Perancis berupaya memperluas pengaruhnya di Timur Tengah. Setelah berkunjung ke Lebanon selama dua hari, kini Presiden Perancis Emmanuel Macron terbang langsung ke Irak untuk memberikan dukungan.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
PARIS, RABU — Presiden Perancis Emmanuel Macron akan berkunjung ke Irak, Rabu (2/9/2020) ini. Macron berharap dapat membantu Baghdad menegaskan ”kedaulatannya” meski hubungan Amerika Serikat dengan Iran semakin tegang.
Terbang langsung dari lawatan dua harinya ke Beirut, Lebanon, Macron akan menjadi pemimpin negara ”besar” pertama yang mengunjungi Irak sejak Perdana Menteri Mustafa al-Kadhemi berkuasa Mei lalu.
Di Irak, Macron menurut rencana akan bertemu dengan Kadhemi dan Presiden Barham Saleh yang pernah ia temui di Paris tahun 2019. ”Kunjungan ini akan menjadi sangat penting karena ini ketiga kalinya pejabat Perancis berkunjung dalam sebulan,” kata Husham Dawood, penasihat perdana menteri Irak.
Tidak seperti pejabat tinggi negara lain, Macron tidak akan mampir ke Arbil, ibu kota kawasan otonomi Kurdi. Presiden Kurdi Nechirvan Barzani justru yang akan datang ke Baghdad.
Lawatan Macron ke Irak tersebut tidak diumumkan hingga Selasa (1/9/2020) malam. Para pejabat di Paris maupun Baghdad menutup rapat informasi ini karena alasan keamanan.
Pada malam terakhir lawatannya ke Beirut, Macron mengumumkan bahwa dirinya akan menuju ke Baghdad. Ia menyebut lawatannya itu ”untuk meluncurkan inisiatif bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mendukung proses kedaulatan”.
”Perjuangan untuk kedaulatan Irak esensial,” ujar Macron sebelum bertolak ke Lebanon, Jumat pekan lalu. Macron menambahkan, warga Irak yang sangat menderita layak memiliki pilihan selain dominasi oleh kekuatan di kawasan atau ekstremis.
”Ada pemimpin dan orang-orang yang sadar hal ini dan mau menentukan sendiri nasib mereka. Perancis berperan membantu mereka,” ujar Macron.
Salah seorang pejabat Irak menyebutkan ”inisiatif kedaulatan” Macron juga menjadi pesan tidak langsung bagi Turki yang Juni lalu melancarkan serangan darat melalui metode lintas udara terhadap pemberontak Kurdi di utara Irak. Baghdad mengecam serangan ini dan menyebutnya sebagai pelanggaran wilayah.
Hubungan Perancis dengan Turki juga sebenarnya telah tegang dalam soal konflik di Libya. Paris dan Ankara saling tuduh ikut campur dalam sengketa hak atas gas lepas pantai di Mediterania Timur.
Perancis berupaya memperluas hubungan ekonominya dengan Irak yang menempati urutan ke-20 negara paling korup di dunia menurut Transparency International.
Setelah invasi yang dipimpin AS menjatuhkan diktator Saddam Hussein tahun 2003, Irak porak poranda oleh gelombang konflik sektarian hingga titik kulminasinya saat Negara Islam di Irak dan Suriah menguasai negara itu enam tahun lalu sebelum akhirnya dikalahkan oleh kelompok militan dengan dukungan internasional.
Di saat yang sama, selama bertahun-tahun Irak terjebak di tengah-tengah dua sekutu utamanya, Iran dan AS. Menyeimbangkan posisi di antara dua negara itu kian sulit setelah Washington menarik diri secara sepihak dari kesepakatan nuklir Iran tahun 2018. Perancis merupakan salah satu negara Eropa yang tetap mendukung kesepakatan nuklir Iran tahun 2015.
Tahun ini, serangan pesawat nirawak AS menewaskan Jenderal Iran Qasem Soleimani di Baghdad hingga mendorong Iran meluncurkan rudal terhadap pasukan AS di Irak. Kelompok-kelompok bersenjata dukungan Teheran juga diduga meluncurkan roket ke kepentingan dagang, militer, dan diplomatik AS di Irak dalam beberapa bulan terakhir.
Sebagai produsen minyak terbesar kedua di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Irak juga sempat terpukul oleh kolapsnya harga minyak dunia, dan pandemi Covid-19 semakin membuat perekonomian Irak terpuruk lebih dalam.
Perancis memberikan sinyal untuk memberikan dukungan kepada Irak. Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Yves Le Drian yang mengunjungi Irak, Juli lalu, mendesak Baghdad untuk memisahkan diri dari ketegangan di kawasan.
Pada 27 Agusutus 2020, Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly menekankan perlunya dukungan berkelanjutan terhadap pasukan Irak. (AFP)