Taiwan-AS Pererat Kerja Sama Pertahanan dan Pangan
Pemerintah Taiwan membangun pusat perawatan dan pemeliharaan jet tempur F-16 di Taichung. Ini adalah bagian dari upaya peningkatan pertahanan wilayahnya dari ancaman China.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
TAIPEI, MINGGU — Suhu politik di kawasan yang meningkat ditambah adanya peningkatan kemunculan kapal dan pesawat tempur militer China membuat Taiwan bersiap terhadap kemungkinan terburuk. Negara kepulauan ini membangun pusat perawatan pesawat F-16 di wilayahnya untuk memastikan tambahan 66 pesawat tempur yang akan dibeli siap diterjunkan sewaktu-waktu.
Tidak hanya itu, Taiwan juga memutuskan untuk membuka keran impor bagi sejumlah produk daging asal AS yang beberapa waktu lalu sempat dilarang karena diduga bisa membawa penyakit bagi konsumennya.
”Membangun industri pertahanan kita adalah landasan pertahanan nasional dan meningkatkan kemampuan tempur militer Taiwan. Itu adalah simbol tekad Taiwan,” kata Presiden Taiwan Tsai Ing-wen ketika meresmikan pusat perawatan dan pemeliharaan pesawat F-16 di Taichung, Jumat (28/8/2020).
Pusat perawatan dan pemeliharaan ini adalah kerja sama pabrikan pesawat tempur Lockheed Martin Corp dan Aesrospace Industrial Development Corp (AIDC) Taiwan. Kerja sama ini dilakukan setelah pada tahun lalu AS menyetujui penjualan jet tempur F-16 terbaru kepada Taiwan senilai 8 miliar dollar AS. Tambahan 66 jet tempur F-16 versi terbaru dan tercanggih ini akan melengkapi armada F-16 Taiwan menjadi 200 pesawat atau yang terbesar di Asia.
Dikutip dari laman kantor berita Al Jazeera, Presiden AIDC Ma Wan-Juni mengatakan, untuk tahap awal, pusat perawatan dan pemeliharaan F-16 di Taichung hanya akan melayani keperluan perawatan pesawat tempur milik Angkatan Udara Taiwan. Namun, pihaknya juga berencana untuk memperluas tempat itu menjadi pusat perawatan F-16 untuk wilayah. Namun, dia tidak menjelaskan lebih detail rencana ini.
AS tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan, tetapi merupakan pendukung dan pemasok senjata internasional utama pulau itu.
Untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya, Pemerintah Taiwan merencanakan tambahan anggaran pertahanan untuk tahun 2021 sebesar 42,1 miliar dollar Taiwan, setara 1,4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 205 triliun. Rencana anggaran itu diumumkan setelah Pemerintah China mengumumkan rencana latihan militernya di sekitar wilayah perairan Taiwan.
Anggaran pertahanan Taiwan untuk tahun 2020 ini sendiri telah meningkat sekitar 10 persen dari semula 411,3 miliar dollar Taiwan pada 2019 menjadi 453,4 miliar dollar Taiwan pada awal tahun 2020.
”Peningkatan anggaran pertahanan yang stabil akan memfasilitasi implementasi berbagai tugas pembangunan militer dan persiapan perang dan memastikan keamanan nasional serta perdamaian dan stabilitas regional,” kata Kementerian Pertahanan Taiwan dalam pernyataannya.
Memanas
Suasana di kawasan Laut China Selatan, terutama di sekitar Taiwan, menghangat setelah militer China, Rabu (26/8/2020), meluncurkan dua rudal milik mereka. Salah satunya dikenal sebagai rudal penghancur pesawat tempur.
Rudal DF-26B diluncurkan dari Provinsi Qinghai, sedangkan rudal DF-21D diluncurkan dari Zhejiang, provinsi di wilayah timur China. Kedua rudal itu jatuh di wilayah laut yang terletak di antara Provinsi Hainan dan Kepulauan Paracel, sebelah utara Vietnam.
Mengutip laman media South China Morning Post, peluncuran dua rudal itu dilakukan setelah pesawat pengintai milik militer Amerika Serikat, U2, melintas di kawawan no-fly zone, Selasa (25/8/2020) tanpa izin di tengah latihan militer China di Teluk Bohai, kawasan pantai utara China.
Sumber di militer China menyatakan, peluncuran dua rudal ini merupakan respons dari makin seringnya jet tempur ataupun kapal induk AS melintas di wilayah Laut China Selatan. ”China tidak ingin negara tetangga salah memaknai peluncuran ini,” kata sumber tersebut.
Taiwan sendiri telah mengeluhkan aktivitas militer di sekitar wilayah lautnya. Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan, risiko konflik yang tidak disengaja terus meningkat karena ketegangan di LCS. ”Ada kekhawatiran yang signifikan atas potensi kecelakaan mengingat peningkatan aktivitas militer di wilayah itu. Kami percaya, akan penting bagi semua pihak untuk menjaga semua saluran dan telekomunikasi terbuka untuk mencegah salah tafsir atau kesalahan perhitungan,” kata Presiden Tsai.
Amerika Serikat, yang kini tengah bersiap melakukan pemilihan presiden, menilai dirinya memiliki tanggung jawab di wilayah Pasifik. AS tidak akan mundur satu petak pun dalam persaingannya dengan China dalam perebutan pengaruh di kawasan ini.
Menteri Pertahanan AS Mark Esper, di sela-sela kunjungannya ke Hawaii, menyatakan, Washington memiliki tanggung jawab untuk memimpin di kawasan Pasifik dan tidak akan menyerahkan satu inci pun wilayah ini kepada negara-negara lain yang menganggap sistem politik mereka lebih baik dibandingkan dengan negara lain.
”Amerika Serikat punya tanggung jawab untuk memimpin. Kita sudah cukup lama menjadi negara Pasifik, negara Indo Pasifik,” kata Esper.
Esper mengatakan, dalam kaitannya dengan konflik di Laut China Selatan (LCS), Pemerintah AS masih berharap China menghormati tatatan dunia internasional yang berdasar pada aturan-aturan internasional meski Washington menilai China tidak memenuhi janjinya untuk mematuhi hukum, aturan, dan norma internasional.
”Militer China melaksanakan agenda Partai Komunis China, menjadikan militer negaranya modern dan agresif. Hal ini membuat militer China sangat provokatif di LCS dan di wilayah mana pun yang dianggap penting oleh mereka,” kata Esper.
Dalam pandangannya, AS menggambarkan Indo-Pasifik sebagai pusat persaingan kekuatan-kekuatan besar dengan China dan Rusia. AS, katanya, harus bisa menangani kemampuan dua negara ini.
Sementara itu, Song Zhongping, pengamat militer yang berbasis di Hong Kong, menilai, peluncuran rudal itu jelas-jelas memberikan sinyal bagi AS untuk tidak banyak bertingkah di Laut China Selatan. ”AS terus menguji kesabaran China dalam masalah Taiwan dan Laut China Selatan. Hal ini mendorong China untuk menunjukkan kemampuan militernya kepada Washington dan ingin berkata, ’Jangan menguji kami ketika berada di dekat wilayah China’,” kata Zhongping. (AP/AFP/REUTERS)