Hubungan antara Turki dan Yunani terus memanas setelah beberapa insiden melibatkan jet tempur kedua negara. NATO dan UE meminta keduanya menahan diri.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
ANKARA, SENIN — Beberapa insiden dan kebijakan yang diambil Pemerintah Turki dan Yunani membuat hubungan kedua negara memanas. Ancaman berupa sanksi dari Uni Eropa membuat Turki gusar.
Insiden terbaru melibatkan Angkatan Udara Turki yang tengah melakukan latihan militer di wilayah Mediterania Timur, Sabtu (29/8/2020). Dua hari sebelumnya, Ankara mengumumkan bahwa latihan yang akan berlangsung hingga 11 September itu dilaksanakan setiap Selasa dan Rabu, dengan jangkauan wilayah lebih ke timur. Tepatnya bagian selatan Anamur, sebuah kota di wilayah Turki.
Namun, dalam pelaksanaannya, Yunani menuduh jet tempur milik Turki telah melakukan serangan. Badan pertahanan nasional Yunani, HNDS, menyebutkan, jet-jet tempur Turki pada Jumat (28/8/2020) telah memasuki Wilayah Informasi Penerbangan atau Flight Information Region (FIR) Athena, area yang menjadi wilayah tanggung jawab otoritas penerbangan Yunani.
Menurut HNDS, serangan itu terjadi ketika empat jet tempur F-16 milik Angkatan Udara Yunani tengah mengawal pesawat pengebom B-52 milik Amerika Serikat melintas wilayah udara mereka. Pengawalan itu adalah bagian dari misi ”Allied Sky” di mana enam pesawat pengebom AS terbang di atas wilayah udara 30 negara angota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Eropa dan Amerika Utara dalam satu hari untuk menunjukkan solidaritas aliansi.
”Tindakan Turki adalah sikap ’provokatif dan antisekutu’ dan jet tempur Yunani mengusir pesawat-pesawat Turki itu,” kata HNDS dalam pernyataannya.
Hubungan kedua negara terus memanas dalam beberapa bulan terakhir. Kebijakan Presiden Turki Recep Tayyep Erdogan mengubah fungsi dua bangunan bersejarah yang dibangun pada masa Bizantium di Istanbul, dari museum menjadi rumah ibadah, mengecewakan Pemerintah Yunani. Hal lain adalah masalah perbatasan wilayah laut kedua negara dan juga melibatkan Mesir.
Penemuan cadangan hidrokarbon di Mediterania Timur juga telah membuat hubungan semakin tegang. Desakan Uni Eropa dan Athena agar Turki menghentikan eksplorasi energi di perairan yang disengketakan tak dihiraukan.
Sebaliknya, dengan pengawalan kapal perang milik Angkatan Laut Turki, pemerintahan Erdogan mengirimkan kapal penelitian Oruc Reis ke wilayah perairan yang disengketakan. Ankara juga mengeluarkan pernyataan bahwa jet tempur Turki mencegat enam jet tempur Yunani yang mencoba mendekati lokasi kapal Oruc Reis dan memaksa mereka untuk berbalik.
Yunani juga telah membuat Turki gusar dengan rencana untuk memperluas zona pesisirnya ke Laut Ionia sejauh 6 mil laut (sekitar 11 kilometer) di bawah hukum maritim internasional.
Insiden tidak hanya terjadi di wilayah udara. Juru bicara partai berkuasa Turki, Omer Celik, berkomentar tentang adanya laporan media yang menyebut bahwa Yunani telah diam-diam mengirimkan militer mereka ke Pulau Kastellorizo, 600 kilometer (370 mil) dari daratan Yunani dan 2 kilometer (1,25 mil) dari pantai Turki. Celik menilai, tindakan itu adalah sebuah pembajakan wilayah.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksoy mengatakan pada Minggu malam bahwa jika laporan itu benar, langkah itu akan dianggap sebagai pelanggaran perjanjian 1947 dan indikasi baru pelanggaran hukum Yunani dan niat sebenarnya di Mediterania Timur.
”Kami menekankan bahwa kami tidak akan membiarkan provokasi seperti itu mencapai tujuannya, tepat di seberang pantai kami,” kata Aksoy. ”Jika terus mengambil langkah yang meningkatkan ketegangan di kawasan, yang kalah adalah Yunani.”
Belum ada komentar langsung dari Pemerintah Yunani. Pejabat pertahanan Yunani mengatakan bahwa tentara dikirim ke Kastellorizo sebagai bagian dari rotasi reguler dan tidak ada pembangunan militer di pulau itu.
Sikap NATO dan Uni Eropa
Hubungan yang terus memanas membuat Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengkhawatirkan kondisi aliansi itu apabila dibiarkan berlarut. Dalam pembicaraannya dengan Erdogan, Jumat pekan lalu, Stoltenberg menekankan perlunya ”dialog dan de-eskalasi”.
Uni Eropa bersikap lebih tegas. Seusai pertemuan 27 menteri luar negeri anggota UE, organisasi itu memperingatkan Turki bahwa negara itu bisa dijatuhi sanksi baru, termasuk sanksi ekonomi yang lebih tegas dan keras, kecuali ada kemajuan dalam pembicaraan kedua negara untuk mendinginkan suhu dan meredakan ketegangan.
Tekanan UE tidak membuat Turki senang. ”Fakta bahwa UE sedang meminta dialog di satu sisi dan pada saat yang sama membuat rencana lain mencerminkan kurangnya ketulusan. Turki tidak akan ragu untuk membela kepentingannya,” kata Wakil Presiden Fuat Oktay, Sabtu.
Istana Kepresidenan Turki dalam pernyatannya balik mendesak Stoltenberg dan NATO agar memenuhi tanggung jawabnya terhadap langkah-langkah sepihak yang mengabaikan hukum internasional dan merusak perdamaian regional. (AP/AFP/REUTERS)