Yunani Bantah Klaim NATO soal Dialog dengan Turki
Yunani dan Turki dilaporkan sepakat memulai dialog untuk mengakhiri polemik di Mediterania Timur.
ANKARA, KAMIS — Pimpinan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara, Kamis (3/9/2020), mengatakan, dua anggotanya, yakni Yunani dan Turki, sepakat memulai dialog teknis tentang polemik keduanya di Mediterania Timur. Namun, Yunani membantah klaim itu seraya meminta Turki harus lebih dulu menarik kapal-kapalnya dari kawasan eksplorasi minyak itu.
Yunani dan Turki terkunci dalam ketegangan atas hak pengelolaan energi lepas pantai di kawasan Mediterania Timur dalam beberapa waktu terakhir.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan, dialog diperlukan untuk mengurangi risiko terjadi insiden ataupun kecelakaan, apalagi melibatkan militer kedua negara itu.
Di tengah bantahan Athena atas dialog itu, Yunani mendukung inisiatif yang diusulkan Stoltenberg dan meminta Athena juga mengambil sikap yang sama.
Hubungan rivalitas Yunani dan Turki tahun ini, yang dimulai sejak Juli, mencapai titik terburuk dalam 46 tahun terakhir. Gesekan militer keduanya sempat terjadi di Siprus setelah Ankara mengirim kapal penelitian yang dikawal oleh kapal perang ke wilayah perairan yang diklaim oleh Yunani dan Siprus.
Pihak Turki mengatakan berhak menggelar hal itu dalam rangka mencari prospek tentang potensi kandungan energi di kawasan itu.
Baca juga: Insiden Udara Bikin Hubungan Turki-Yunani Memanas
Yunani sampai menempatkan angkatan bersenjatanya dalam keadaan siaga dan mengirim kapal perangnya sendiri ke kawasan itu, yakni antara Pulau Kreta dan Pulau Siprus, serta pantai selatan Turki. Simulasi pertempuran udara antara pilot tempur Yunani dan Turki dilaporkan juga telah berlipat ganda di Laut Aegea dan Mediterania Timur.
Stoltenberg mengungkapkan dialog diplomatik antara Turki dan Yunani, Kamis. Hari itu bertepatan dengan pengumuman Turki tentang rencana Rusia untuk menggelar latihan angkatan lautnya di Mediterania Timur pada bulan ini.
”Setelah diskusi saya dengan para pemimpin Yunani dan Turki, keduanya telah setuju untuk mengadakan pembicaraan teknis di NATO guna menetapkan mekanisme penghindaran konflik militer demi mengurangi risiko insiden dan kecelakaan di Mediterania Timur,” kata Stoltenberg.
Ia menegaskan Yunani dan Turki adalah anggota NATO yang berharga dan NATO adalah platform penting untuk membicarakan semua masalah yang memengaruhi keamanan bersama di antara para anggotanya.
Seorang pejabat Yunani mengatakan, pembicaraan teknis di NATO tidak sesuai dengan kenyataan. ”Penurunan eskalasi hanya akan dicapai dengan penarikan segera semua kapal Turki dari landas kontinen Yunani,” katanya. Pejabat itu berbicara dengan syarat anonim karena tidak berwenang mengomentari hal itu secara resmi.
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan, negaranya siap berdialog untuk menyelesaikan perselisihan. ”Kami ingin mengambil kesempatan ini untuk mengingatkan, negara kami siap berdialog dengan Yunani, tanpa prasyarat, untuk menemukan solusi permanen yang adil atas semua masalah di antara kami dalam kerangka hukum internasional,” kata pernyataan itu.
Jerman telah meluncurkan upaya diplomatik untuk mewujudkan dialog diplomatik Ankara dan Athena. Disebutkan, Turki dan Yunani ingin berdialog, tetapi masing-masing pihak bergeming dengan sikap ataupun istilah sendiri-sendiri.
