Amerika Jatuhkan Sanksi kepada 11 Perusahaan Asing
Kandas mengajukan pemberlakuan kembali sanksi terhadap Iran melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat menjatuhkan sendiri sanksi kepada perusahaan yang memiliki hubungan dagang dengan Iran.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap 11 perusahaan Iran, China, dan Uni Emirat Arab karena telah melanggar embargo AS terhadap ekspor minyak Iran, Kamis (3/9/2020).
”Eksploitasi sumber daya alam Iran untuk membiayai teror dan kerusakan di kawasan harus dihentikan,” tulis Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di Twitter.
Departemen Luar Negeri AS menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang berbasis di Iran, Abadan Refining Company, tiga perusahaan China (Zhihang Ship Management CO Ltd, New Far International Logistics LLC, dan Sino Energy Shipping Ltd), serta satu perusahaan UEA (Chemtrans Petrochemicals Trading LLC). Tiga pemimpin eksekutif dari Abadan, New Far, dan Sino Energy juga menjadi sasaran sanksi.
Sementara itu, Departemen Keuangan AS telah menambahkan enam perusahaan lagi yang juga berbasis di tiga negara tersebut ke dalam daftar perusahaan yang dijatuhi sanksi oleh Pemerintah AS. Sanksi itu dijauhkan karena mereka menjalin hubungan dagang dengan Triliance Petrochemical, perusahaan yang dijatuhi sanksi setelah terlibat dalam penjualan produk petrokimia Iran pada Januari lalu.
Departemen Keuangan mengatakan, uang itu merupakan sumber pendapatan kunci bagi rezim Iran. Uang itu membantu mereka membiayai rezim korup dan kelompok teroris di seluruh Timur Tengah serta—terbaru—Venezuela.
Enam perusahaan yang baru dimasukkan oleh Departemen Keuangan AS itu adalah perusahaan Iran Zagros Petrochemical Company, Petrotech FZE dan Trio Energy DMCC di UEA, Jingho Technology Co, Limited dari China, serta Dynapex Energy Limited dan Dinrin Limited di Hong Kong.
Tahun 2018, Presiden Donald Trump menarik diri dari kesepakatan internasional dengan sejumlah negara untuk mencegah Iran mengembangkan program senjata nuklir. Alasannya, kesepakatan itu tidak efektif. AS pun kemudian memperketat embargonya terhadap Iran.
Berkeras
Meski keluar dari kesepakatan nuklir Iran, beberapa waktu lalu AS menyampaikan permintaannya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa agar kembali memberlakukan sanksi bagi Iran. Rusia dan anggota Dewan Keamanan PBB, termasuk sekutu Amerika Serikat di Eropa, menentang permintaan ini dan menyebutnya sebagai gerakan ilegal.
Pompeo menyampaikan pemberitahuan tersebut melalui Dewan Keamanan PBB. Ia menyebut Iran telah melanggar kesepakatan nuklir 2015 secara signifikan dan pelanggaran ini menjadi syarat ”pemberlakuan kembali” sanksi PBB.
”AS tidak akan membiarkan negara sponsor terorisme terbesar di dunia dengan bebas membeli dan menjual pesawat, tank, rudal, dan senjata konvensional lainnya, (atau) memiliki senjata nuklir,” tutur Pompeo dalam jumpa pers di PBB.
Rusia, China, Inggris, dan Perancis, serta negara anggota DK PBB lainnya mengatakan bahwa pemerintahan Trump tidak memiliki hak karena bukan lagi termasuk sebagai negara para pihak dalam Rencana Aksi Komprehensif setelah keluar dari kesepakatan nuklir Iran tahun 2018 lalu.
Namun, AS berkeras tetap memberlakukan semua sanksi dengan mekanisme yang diatur dalam kesepakatan nuklir Iran mulai 20 September 2020. Padahal, PBB telah menyatakan, mekanisme itu tidak bisa digunakan AS lagi karena AS sudah keluar dari kesepakatan tersebut.
Dalam tiga bulan terakhir, Washington mengajukan tiga usulan resolusi soal embargo senjata dan sanksi Iran dan semuanya kandas di DK PBB. Sekutu AS di DK PBB, yakni Inggris, Jerman, dan Perancis, ikut menolak tiga usulan resolusi AS tersebut.(AFP)