PM Jepang Shinzo Abe mengundurkan diri dari jabatannya setelah kesehatannya memburuk sepekan terakhir. Penggantinya akan dijaring melalui pemilihan internal di Partai Liberal Demokrat (LDP), dua atau tiga pekan ke depan.
Oleh
MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
TOKYO, JUMAT — Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengumumkan pengunduran diri dari jabatan, Jumat (28/8/2020), karena kesehatannya yang memburuk. Keputusan ini mengakhiri kiprah Abe, orang terlama yang menjabat PM Jepang, pucuk kepemimpinan negara ekonomi terbesar ketiga di dunia.
”Saya tidak bisa menjadi perdana menteri jika tidak dapat membuat keputusan terbaik bagi rakyat. Saya telah memutuskan mengundurkan diri dari jabatan saya,” kata Abe (65) dalam konferensi pers.
Ia mengatakan, dirinya akan melaksanakan tugas hingga terpilih PM baru. ”Saya ingin secara tulus menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat Jepang karena mundur saat masa jabatan saya masih tersisa satu tahun dan terjadi di tengah musibah virus korona, sementara sejumlah kebijakan masih dalam proses pelaksanaan,” tutur Abe sambil membungkukkan badan.
Selama memimpin Jepang, Abe berambisi membangkitkan kembali pertumbuhan ekonomi negaranya serta memperkuat pertahanan ”Negeri Matahari Terbit”. Ia telah berjuang mengatasi penyakit radang usus besar selama bertahun-tahun.
Dalam sepekan terakhir, Abe dua kali menjalani perawatan di rumah sakit. Kondisi terakhirnya mencuatkan pertanyaan apakah dia akan terus bertahan memimpin Jepang hingga akhir masa jabatannya sebagai ketua Partai Liberal Demokrat (LDP), sekaligus jabatan PM, hingga September 2021.
Setelah kabar pengunduran diri Abe menyebar, bursa saham Nikkei Jepang merosot rata-rata 2,12 persen menjadi 22.717,02. Adapun saham Topix jatuh 1,00 persen menjadi 1.599,70. Aksi jual tercatat mencapai 4,7 miliar dollar AS di bursa saham Tokyo senilai 5,7 triliun dollar AS. Pada masa kepemimpinan Abe, nilai bursa saham Tokyo melonjak hingga lebih dari dua kali lipat.
Pengunduran diri Abe bakal memantik persaingan sejumlah politisi untuk menduduki jabatan kepemimpinan di LDP. Proses penjaringan pemimpin baru LDP diperkirakan bakal berlangsung dua atau tiga pekan dan pemimpin baru harus secara formal dipilih di parlemen. Pemimpin baru LDP akan menjadi PM baru hingga akhir masa jabatan Abe.
Masa depan ”Abenomics”
Siapa pun pemenang dalam pemilihan di internal LDP diperkirakan akan mempertahankan kebijakan-kebijakan Abe, yang dikenal dengan sebutan ”Abenomics”. Jepang saat ini tengah berupaya mengatasi dampak akibat pandemi Covid-19. Pada April-Juni tahun ini, ekonomi Jepang mengalami kontraksi secara tahunan 27,8 persen.
Data tersebut merupakan kontraksi terburuk sejak pencatatan data dilakukan. Kontraksi ini terjadi akibat pukulan pandemi Covid-19 terhadap konsumsi dan perdagangan negara tersebut. Media Jepang melaporkan, kontraksi ekonomi tersebut merupakan yang terburuk sejak Perang Dunia II.
Meski akan melanjutkan kebijakan-kebijakan Abe, pengganti Abe diperkirakan tidak akan mewarisi jabatan dalam kurun lama, seperti dialami Abe. Bertahan memimpin dalam durasi yang lama disebut-sebut merupakan peninggalan terbesar Abe.
”Gambar besar (kebijakan) tetap dipertahankan seluruhnya. Dari segi kebijakan ekonomi dan fiskal, fokusnya bakal tetap sangat besar pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan stimulus pemerintah,” kata Jesper Koll, penasihat senior pada lembaga pengelolaan aset WisdomTree Investments. ”(Namun, di bawah PM baru), keberlangsungan dalam jangka waktu lama (dalam kekuasaan) bakal sulit.”
Pada Senin lalu, Abe melampaui rekor lama PM Jepang yang menjabat secara terus-menerus. Posisi itu sebelumnya ditempati paman kakek Abe, Eisaku Sato, setengah abad silam. ”Sebagai ketua partai penguasa, ia bekerja keras mewujudkan Abenomics selama 8 tahun,” kata Naohito Kojima (55), karyawan perusahaan pialang saham.
”Memang ada sejumlah masalah. Akan tetapi, jika orang lain menjadi pemimpin, masih dipertanyakan apakah ia akan mampu mempertahankan pemerintahan yang stabil selama seperti Abe. Ia (Abe) melakukan sejumlah negosiasi diplomatik dan, saya pikir, pihak yang pro (Abe) lebih banyak daripada yang kontra.”
Pengunduran diri Abe juga terjadi di tengah atmosfer geopolitik yang tidak menentu, termasuk meningkatnya konfrontasi antara AS dan China serta menjelang pemilihan Presiden AS, November mendatang.
Dukungan menurun
Abe, yang berhaluan konservatif, kembali menjabat PM untuk periode kedua kalinya pada Desember 2012. Saat itu, ia bertekad membangkitkan kembali pertumbuhan ekonomi Jepang melalui kebijakan-kebijakan yang dikenal dengan istilah Abenomics. Dengan kebijakan ini, Abe menggabungkan kebijakan moneter serta pengeluaran dan reformasi pajak. Ia juga bertekad memperkuat pertahanan Jepang dan ingin merevisi konstitusi pasifis dalam undang-undang dasar negaranya.
Abe berada di bawah tekanan, terkait penanganan atas pandemi Covid-19 dan sejumlah skandal yang melibatkan anggota partainya. Belakangan, dukungan kepada Abe menukik ke salah satu level terendah dalam hampir delapan tahun kepemimpinannya.
Abe terus berupaya mewujudkan janji-janjinya untuk memperkokoh pertahanan Jepang lewat peningkatkan anggaran militernya. Pemerintahan Abe mengambil langkah bersejarah pada 2014 melalui penafsiran ulang konstitusi yang memperbolehkan pasukan Bela Diri Jepang bertempur di luar negeri untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II. Setahun kemudian, Jepang mengadopsi UU yang menghapus larangan melakukan pertahanan diri kolektif atau membantu pertahanan negara mitra dari serangan musuh.
Saat menjabat PM pada periode pertama tahun 2006, Abe juga mengundurkan diri tahun 2007 dengan alasan kesehatan memburuk. Saat itu, kabinetnya diguncang sejumlah skandal dan LDP menelan kekalahan besar. Abe setelah itu mampu mengatasi penyakitnya dengan obat-obatan yang sebelumnya tidak tersedia. (AFP/REUTERS)