Sering Dikritik, Lukashenko Cabut Akreditasi dan Deportasi Sejumlah Jurnalis Asing
Pemerintah Belarus mencabut akreditasi sejumlah jurnalis kantor berita asing dan mendeportasi mereka dari negara itu. Pemberitaan yang independen dan berimbang akan sulit didapat dari Belarus.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
MINSK, MINGGU — Pemberitaan tajam dan kritis para jurnalis tentang pemerintahan Alexander Lukashenko serta tindakan otoritas keamanan Belarus terhadap kelompok oposisi dan para pengunjuk rasa membuat pemerintah Belarus gerah. Kementerian Luar Negeri Belarus mencabut akreditasi sejumlah jurnalis kantor berita luar negeri dan mendeportasi mereka.
Empat jurnalis kantor berita asing, yaitu Associated Press dan televisi ARD, Jerman, dideportasi ke Moskwa, Rusia. Adapun akreditasi dua jurnalis kantor berita BBC yang bertugas untuk layanan BBC Rusia dicabut. Begitu juga dengan jurnalis radio Free Europe/Radio Liberty yang didanai AS. Akreditasi mereka dicabut.
Tidak hanya mencabut akreditasi jurnalis asing dan mendeportasi mereka, Asosiasi Jurnalis Belarus juga menyatakan, 17 jurnalis Belarus yang bekerja untuk media luar juga mengalami pencabutan akreditasi. Selain akreditasinya dicabut, seorang produser berita untuk televisi ARD, Jerman, yang merupakan warga Belarus juga akan menghadapi persidangan, Senin (31/8/2020).
”AP mengecam keras serangan terang-terangan terhadap kebebasan pers di Belarus. AP meminta Pemerintah Belarus untuk memulihkan kredensial jurnalis dan mengizinkan mereka terus melaporkan fakta tentang apa yang terjadi di Belarus kepada dunia,” kata Lauren Easton, Direktur Hubungan Media AP, Sabtu (29/8/2020).
Kritik yang sama disampaikan Joerg Schoeneborn, Direktur Program Afiliasi Regional ARD, lembaga penyiaran regional bersama yang berbasis di Jerman. ”Kebijakan ini menunjukkan bahwa pelaporan independen di Belarus terus dihalangi dan bahkan hampir tidak mungkin untuk bisa melaksanakan kerja jurnalistik,” kata Schoeneborn.
Pencabutan akreditasi sejumlah jurnalis kantor berita asing di Belarus mendapat perhatian serius Pemerintah Jerman. Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas memanggil Duta Besar Belarus untuk Jerman Dzianis Sidarenka setelah deportasi itu dilakukan dan menyatakan sikap pemerintahnya terhadap kebijakan itu. Maas mengatakan, serangan terhadap kebebasan pers ini adalah langkah berbahaya lain menuju lebih banyak penindasan daripada dialog dengan warga.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Morgan Ortagus mendesak Pemerintah Belarus untuk menahan diri, membebaskan warga yang ditahan secara tidak adil, dan bertanggung jawab atas pengunjuk rasa yang dilaporkan hilang atau tewas. Setidaknya dua anggota kelompok oposisi tewas dengan cara tidak wajar setelah otoritas Belarus bertindak keras terhadap para demonstran.
”Kami prihatin dengan berlanjutnya penargetan jurnalis, pemblokiran media independen dan situs web oposisi, pemadaman internet yang terputus-putus, dan penahanan acak terhadap warga yang damai yang menggunakan hak kebebasan berkumpul dan berbicara mereka,” kata Ortagus.
Persoalan pencabutan akreditasi jurnalis asing dan pendeportasian mereka juga disorot Perserikatan Bangsa-Bangsa. Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterrres secara konsisten menyerukan agar para jurnalis bisa melakukan pekerjaan mereka bebas dari serangan atau bahkan pelecehan di mana pun di dunia.
Bernard Smith, jurnalis kantor berita Al Jazeera di Belarus, mengatakan, Presiden Lukashenko telah mengkritik pemberitaan media asing tentang demonstrasi yang telah berlangsung sejak 9 Agustus lalu dan menilainya terlalu berlebihan serta tidak dilandasi fakta yang sesungguhnya. ”Jika jurnalis-jurnalis ini bekerja tanpa akreditasi, mereka berisiko untuk ditangkap oleh otoritas keamanan Belarus,” kata Smith, dikutip dari laman Al Jazeera.
Anatoly Giaz, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Belarus, tidak bisa dimintai komentar terkait pencabutan akreditasi dan deportasi jurnalis kantor berita asing ini.
Demonstrasi di Belarus berlangsung sejak 9 Agustus setelah Lukashenko dinyatakan menang pada pemilihan umum dengan keunggulan hingga 80 persen. Kemenangan itu membuat Lukashenko memperpanjang masa jabatan untuk keenam kalinya dan sekaligus akan berkuasa selama 30 tahun berturut-turut di Belarus. Para pengunjuk rasa mengatakan, hasil itu dicurangi. Mereka menyerukan agar Lukashenko, yang telah duduk di kursi presiden sejak tahun 1994, mundur.
Pemerintahan Lukashenko dan otoritas keamanan berupaya untuk mengakhiri gelombang protes, termasuk dengan menahan tokoh yang dianggap mendorong massa untuk turun ke jalan. Namun, upaya ini tidak berhasil dan justru memicu gelombang aksi yang lebih besar. Bahkan, diperkirakan jumlah peserta aksi mencapai 200.000 orang pada suatu waktu, melambangkan kuatnya keinginan rakyat Belarus untuk mendesak Lukashenko mundur.
Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan keinginan Rusia mengirim aparat kepolisian untuk memadamkan protes di Belarus. Namun, rencana itu mendapat tentangan dari sejumlah negara dan Uni Eropa. (AP/REUTERS)