Panduan Tes Covid-19 Terbaru dari CDC AS Dituding Bermotif Politis
Arah penanggulangan pandemi di Amerika Serikat semakin tidak jelas. Kuat dugaan banyak motif politis dalam kebijakan penanganan pandemi Covid-19.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Perubahan pedoman tes Covid-19 bagi orang tanpa gejala oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat menimbulkan kritik keras dari para dokter juga politisi, serta memicu kebingungan warga. Hal ini memunculkan kecurigaan bahwa perubahan pedoman itu bermotif politis.
Awal pekan ini, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS menyebutkan bahwa orang yang memiliki riwayat kontak dengan pasien positif Covid-19 tapi tidak mengalami gejala tidak perlu menjalani tes, kecuali mereka ”individu yang rentan” atau diharuskan menjalani tes oleh tenaga medis. Pedoman baru tersebut bertolak belakang dengan pedoman CDC sebelumnya yang merekomendasikan semua kontak erat pasien positif Covid-19 untuk menjalani tes untuk mengendalikan penyebaran virus korona.
Pedoman baru itu tidak sejalan dengan ”perhitungan terbaik” CDC sendiri yang menyatakan bahwa 50 persen penularan Covid-19 terjadi sebelum gejala timbul (presymptomatic) dan kemampuan individu tanpa gejala untuk menularkan kepada orang lain sama dengan 75 persen kemampuan penularan orang dengan gejala. Bahkan, CDC sendiri yang menyebutkan bahwa dari semua pasien positif Covid-19, sebanyak 40 persen di antaranya tidak bergejala.
Laksamana Brett Giroir, Asisten Menteri Kesehatan Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat, mengatakan, tujuan perubahan pedoman itu adalah melakukan ”pemeriksaan yang tepat” dan tidak ada tekanan politik dari pemerintah. Menurut Giroir, pemeriksaan orang tanpa gejala yang terlalu awal bisa menimbulkan rasa aman yang palsu dan justru berpotensi menyebarkan virus. Giroir menambahkan, redaksional panduan baru dibuat oleh CDC. Namun, dalam proses pembahasannya banyak pejabat federal di luar CDC yang terlibat sehingga banyak pengeditan, banyak masukan.
Pada Rabu (26/8/2020), CNN dan The New York Times melaporkan bahwa para pejabat kesehatan AS diperintah oleh pejabat tinggi di pemerintahan Trump untuk meloloskan perubahan pedoman itu.
”Ini adalah produk dari ilmuwan dan tenaga medis yang membahas secara intens di gugus tugas,” kata Giroir. Gugus tugas dimaksud dipimpin oleh Wakil Presiden Mike Pence. Namun, baik Presiden Trump, Wapres Pence, maupun Menkes Alex Azar tidak memberikan masukan untuk mengubah panduan CDC.
Gubernur New York Andrew Cuomo menantang pernyataan bahwa perubahan pedoman CDC itu tidak bermotif politis. ”Kita butuh orang kesehatan masyarakat yang bekerja untuk kesehatan bukan politik, dan kami akan mengabaikan panduan CDC itu,” katanya.
Para pakar kesehatan mengatakan, perubahan panduan ini melukai upaya penelusuran kontak untuk mencegah penyebaran virus korona. ”Tidak bisa dijelaskan mengapa panduan ini tiba-tiba berubah. Sepanjang kami tahu, tidak ada bukti ilmiah baru,” kata Leana Wen, mantan komisioner kesehatan Baltimore sekaligus profesor tamu di Milken Institute School of Public Health, George Washington University, kepada CNN. ”Kita butuh lebih banyak tes, bukan sebaliknya.”
Presiden American Medical Association, organisasi profesi dokter terbesar di AS, Susan Bailey, menyatakan, panduan yang baru dari CDC bisa mempercepat penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
”Orang positif tanpa gejala yang pernah kontak dengan pasien positif Covid-19 tapi tidak menjalani tes adalah resep bagi penyebaran di komunitas dan lonjakan kasus Covid-19,” kata Bailey.
Kepada CNN, pakar penyakit menular terkemuka AS, Anthony Fauci, menyampaikan, dirinya sedang menjalani operasi ketika keputusan perubahan pedoman itu diambil.
”Saya takut interpretasi yang muncul terhadap rekomendasi ini dan khawatir akan membuat orang memiliki asumsi keliru bahwa penyebaran dari orang tanpa gejala bukan jadi masalah yang besar. Padahal, ini masalah besar,” tutur Fauci.
Di Twitter, pakar penyakit menular dari Emory University, Carlos del Rio, menduga ada dua alasan mengapa perubahan panduan itu terjadi. Pertama, kapasitas tes yang rendah.
Meski para pejabat Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat AS membantahnya, Komisioner Kesehatan Colombus, Ohio, Mysheika Roberts, menyebutkan bahwa bulan lalu Colombus kekurangan reagen untuk tes Covid-19 sehingga jumlah tes dikurangi.
Dugaan kedua, menurut Carlos, adalah Presiden Trump ingin melihat data kasus Covid-19 turun, sesederhana itu. Karena itu, tidak menganjurkan warganya untuk menjalani tes adalah salah satu caranya.
Selama ini pemerintahan Trump mendapat kritik keras dalam pelaksanaan tes Covid-19. Banyak negara bagian yang tidak melakukan tes dengan jumlah yang diperlukan untuk bisa mengendalikan pandemi.
Dalam kampanye pada Juni lalu, Trump mengatakan bahwa tes Covid-19 adalah ”pedang bermata dua” karena semakin banyak kasus positif teridentifikasi membuat AS terlihat jelek. Trump mendorong para pejabatnya untuk ”memperlambat tes”. Saat itu, seorang pejabat Gedung Putih menyebut bahwa pidato itu hanyalah gurauan.
Saat ini, AS secara total telah melaporkan lebih dari 5 juta kasus positif Covid-19 dengan hampir 180.000 kasus meninggal. (REUTERS/AP)