Kenaikan pajak dan kekhawatiran atas peluang usaha masa depan di tengah pandemi Covid-19 membuat perekonomian Arab kembali melambat. Sebelum pandemi, Arab sudah terpukul oleh penurunan harga minyak.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
ABU DHABI, MINGGU — Setelah menunjukkan perbaikan pada Juni-Juli 2020, perekonomian tiga negara utama di kawasan Arab kembali merosot. Pola itu mengindikasikan Arab akan butuh waktu lebih lama untuk memulihkan perekonomiannya.
Kinerja perekonomian tecermin dari Purchasing Managers Index (PMI) di sejumlah negara dan kawasan. PMI menunjukkan kondisi industri dengan indeks di atas 50 mencerminkan pertumbuhan, dan sebaliknya, industri berindeks di bawah 50 mengindikasikan penurunan.
Di sejumlah negara, PMI antara lain dipantau HIS Markit yang mencatat Uni Emirat Arab di 50,4 poin pada Juni dan 50,8 poin pada Juli. Sayangnya, sebagaimana dilaporkan Bloomberg, PMI UEA turun ke 49,4 poin pada Agustus 2020. Para responden IHS Markit di UEA juga merasa pesimistis akan peluang hingga setahun ke depan.
Sementara di Arab Saudi, penurunan PMI lebih banyak, yakni dari 50 poin pada Juli menjadi 48,8 poin pada Agustus 2020. Adapun PMI Mesir turun tipis dari 49,6 poin pada Juli menjadi 49,4 poin pada Agustus 2020.
Perekonomian yang membaik lalu kembali memburuk menunjukkan gejala pemulihan dengan pola huruf W. Pola itu terjadi ketika perekonomian suatu negara mendadak menurun, lalu pulih sedikit.
Pada tengah tahapan pemulihan, perekonomian negara tersebut kembali merosot sebelum kembali memulai tahap pulih sepenuhnya. Sejarah mencatat, pola seperti itu akan membutuhkan waktu bertahun-tahun bagi perekonomian untuk pulih. Pola itu juga dikenal sebagai resesi ganda.
Pola ”W” lebih buruk dari pola ”U” dan lebih baik dari pola ”L”. Seperti dilaporkan Forbes, pola ”U” terjadi apabila perekonomian mendadak merosot dan keadaan akan tetap buruk selama beberapa waktu. Setelah menemukan keseimbangan baru, perekonomian memulai tahap pemulihan. Sementara pola ”L” terjadi apabila perekonomian memburuk dan tidak pernah menunjukkan tanda pemulihan lagi. Banyak negara Afrika mengalami itu.
Faktor pemicu
Di Arab Saudi, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai menjadi salah satu penyebab aktivitas perekonomian melambat. Mulai 1 Juli 2020, pajak dinaikkan dari 5 persen menjadi 15 persen atau tiga kali lipat. Kenaikan pajak, ditambah penundaan pencairan bantuan langsung tunai (BLT), menjadi bagian dari langkah Riyadh mengatasi defisit neraca anggaran.
Bersama Abu Dhabi, Riyadh menghadapi dua ancaman serius, yakni penurunan harga minyak dan pandemi Covid-19. Pandemi membuat perekonomian terhenti sehingga permintaan minyak menurun dratis.
Langkah UEA untuk menghadapi tantangan itu, antara lain, lewat serangkaian perombakan kabinet dan lembaga. Abu Dhabi memangkas kementerian dan lembaga negara agar birokrasi lebih ligat. Langkah lanjutan perombakan itu, antara lain, dilakukan di Bank Pembangunan Emirat. Perdana Menteri UEA Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum menyetujui perombakan direksi bank itu.
Perombakan itu dilakukan untuk menunjang perubahan sistem kerja dan organisasi baru pemerintah pusat. Ke depan, bank itu akan fokus untuk pendanaan konstruksi dan perawatan rumah susun, kredit pertanian, infrastruktur, dan perekonomian berkelanjutan.
Sementara Menteri Investasi Arab Saudi Khalid al-Falih mengaku bersemangat dengan kinerja perekonomian negara. Ia yakin perekonomian Arab Saudi akan pulih dari dampak Covid-19 dan investasi asing akan kembali masuk ke negara itu.
Keoptimisan Al-Falih, sebagaimana dilaporkan Arab News, dilandaskan pada keputusan Riyadh untuk mengakhiri isolasi secara bertahap. Otoritas moneter Arab Saudi (SAMA) juga mencatat transaksi mulai naik lagi. Selain itu, ada investasi baru senilai 581 juta dollar AS.
Adapun Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed al-Jadaan menyoroti aktivitas pariwisata yang tumbuh 18 persen pada Juni 2020. Tingkat hunian hotel, yang kosong selama berbulan-bulan pada masa pandemi, mulai mendekati 100 persen. ”Dampak positif pembukaan ulang perekonomian. Kita kembali walau harus tetap berhati-hati dan bahaya masih mengintai,” ujarnya. (REUTERS)