Bukti Potensi Penularan Virus Korona melalui Udara Menguat
Temuan sejumlah penelitian semakin memperkuat potensi penyebaran virus korona melalui udara atau aerosol. Fakta ini harus jadi perhatian para pengelola gedung.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
BEIJING, RABU — Beberapa penelitian terbaru memperkuat potensi penularan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 melalui udara atau aerosol. Temuan ini menekankan pentingnya sistem ventilasi udara yang memungkinkan pertukaran udara di dalam dan luar ruang dengan filter.
Sebuah artikel yang dipublikasikan di JAMA Internal Medicine memaparkan ancaman penularan Covid-19 melalui udara. Penelitian dilakukan pada para penumpang yang bepergian menggunakan dua bus berpenyejuk udara (AC) selama 50 menit menuju sebuah acara umat Buddha di Kota Ningbo, China timur, Januari lalu. Para penumpang itu diwajibkan mengenakan masker.
Salah seorang penumpang di bus itu menjadi pasien 0 karena memiliki riwayat kontak dengan warga Wuhan. Selama perjalanan, penumpang ini tidak mengalami gejala Covid-19. Peneliti juga memetakan posisi duduk semua penumpang dan memeriksa mereka. Hasilnya, 23 dari 68 penumpang di bus itu menjadi pasien positif Covid-19.
Yang menjadi perhatian para peneliti adalah penumpang yang duduk di bagian depan dan bagian belakang bus yang berjarak lebih dari 2 meter dari pasien 0 ternyata juga positif. Peneliti menduga, resirkulasi udara oleh AC berkontribusi pada penyebaran virus korona.
”Penelitian menunjukkan bahwa di dalam lingkungan tertutup dengan resirkulasi udara, SARS-CoV-2 menjadi patogen yang sangat mudah menular,” tulis para peneliti. ”Temuan kami tentang potensi penyebaran melalui udara ini penting bagi kesehatan masyarakat.”
Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular (CIDRAP) University of Minnesota, Amerika Serikat, melaporkan dua studi lain yang memperkuat potensi penyebaran virus korona melalui udara. Kedua studi ini sudah dipublikasi di jurnal Clinical Infectious Disease pekan lalu. Studi tersebut menekankan penyebaran melalui udara dan pentingnya sistem ventilasi yang efisien.
Studi pertama adalah penelitian dari China yang menganalisis embusan napas 49 pasien Covid-19 dari 10 negara, 4 pasien rawat inap negatif Covid-19, dan 15 orang sehat dari Beijing dengan menggunakan transkripsi terbalik reaksi berantai polimerase (RT-PCR). Mereka juga menguji 26 sampel udara dan 242 sampel usap permukaan dari hotel tempat karantina pasien Covid-19, rumah sakit, dan barang milik pribadi.
Pada sampel embusan napas, ditemukan 26,9 persen positif RNA virus SARS-CoV-2, pada sampel udara 3,8 persen positif, dan pada sampel usap permukaan 5,4 persen positif.
Sementara di antara 242 sampel usap, materi genetik virus korona banyak ditemukan di toilet, lantai, tangan pasien, sarung bantal, ponsel, papan tik komputer, dan permukaan yang disentuh petugas kesehatan.
Temuan itu mendukung studi sebelumnya yang menyimpulkan bahwa Covid-19 menyebar terutama melalui aerosol dibandingkan percikan pernapasan yang besar atau permukaan yang terkontaminasi.
”Meski kami tidak meneliti kemungkinan penularan dan aktivitas menyebarkan virus lainnya, seperti berbicara dan bernyanyi, studi kami menunjukkan bahwa embusan napas berperan dalam menyebarkan virus ke udara yang bisa memunculkan kluster penularan melalui udara,” tulis peneliti.
Pada studi kedua, para peneliti di Rotterdam dan Utrecht, Belanda, mendokumentasikan bagaimana virus korona menginfeksi 17 penghuni dan 17 petugas medis di satu dari tujuh bangsal di sebuah panti jompo. Sementara 95 penghuni dan 106 tenaga medis dari enam bangsal negatif Covid-19.
Manfaat sistem hemat energi
Peneliti menemukan bahwa sistem hemat energi yang dipasang pada sistem ventilasi dapat mencegah penyebaran virus korona. Sistem hemat energi memungkinkan udara dalam ruangan dibuang ke luar ketika konsentrasi karbon dioksida (CO2)-nya mencapai kadar yang terus meningkat.
Jika kadar CO2 tidak melampaui batas tertentu, udara dalam ruangan tanpa filter akan dialirkan kembali ke seisi ruangan. Inilah yang terjadi pada enam bangsal yang semua penghuni dan tenaga kesehatannya negatif Covid-19. Bangsal mereka memiliki sistem hemat energi yang memungkinkan udara dalam ruangan dibuang ke luar secara teratur ketika kadar CO2-nya terus meningkat.
Sementara bangsal yang penghuninya positif memiliki kadar CO2 yang rendah akibat rendahnya aktivitas penghuni bangsal itu. Udara dalam ruangan pun menjadi pengap dan menjadi sejuk akibat AC. Karena kadar CO2-nya rendah, udara dalam bangsal itu tidak dibuang keluar, tetapi terus disirkulasikan lagi oleh dua AC yang terpasang ke ruang tamu bersama.
Peneliti menemukan virus korona pada debu yang menempel di filter AC ruang tamu dan di empat filter pada tiga dari delapan ventilasi.
”Kami menyarankan, pencegahan penularan Covid-19 harus mempertimbangkan kemungkinan penyebaran aerosol di fasilitas kesehatan dan gedung lainnya yang memiliki sistem ventilasi yang menyirkulasi ulang udara dalam ruangan tanpa filter,” tulis peneliti 28 Agustus 2020. (AFP)