China melanggar kedaulatan dan tidak menghormati proses pembahasan panduan tata perilaku Laut China Selatan antara ASEAN dengan China. Klaim China di LCS hanya khayalan.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
TED ALJIBE / AFP
Foto yang diambil pada 21 April 2017 ini memperlihatkan gugusan karang di Kepulauan Spartly, wilayah yang disengketakan oleh sejumlah negara di kawasan Laut China Selatan.
HANOI, RABU — Latihan perang China di Laut China selatan memicu protes dari Vietnam. Selain itu, China pun melancarkan protes pada Amerika Serikat karena mengirim pesawat pengintainya ke kawasan Laut China Selatan. China memperingatkan kemungkinan tentaranya menembak pesawat pengintai AS itu karena pesawat itu terbang di dekat lokasi latihan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam Le Thi Thu Hang menyebut, latihan itu sebagai pelanggaran kedaulatan Vietnam. Sebab, lokasi latihan memasukkan Kepulauan Paracel yang diperebutkan Beijing dan Hanoi. ”Fakta China terus berlatih perang di kepulauan itu melanggar kedaulatan Vietnam, melanggar semangat deklarasi tata perilaku para pihak di Laut Timur (nama Laut China Selatan menurut Vietnam), dan memperburuk keadaan,” ujarnya, Rabu (26/8/2020), di Hanoi.
China menggelar latihan perang di sekitar Paracel dan LCS sejak Senin (24/8/2020Pada Juli 2020, tentara China juga berlatih selama hampir sepekan di LCS.
Hang tidak hanya menyinggung soal pelanggaran kedaulatan. Ia juga menyoroti soal panduan tata perilaku (COC) di LCS. ASEAN dan China tengah membahas rancangan COC. Setelah menyepakati satu naskah bersama dan menyelesaikan pembahasan pertama, seharusnya ASEAN-China memulai pembahasan putaran kedua pada 2020. Walakin, pandemi Covid-19 yang memicu pembatasan gerak membuat pembahasan putaran kedua belum bisa dilakukan. Pembahasan harus dilakukan lewat pertemuan langsung, tidak bisa melalui telekonferensi.
Hang menekankan bahwa Kepulauan Paracel dan Spratly adalah bagian tidak terpisahkan dari Vietnam. Hanoi mengaku punya bukti hukum dan sejarah untuk mendukung klaim kedaulatan atas kedua kepulauan itu. Hanoi berkeras bahwa Beijing menduduki Paracel pada 1974 dan Spratly pada 1988.
Ancam tembak
Bukan hanya Vietnam yang mengeluarkan protes terkait latihan itu. China pun menyampaikan protes dan disasarkan kepada AS. Sebab, Washington mengerahkan pesawat pengintai ke dekat lokasi latihan. Juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional China Wu Qian mengatakan, pesawat intai AS mengganggu latihan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.
Tindakan AS, lanjut Wu, bisa berujung pada penilaian salah bahkan kecelakaan. Tindakan itu juga dinyatakan sebagai provokasi terbuka. Beijing telah menyampaikan protes dan meminta AS tidak meneruskan provokasi itu. Beijing menuding Washington melanggar tata perilaku keselamatan udara dan perairan di antara AS-China.
ZHA CHUNMING/XINHUA VIA AP, FILE
Foto yang diambil pada Jumat, 8 Juli 2016, yang dirilis oleh kantor berita Xinhua, memperlihatkan saat fregat milik China, Yuncheng, menembakkan rudal antikapal dalam latihan militer di perairan Pulau Hainan dan Kepulauan Paracel di Laut China Selatan.
AS diketahui menerbangkan pesawat intai U-2 ke wilayah udara dekat lokasi latihan PLA di LCS. Beijing mengingatkan bahwa telah ada peringatan terbuka agar pesawat-pesawat menjauhi area latihan. Sebab, PLA berlatih menembak ke udara dan perairan.
Pakar Militer China, Song Zhongping, mengatakan bahwa pesawat intai itu berisiko ditembak. Kepada Global Times, ia menyebut bahwa Beijing berhak menembak pesawat asing yang dinilai memasuki wilayah udaranya. Beijing juga tetap berhak menembak karena pesawat masuk ke zona larangan terbang yang telah diumumkan.
