Para Pihak Pertahankan Kesepakatan Nuklir dan Abaikan Desakan AS
Para pihak yang terlibat dalam kesepakatan nuklir Iran berupaya keras mempertahankan isi perjanjian yang disepakati pada 2015 dan memastikan agar kesepakatan bisa berjalan efektif.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
VIENNA, RABU — Negara-negara penanda tangan dokumen kesepakatan nuklir Iran atau Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) akan tetap mempertahankan perjanjian bermasalah itu dan tetap mengabaikan tekanan Amerika Serikat. Para pihak menilai AS tidak memiliki dasar yang kuat untuk tetap memaksakan penerapan sanksi bagi Iran karena telah keluar dari kesepakatan itu dua tahun lalu.
Dalam pernyataannya, Presiden Iran Hassan Rouhani, Rabu (2/9/2020), di Teheran, memuji para pihak yang terlibat dalam kesepakatan nuklir Iran karena mempertahankan sikap mereka.
”Untungnya, kemarin di Vienna, negara-negara itu dengan jelas menyatakan untuk tetap mendukung JCPOA. Mereka juga menegaskan, AS tidak memiliki hak untuk menyalahgunakannya,” kata Rouhani saat memimpin rapat kabinet mingguan yang disiarkan stasiun televisi pemerintah.
Rouhani mengomentari pertemuan negara-negara yang terlibat dalam kesepakatan nuklir Iran di Vienna, Austria, Selasa (1/9). Inggris, Perancis, Jerman, China, dan Rusia sedang berupaya menyelamatkan perjanjian bersejarah yang diteken dengan Iran pada 2015.
Para pihak yang meneken kesepakatan nuklir Iran di Vienna, Austria, 14 Juli 2015, adalah Iran bersama AS, Inggris, Perancis, China, Rusia, dan Jerman (P5+1). Namun, AS mengumumkan untuk sepihak keluar dari kesepakatan pada 8 Mei 2018, yang membuat Iran menunda beberapa komitmennya untuk mengakhiri batas pengayaan uranium dan air keras. Iran secara progresif meningkatkan aktivitas nuklirnya.
Kondisi itu yang menyebabkan JCPOA dinilai bermasalah. Pejabat senior UE, Helga Schmid, yang memimpin pertemuan di Vienna, menulis di Twitter bahwa para peserta pertemuan itu ”bersatu dalam tekad mempertahankan #IranDeal dan menemukan cara untuk memastikan implementasi perjanjian itu secara penuh meski ada tantangan saat ini”.
Langkah AS
Sejak Juni 2020, AS mulai menggalang dukungan untuk perpanjangan embargo senjata terhadap Iran karena akan berakhir Oktober 2020. Embargo merupakan amanat resolusi DK PBB 2231 yang mengesahkan JCPOA.
PBB sendiri telah mengenakan embargo senjata kepada Iran sejak 2007 yang membuat negara itu tidak bisa memperbarui sistem persenjataan mereka hingga saat ini, yang sebagian besar dibeli sebelum Revolusi Iran 1979.
Dorongan AS untuk menjadikan embargo senjata permanen terhadap Iran, menurut pandangan Washington, untuk mencegah pengembangan senjata nuklir Iran. Teheran telah berulang kali menegaskan tidak tertarik atau berniat memproduksi bom nuklir.
Upaya AS untuk membuat embargo itu menjadi permanen untuk sementara gagal. Sebanyak 13 negara anggota DK PBB menolak usulan AS dalam pemungutan suara di DK PBB, 12 Agustus, yang memandang AS tak berhak karena telah keluar dari JCPOA.
Tidak menyerah
Gagal dalam pemungutan suara, Washington mencoba upaya baru melalui mekanisme snapback. AS mengklaim masih memiliki hak itu sekalipun negara itu telah meninggalkan kesepakatan.
Menurut The New York Times, mekanisme snapback bergantung pada persepsi dan penilaian P5+1, yang akan menilai apakah Iran melanggar setiap embargo persenjataan mereka atau tidak. Mekanisme di luar DK tidak mengenal hak veto yang dimiliki lima anggota tetap DK. Rusia dan China tidak bisa menggunakan haknya dalam mekanisme snapback ini.
Penanda tangan lain perjanjian JCPOA telah menolak argumen itu. Kondisi itu pun berpeluang menimbulkan krisis di DK. Washington mengklaim telah memberlakukan kembali sanksi, sementara sebagian besar negara di dunia mengatakan tindakan Washington itu ilegal dan harus diabaikan.
Duta Besar Nigeria untuk PBB Abdou Abarry, yang mengambil alih kursi kepemimpinan bergilir di DK PBB pada bulan ini, mengatakan, belum ada perubahan sikap DK. Wakil China, Fu Cong, mengatakan kepada wartawan setelah pertemuan Vienna, semua negara anggota DK sepakat bahwa AS tidak lagi memiliki ”dasar hukum atau kedudukan hukum untuk memicu snapback”.
Menurut Beijing, Washington menggunakan opsi untuk mencoba menyabotase atau memberangus JCPOA. ”AS, meskipun adidaya, hanyalah satu negara,” kata Fu. ”Negara lain sedang bergerak.”
Delegasi Rusia untuk JCPOA, Mikhail Ulyanov, sempat menyinggung AS menjelang pertemuan Vienna. Dia mengatakan di medsos, pertemuan itu melibatkan semua pihak yang sepakat dengan isi JCPOA. Semua berkomitmen penuh pada kesepakatan dan bertekad untuk mempertahankannya. Dialog terus dilakukan agar JCPOA bisa efektif. (AP/AFP/BEN/CAL)