastikan komitmen Taliban agar tidak menjadikan wilayah ini sebagai safe haven bagi kelompok teroris, seperti Al Qaeda atau Negara Islam di Irak dan Suriah. Tidak ada pernyataan penolakan secara resmi bagi kelompok-kelompok ini oleh Taliban ataupun mekanisme lain yang bisa digunakan serta bisa dilihat untuk mengukur kepatuhan Taliban atas substansi nota kesepakatan damai Doha. Bahkan, tidak disebutkan dalam nota kesepahaman soal pemusnahan senjata sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan kekerasan bersenjata yang lazim terjadi ketika sebuah wilayah bertransisi menuju damai.
Nota kesepahaman damai tidak merangkum semua hal yang dibutuhkan bagi para pihak berkonflik untuk memasuki proses perdamaian yang sesungguhnya. Gencatan senjata secara permanen, termasuk pemusnahan senjata kelompok Taliban, penghormatan terhadap hak perempuan dan kelompok marjinal, transisi anggota Taliban untuk kembali dalam kehidupan masyarakat, serta transisi politik hingga komitmen untuk tidak menjadikan Afghanistan sebagai safe haven bagi kelompok teroris, adalah komitmen yang harus dipenuhi kelompok Taliban.
Mengutip Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Afghanistan Deborah Lyons, ”Pada akhirnya negosiasi harus menjawab berbagai pertanyaan mendalam dan mendasar, gambaran ideal negara seperti apa yang diinginkan rakyat Afghanistan ataupun lainnya. Hal ini hanya bisa ditangani sesama rakyat Afghanistan. Solusi tidak akan ditemukan di medan perang. Tidak juga bisa dipaksakan dari luar.”