Song mengatakan, AS yang bersalah kalau sampai pesawat intainya sampai tertembak. Sebab, telah ada peringatan terbuka untuk menjauhi wilayah udara di sekitar lokasi latihan. PLA telah lima kali menembak pesawat intai U-2 pada 1962-1967.
Song tidak mempertimbangkan bahwa klaim China atas LCS ditolak banyak pihak. Selain Vietnam, penolakan, antara lain, disampaikan Filipina. Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana menyebut, klaim China atas LCS didasarkan pada Sembilan Garis Putus hasil pemalsuan. Seperti Hang, Lorenzana juga menuding Beijing menduduki wilayah Manila secara ilegal.
REUTERS/ERIK DE CASTRO
Tentara Filipina berdiri siaga di depan bendera nasional Filipina di Pulau Thitu—atau Pulau Pagasa, menurut versi Filipina—di kawasan Laut China Selatan, 21 April 2017. Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Kamis (4/4/2019), mengingatkan China agar tidak ”menyentuh” Pulau Pagasa.
Lorenzana menunjukkan fakta salah satu gosong yang diklaim China hanya berjarak dari 240 kilometer dari Luzon, pulau terbesar Filipina. Sebaliknya, dari pulau terbesar China di pesisir Hainan yang paling dekat, gosong itu berjarak 650 kilometer. Walakin, China tetap memasukkan gosong itu dan banyak banyak gugusan karang kecil di LCS sebagai wilayah Hainan.
Manila berkeras bahwa gosong itu masih dalam zona ekonomi ekslusif (ZEE) Filipina. ”Tidak ada hak sejarah di perairan dalam Sembilan Garis Putus kecuali di bayangan mereka. Nelayan kami (mencari ikan) dalam ZEE kami dan kapal serta pesawat berpatroli di wilayah kami. Karena itu, mereka (China) tidak berhak menegakkan hukum,” ujarnya.
Manila pernah menggugat Beijing di Mahkamah Arbitrase Permanen soal klaim di LCS. Lewat putusan pada 2016, mahkamah menetapkan klaim China di LCS tidak berdasar. Walakin, Beijing menegaskan mahkamah tidak berwenang mengadili masalah itu dan karenanya Beijing menolak tunduk pada putusan tersebut. Sebaliknya, banyak negara seperti AS, Australia, Indonesia, dan tentu saja Filipina, mendukung putusan itu.
Diplomasi
Upaya China meneguhkan klaim di LCS dilakukan lewat berbagai cara. Termasuk dengan menempatkan diplomatnya di Mahkamah Hukum Laut Internasional. Duta Besar China untuk Hungaria, Duan Jielong, menjadi wakil keempat China di mahkamah itu. Sebelum ini, China pernah menempatkan Zhao Lihai (1996-2000), Xu Guangjian (2001-07) dan Gao Zhiguo (2008-20) di mahkamah yang dibentuk sejak 1996 itu. Mahkamah itu dibentuk untuk menangani sengketa maritim berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (Unclos) 1982.
REUTERS
Kapal-kapal perang Australia dan Amerika Serikat berlayar bersama di Laut China Selatan, 18 April 2020.
Selain Duan, para penandatangan Unclos juga memilih are David J. Attard (Malta), Ida Caracciolo (Italia), Maria Teresa Infante Caffi (Chile), Maurice Kengne Kamga (Kamerun), dan Markiyan Kulyk (Ukraina) sebagai anggota majelis. Mereka akan menjadi bagian dari 21 majelis hakim di mahkamah. Setiap hakim bertugas selama sembilan tahun. Setiap tiga tahun ada pemilihan untuk sebagian hakim untuk memastikan masa jabatan hakim tidak habis serentak.
Kantor berita Xinhua dan Global Times menyebut, pemilihan Duan menggambarkan dukungan internasional pada Beijing. ”China mendapat pengakuan dan dukungan lebih banyak, yang menunjukkan pengakuan internasional pada peran China,” kata pengajar Institute of International Relations of the China Foreign Affairs University, Li Haidong.
Sementara pengajar di Universitas Fudan, Shen Yi, menyebut bahwa kemenangan Duan adalah tanda penurunan pengaruh AS di komunitas internasional. ”Sebaliknya, pengaruh China meningkat sebagai hasil sumbangan di masa lalu,” ujarnya. (AP/REUTERS)