Pejabat Militer Perancis di NATO Diduga Jadi Mata-mata Rusia
Paris mengklaim ada pejabat militer seniornya yang sedang diinvestigasi terkait dugaan pembocoran keamanan.
Oleh
Luki Aulia
·2 menit baca
PARIS, SENIN — Pemerintah Perancis saat ini sedang menginvestigasi salah satu pejabat militernya yang bertugas di pangkalan Pertahanan Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) kantor Italia atas tuduhan pembocoran informasi keamanan. Pejabat militer itu dicurigai selama ini menjadi mata-mata untuk Rusia.
Informasi tentang pejabat militer Perancis yang menjadi mata-mata Rusia itu dipublikasikan stasiun radio Europe 1, CNews, dan harian Les Echos, Senin (31/8/2020). Kepada ketiga media itu, Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly hanya membenarkan bahwa ada pejabat militer senior yang sedang diinvestigasi terkait dugaan pembocoran keamanan.
”Yang bisa saya konfirmasi hanya itu,” ujar Parly.
Untuk memastikan sistem hukum bisa tetap berjalan tanpa berisiko membocorkan rahasia negara, Kementerian Pertahanan Perancis bersedia menyediakan apa saja yang dibutuhkan untuk kepentingan penyelesaian kasus ini.
Sumber dari tim hukum pemerintah menyebutkan, pejabat militer itu sudah didakwa dan ditahan karena terbukti ”terlibat dengan intelijen asing yang merusak kepentingan bangsa”.
Ia terbukti ”mengumpulkan, memberikan informasi kepada pihak asing, dan membahayakan pertahanan nasional”.
Europe 1 menyebutkan pejabat militer itu berpangkat letnan kolonel di kantor NATO di Naples, Italia. Ia bisa berbicara bahasa Rusia dan pada suatu hari di Italia pernah terlihat bersama seorang pria yang diidentifikasi sebagai agen intelijen militer Rusia, GRU.
Pada saat pertemuan itulah, ia diduga memberikan dokumen-dokumen rahasia ke intelijen Rusia.
Pejabat militer itu ditangkap badan intelijen DGSI di Perancis saat hendak kembali ke Italia. Ia sedang menghabiskan waktu liburan di Perancis dan kemudian ditahan di penjara di Paris.
Kasus ini membuat lingkaran politik Perancis terjaga, Juli lalu, dan proses hukum segera dimulai karena ini kasus yang kemungkinan terkait ”pengkhianatan”.
Tuduhan kegiatan mata-mata seperti ini jarang ditemukan di militer Perancis, tetapi bukan berarti tidak pernah terjadi. Rusia dan mantan Uni Soviet dianggap sebagai pihak yang paling diuntungkan.
Pada Juli lalu, ada dua mantan mata-mata Perancis yang ditahan karena dituduh memberikan informasi rahasia ke China. Para pakar menduga China tengah mengembangkan kemampuan intelijen asingnya.
Pada tahun 2001, pejabat Perancis yang sedang bertugas di NATO dinyatakan bersalah karena memberikan informasi rahasia kepada Serbia terkait serangan aliansi ke Servia di masa Perang Kosovo.
Kasus mata-mata yang terbaru ini terjadi saat NATO sedang mengalami masa-masa sulit seperti dikecam Presiden Amerika Serikat Donald Trump di tengah ketidakpastian strategi gara-gara kebijakan luar negeri AS.
Selain itu, saat ini juga tengah ada ketegangan antara negara-negara anggota NATO, yakni Turki dan Yunani. Presiden Perancis Emmanuel Macron bahkan tahun lalu menyatakan NATO sedang ”mati otaknya”.(REUTERS/AFP/LUK)