ICRC Ingatkan Maraknya Serangan Siber ke Fasilitas Vital
Dunia diminta waspada atas peningkatan serangan siber terhadap fasilitas vital, seperti rumah sakit, layanan air minum, dan sanitasi hingga fasilitas nuklir. Kerangka hukum yang memadai perlu disusun.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Komite Palang Merah Internasional memperingatkan semakin maraknya serangan siber yang canggih ke pelayanan vital warga, seperti rumah sakit, pembangkit listrik, perusahaan air minum hingga infrastruktur lainnya. Tindakan pencegahan yang segera dan masif, termasuk di dalamnya aturan perundangan, diperlukan untuk melindungi fasilitas serta infrastruktur sipil vital ini.
Presiden Komite Internasional Palang Merah (ICRC) Peter Maurer, Rabu (26/8/2020), menyatakan keprihatinannya tentang efek operasi peretasan yang memutus pasokan listrik dan sistem air minum di negara-negara yang terdampak konflik. Peretasan juga menghentikan layanan rumah sakit di tengah penanganan Covid-19.
”Jika rumah sakit tidak dapat memberikan perawatan yang menyelamatkan nyawa di tengah krisis kesehatan atau konflik bersenjata, semua komunitas akan menderita,” kata Maurer dalam pertemuan virtual informal Dewan Keamanan PBB. Dia menambahkan, pasokan listrik yang terganggu akan mengakibatkan efek berantai: ketersediaan air bersih, pelayanan ksehatan, dan layanan penting lain akan terganggu.
Bahkan, menurut dia, fasilitas nuklir yang mungkin dimiliki sebuah negara juga memiliki risiko diserang oleh para peretas.
Menurut Maurer, serangan siber terhadap infrastruktur vital telah menyebabkan kerusakan perekonomian yang signifikan, gangguan kehidupan warga dan ketegangan. Namun, ICRC tidak menunjukkan data apakah serangan siber itu telah mengakibatkan korban jiwa. Maurer mengatakan bahwa serangan siber terus meningkat dengan kecanggihan teknologi yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
”Kami khawatir bahwa kemampuan dunia maya yang digunakan dalam konflik pada masa mendatang akan menyebabkan konsekuensi yang lebih buruk, khususnya bagi warga sipil,” kata Maurer.
Hal ini terkait dengan pernyataan terbuka beberapa negara bahwa mereka memanfaatkan dunia maya, siber, dalam tindakan militernya. Hal ini memicu kekhawatiran Maurer bahwa kelompok militer terus mengembangkan kemampuan perang non-konvensionalnya dan memanfaatkannya secara tidak tepat. ”Semakin banyak negara yang mengembangkan kemampuan dunia maya militer membuat penggunaannya di dalam konflik pada masa yang akan datang juga akan meningkat. Ini yang menjadi perhatian ICRC,” kata Maurer.
Peringatan serupa pernah dikeluarkan oleh Interpol. Dikutip dari laman Forbes dan Interpol, Sekretartis Jenderal Interpol Jurgen Stock mengatakan, serangan siber semakin meningkat di tengah pandemi, terutama serangan dalam bentuk penyebaran virus ransomware ke sejumlah rumah sakit ataupun fasilitas yang terkait langsung dalam penanganan pandemi Covid-19. Interpol menyarankan agar para pengelola rumah sakit melindungi sistem komputer mereka dengan keamanan yang lebih baik.
Aturan hukum siber
Maurer menyatakan, tindakan pencegahan untuk melindungi fasilitas vital sangat diperlukan, terutama mengenai aturan. Dia menyambut keterlibatan Dewan Keamanan PBB dalam masalah operasi militer dunia maya yang berbahaya.
Pada Desember lalu, Rusia mendapatkan persetujuan dari Majelis Umum PBB atas sebuah resolusi untuk menggalang penyusunan perjanjian internasional baru perang kejahatan dunia maya. Uni Eropa, AS, dan beberapa negara lainnya keberatan dengan usulan itu karena dinilai akan merusak kerja sama internasional yang sudah ada sebelumnya.
Maurer mengusulkan, substansi penting yang harus dimasukkan dalam aturan internasional itu adalah kerangka perlindungan hukum terhadap infrastruktur sipil dari operasi dunia maya, termasuk di dalamnya sistem kesehatan, sistem air dan sanitas, listrik, serta infrastuktur yang mengandung kekuatan berbahaya.
”Tidak ada negara yang bisa berhasil dalam hal ini sendirian. Kolaborasi yang luas antarnegara dan peran banyak pihak menjadi sangat penting,” katanya. (AP)