Utang dari China setara 45 persen produk domestik bruto Laos. Tahun ini, Laos harus membayar cicilan 1,2 miliar dollar AS. Padahal, cadangan valasnya hanya 864 juta dollar AS.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
VIENTIANE, JUMAT — Laos akan menjual aset kelistrikannya kepada perusahaan yang didirikan badan usaha milik negara atau BUMN Laos dengan BUMN China. Perusahaan swasta itu juga akan membangun jaringan kabel untuk penyaluran listrik di dalam negeri dan ekspor ke negara-negara tetangga Laos. Kerja sama itu menambah utang Laos ke China hanya dari sektor kelistrikan.
BUMN kelistrikan Laos, Electricite du Laos (EDL), dan BUMN kelistrikan China, China Southern Power Grid (CSG), sepakat membentuk Electricite du Laos Transmission Company Limited (EDLT). Kedutaan Besar China di Laos mengumumkan penandatanganan kerja sama bernilai 2 miliar dollar AS itu.
Dalam laporan Vientiane Times, kesepakatan yang ditandatangani pada Rabu (2/9/2020) itu disebutkan bahwa EDLT terutama akan mengandalkan pendanaan CSG untuk aneka proyek. Perusahaan patungan Laos-China itu akan membangun jaringan kabel distribusi listrik dan membeli jaringan yang kini dikelola EDL. Aset yang akan dibeli EDLT dari EDL adalah jaringan distribusi untuk tegangan ekstra tinggi. Jaringan itu lazimnya untuk menyalurkan listrik dari pembangkit ke pusat-pusat penyaluran atau gardu induk. Dari gardu induk, listrik dikirimkan ke pelanggan dengan jaringan bertegangan lebih rendah.
Dalam perjanjian EDL dan CSG disebutkan, pengelolaan dan perawatan aset-aset yang dibeli EDLT dari EDL akan tetap diurus oleh Laos. Tidak ada laporan soal komposisi saham EDL dan CGS di EDLT. Pengumuman kedutaan hanya menyebut Laos bisa menambah kepemilikan sahamnya di EDLT selama masa operasi. EDLT akan beroperasi menurut hukum Laos.
Duta Besar China untuk Laos Jiang Zaidong menyebut bahwa pendirian EDLT adalah tindak lanjut dari kesepakatan untuk membangun jaringan distribusi kelistrikan di antara daerah aliran sungai Lancang-Mekong.
Menteri Pertambangan dan Energi Laos Khammany Inthirath mengatakan bahwa EDLT adalah kunci industrialisasi Laos. EDLT akan membantu Laos memenuhi kebutuhan energi nasional sekaligus menjadi produsen listrik kawasan.
Dengan utang dari China, sebagaimana dilaporkan Xinhua, Laos membangun 37 pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ditargetkan rampung pada 2021. Selain 37 PLTA itu, Laos juga sudah mengoperasikan 63 PLTA dengan daya total 7,213 megawatt (MW).
Pada periode 2016-2020, Laos mengekspor listrik 6.457 megawatt per tahun dan mendapatkan sedikitnya 14 juta dollar AS. Laos, antara lain, mengirimkan 5.620 MW listrik ke Thailand dan akan menambah 1.000 MW lagi dalam dua tahun mendatang.
Sebagian dari listrik yang dikirim ke Thailand juga dialirkan ke Malaysia. Dalam 10 tahun ke depan, Laos juga berencana menjual hingga 5 gigawatt (GW) listrik ke Vietnam. Adapun ke Kamboja, Laos telah menyepakati penjualan listrik 6 GW secara bertahap dalam 10 tahun mendatang.
Sumber utang
Proyek kelistrikan menjadi sumber utama utang Laos. Dari hampir 21 miliar dollar AS utang luar negeri Laos, sejumlah 8 miliar dollar AS dipegang oleh EDL. Sementara sisanya dimiliki oleh pemerintah.
Lembaga pemeringkat Fitch memberikan rating B- untuk surat utang Pemerintah Laos. Sementara Moody’s malah memberikan peringkat ke Caa2. Peringkat itu membuat surat utang Laos masuk dalam kategori sampah. Sebab, ada risiko tinggi Laos gagal membayar utang-utang itu.
Dalam laporan Financial Timesdiungkap, cadangan valuta asing Laos hanya 864 juta dollar AS. Padahal, tahun ini, Laos harus mencicil utang 1,2 miliar dollar AS. Moody’s menyebut Laos menghadapi tekanan keuangan amat parah. ”Akan sangat sulit bagai Laos untuk mengakses pasar surat utang internasional dalam situasi sekarang,” kata Direktur Pemeringkat Surat Utang Wilayah Asia pada Fitch, Jeremy Zook.
Anggota Dewan Penasihat Keuangan Laos, Toshiro Nishizawa, memperingatkan tentang peluang keadaan darurat yang akan dihadapi Laos. ”Risiko gagal bayar adalah ancaman serius untuk keuangan Laos dan bisa menimbulkan kesulitan bagi warga Laos. Utang luar negeri sangat besar dan menambah tekanan pada kelangkaan valas di tengah pandemi,” ujarnya.
Bank Dunia memperkirakan, nisbah utang Laos terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 68 persen pada 2020. Rasionya naik 9 persen dibandingkan pada 2019. Khusus dari China, utang luar negeri Laos mencapai 45 persen PDB.
Sejumlah perusahaan China dilaporkan telah mengeluhkan keterlambatan cicilan dari Laos. Beijing disebut akan menunda jadwal cicilan utang Vientiane. Penundaan itu bagian dari desakan China ke sejumlah negara agar memberi keringan kepada para debitor di tengah pandemi. Alih-alih untuk mencicil utang, dana bisa dipakai untuk membiayai penanganan pandemi Covid-19. ”Laos akan semakin bergantung kepada China,” kata Nishizawa. (REUTERS)