Jarang bagi anggota NATO meminta ”mekanisme penurunan eskalasi konflik” untuk menghindari bentrokan atau baku tembak. Meskipun sering berselisih, NATO sering mendesak Rusia menggunakan dialog militer untuk menghindari ”insiden dan kecelakaan” sebagian besar antara pesawat dan kapal perang.
Baca juga: Kerja Sama Maritim Yunani-Mesir Naikkan Suhu Politik di Laut Tengah
Namun, ini bukan pertama kalinya Turki tampak hampir berkonfrontasi dengan salah satu sekutunya. Pada 10 Juni lalu, kapal fregat Courbet Perancis tertangkap radar kapal perang Turki yang mengawal kapal kargo berbendera Tanzania.
Angkatan Laut Perancis, yang bertindak atas intelijen NATO, mencurigai kapal kargo itu melanggar embargo senjata di Libya. Pejabat Turki mengatakan, penyelidikan NATO atas insiden itu ”tidak meyakinkan”. Otoritas NATO sejauh ini belum memublikasikan temuannya.
Sebelumnya, Turki mengumumkan latihan angkatan laut Rusia dalam pemberitahuan navigasinya. Dikatakan bahwa latihan itu akan digelar pada 8-22 September dan 17-25 September di daerah-daerah di mana eksplorasi energi Turki sedang dilakukan. Angkatan bersenjata Yunani dan Turki mengadakan latihan mereka sendiri di daerah yang sama bulan lalu.
Tidak ada komentar langsung dari Moskwa tentang latihan itu. Rencana Latihan itu diumumkan Turki setelah Amerika Serikat mengatakan mencabut sebagian embargo senjata terhadap Siprus yang telah berlangsung selama 33 tahun terakhir.
Tidak jelas mengapa Turki sebagai anggota NATO mengumumkan latihan semacam itu atas nama Rusia. Namun dua negara itu dalam beberapa tahun terakhir secara signifikan memperkuat hubungan militer, politik dan ekonomi mereka.
Mereka berkoordinasi erat mengenai kehadiran militer mereka di Suriah. Turki pun telah membeli rudal S-400 canggih Rusia dan telah membangun pembangkit listrik tenaga nuklir buatan Rusia di pantai selatan wilayah Turki.
Rusia mempertahankan kehadiran angkatan laut yang cukup besar di Mediterania timur dan secara teratur melakukan manuver angkatan laut di sana. Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara melalui telepon, Kamis.
Jerman saat ini memegang jabatan presiden bergilir Uni Eropa dan telah mencoba secara informal menengahi perselisihan Turki-Yunani. Otoritas UE mengancam akan memberikan sanksi kepada Turki guna memaksanya menghentikan kegiatan eksplorasi di wilayah tersebut.
Sebuah pernyataan dari kantor Erdogan mengataka, pemimpin Turki menginginkan pengaturan sumber daya di Mediterania dibagikan ”secara adil”. Ankara juga mengeluhkan Yunani, Siprus, dan negara-negara yang mendukung mereka yang meningkatkan ketegangan.
Baca juga: Turki Rugi dari Covid-19, Untung dari Libya
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar menuding Perancis, yang bergabung dengan Yunani dan Siprus dalam latihan militer di wilayah tersebut, intimidatif.
Yunani dilaporkan sedang mempertimbangkan pembelian senjata besar-besaran dari Perancis yang akan mencakup sekitar 20 jet tempur Rafale dan dua fregat. Yunani dan Turki, yang terpecah karena banyak masalah, termasuk sengketa wilayah di Laut Aegea, telah berada di ambang perang tiga kali sejak tahun 1970-an.
Pada tahun 1974, Turki menginvasi dan menduduki sepertiga dari Siprus setelah kudeta oleh pendukung persatuan dengan Yunani. Hasilnya, perpecahan Turki-Siprus di utara pulau Siprus hanya diakui oleh Turki. (AP/AFP)