Lukashenko Siagakan Militer di Tengah Demonstrasi Besar
Presiden Belarus Alexander Lukashenko mengerahkan tentara sampai mengancam memecat pekerja yang ikut unjuk rasa. Ia sudah membuktikan ancamannya di sejumlah perusahaan milik negara.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
MINSK, MINGGU — Krisis politik pasca-pemilihan presiden Belarus yang dimenangi petahana Alexander Lukashenko terus bergulir dalam dua pekan ini. Unjuk rasa dengan jumlah massa semakin besar kembali berlangsung di ibu kota Minsk, Minggu (23/8/2020). Massa memprotes hasil pemilu yang dinilai oposisi curang dan mendesak Lukashenko mundur.
Di tengah gejolak massa yang terus menekannya, Lukashenko membangun dan memanfaatkan sentimen anti-asing untuk terus mempertahankan kekuasaan. Ia mengerahkan tentara karena menuding negara lain mencoba menginvasi Belarus.
Massa pengunjuk rasa, yang berpawai sambil mengibarkan bendera oposisi merah-putih, menuntut pengunduran diri Lukashenko yang berusaha mempertahankan tiga dekade kekuasaannya dan menyerukan kebebasan. Menurut laporan media lokal di Telegram, lebih dari 100.000 orang berkumpul.
Unjuk rasa besar itu terjadi setelah kandidat oposisi, Svetlana Tikhanovskaya, yang kalah dari Lukashenko dengan tuduhan akibat kecurangan, mendorong warga terus berunjuk rasa untuk memprotes pemilu yang dimenangi Lukashenko. Warga Belarus tidak akan lagi menerima presiden otoriter dan yang kontroversial.
”Saya bangga pada warga Belarus, setelah 26 tahun mereka kini siap mempertahankan hak. Saya mengajak mereka untuk terus, tidak berhenti, karena sangat penting terus bersatu dalam perjuangan untuk hak,” ujarnya dari Vilnius, Lituania.
Belarus dilanda gelombang unjuk rasa untuk menolak hasil pemilu 9 Agustus 2020. Oposisi dan pengunjuk rasa menuding pemilu yang dimenangi Lukashenko itu curang. Eropa dan Amerika Serikat menyatakan Pemilu Belarus tidak sesuai standar pemilu bebas.
Washington meminta Pemerintah Belarus berkoordinasi dengan Dewan Koordinasi yang dibentuk oleh tokoh oposisi, Svetlana Tikhanovskaya, dari pengungsiannya di Vilnius.
Lukashenko menuding Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengerahkan pasukan di Lituania dan Polandia. Tentara Belarus pun diperintahkan untuk bersiaga penuh terkait dengan tudingannya bahwa negara lain berusaha menginvasi Belarus di tengah krisis ini.
”Negara dalam bahaya,” katanya saat meninjau persiapan latihan perang dekat perbatasan Belarus-Polandia, Sabtu (22/8).
NATO dan AS ditudingnya akan memakai Belarus sebagai alasan untuk menekan Rusia, sekutu utama Belarus. ”Mereka (NATO dan AS) berusaha membangun koridor Laut Baltik. Kita satu-satunya bagian yang hilang,” ujar Lukashenko, seperti dikutip media Belarus, BelTA.
AS ditudingnya menjadi perencana dan pengarah, sedangkan Eropa ikut bermain dalam kekacauan di Belarus. Pusat operasi khusus disebutnya telah dibuat di dekat Warsawa, Polandia.
”Kalau ada unjuk rasa, pesawat dan tank mulai bergerak. Ini bukan kebetulan,” ujarnya, seperti dikutip kantor berita Rusia, Tass.
Lukashenko juga menggunakan beragam cara untuk melawan protes. Ia mengancam menutup pabrik apabila pekerjanya berunjuk rasa. Pekerja yang berunjuk rasa bisa dipecat.
Hal itu dia buktikan kepada para pekerja media milik negara. Karena banyak media pemerintah ikut berunjuk rasa, ia menyewa jurnalis Rusia untuk menjalankan media milik negara. Jurnalis Belarus yang ikut unjuk rasa dipecat.
Dalam lawatan ke Lituania pada akhir Agustus 2020, Wakil Menteri Luar Negeri AS Stephen Biegun dijadwalkan bertemu Tikhanovskaya. Sementara NATO, Polandia, dan Lituania kompak menyangkal tudingan Lukashenko.
”NATO tidak mengancam Belarus atau negara lain. Juga tidak memperkuat tentara di kawasan,” kata pernyataan resmi NATO.
Presiden Lituania Gitanas Nauseda mengatakan, tudingan Lukashenko hanya propaganda. Kepala Staf Kepresidenan Polandia Krzysztof Szczerski mengatakan, Polandia tidak pernah punya niat untuk mengancam kedaulatan negara lain. Uni Eropa mencegah tidak terjadi kasus ”Ukraina kedua”. (AFP/REUTERS)