Utang Pemerintah Inggris Lebih Tinggi dari Hasil Ekonominya
Utang Inggris bernilai sekitar 100,5 persen dari PDB tahunannya. Angka utang itu untuk pertama kali juga dilaporkan telah melampaui 100 persen PDB sejak tahun 1961.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
LONDON, JUMAT -- Utang Pemerintah Inggris dilaporkan telah menembus angka 2 triliun pound sterling atau sekitar 2,6 triliun dollar AS sebagai gambaran atas langkah utang besar-besaran untuk menopang ekonomi negara itu selama pandemi Covid-19.
Nilai utang itu menjadikannya lebih besar daripada produk domestik bruto tahunan Inggris dan pertama kalinya melampaui 100 persen PDB sejak tahun 1961 silam.
Kantor Statistik Nasional Inggris dalam laporannya Jumat (21/8/2020) menyatakan Pemerintah Inggris meminjam lagi dana senilai 26,7 miliar pound sterling pada Juli. Hal itu adalah jumlah utang tertinggi keempat setiap bulan sejak pencatatan dimulai pada 1993 dan menaikkan utang Pemerintah Inggris menjadi 2,004 triliun pound.
Kenaikan itu juga berarti utang Inggris saat ini nilainya lebih tinggi dari nilai output ekonominya. Utang Inggris bernilai sekitar 100,5 persen dari PDB tahunannya. Angka utang itu untuk pertama kali juga dilaporkan telah melampaui 100 persen PDB sejak tahun 1961.
Inggris mengalami pemburukan keuangan publik selama pandemi Covid-19. Hal itu antara lai disebabkan oleh skema dukungan besar-besaran yang mau tidak mau harus dilakukan pemerintah selama beberapa bulan terakhir.
Pilihan itu dimaksudkan untuk mengatasi guncangan ekonomi dari pandemi, yang telah membuat ekonomi Inggris menyusut sekitar seperlima.
Hutang Inggris bernilai sekitar 100,5 persen dari PDB tahunannya. Angka utang itu untuk pertama kali juga dilaporkan telah melampaui 100 persen PDB sejak tahun 1961.
Pemerintah Inggris telah memotong serangkaian pajak dan menghabiskan banyak dana, terutama untuk skema tunjangan gaji yang banyak digunakan.
“Krisis ini telah membuat keuangan publik berada di bawah tekanan yang signifikan karena kami telah mengalami pukulan terhadap ekonomi dan mengambil tindakan untuk mendukung jutaan pekerjaan, bisnis dan mata pencaharian,” kata Menteri Keuangan Inggris, Rishi Sunak. "Tanpa dukungan itu, segalanya akan jauh lebih buruk."
Lonjakan utang Pemerintah Inggris itu menjadi semacam harga yang harus dibayar di tengah tekanan ekonomi negara itu. Bauran kebijakan itu sejauh ini berdampak positif.
Ekonomi Inggris terlihat mulai menuju pemulihan. Namun dalam jangka menengah terlihat tekanan terhadap sektor ketenagakerjaan di negara itu masih menggelayut.
Data menunjukkan penjualan ritel di Inggris naik di atas level pra-pandemi di bulan Juli dan data Indeks Manajer Pembelian di bulan Agustus menunjukkan pertumbuhan tercepat dalam hampir tujuh tahun. Data itu mengalahkan ekspektasi para ekonom.
Namun ekonomi Inggris masih menghadapi pemulihan yang lama setelah menyusut sebesar 20 persen pada triwulan kedua, sebuah penurunan terbesar dari negara besar mana pun.
"Peningkatan konsumsi ritel ini dapat membantu meredakan kekhawatiran atas kerapuhan ekonomi Inggris - tetapi tidak untuk waktu yang lama," kata Alistair McQueen, kepala tabungan dan pensiun di perusahaan asuransi Aviva.
Inggris memasuki fase penutupan wilayah secara total untuk merespon kondisi pandemi Covid-19 pada akhir Maret. Toko-toko di Inggris baru dibuka kembali sepenuhnya pada 15 Juni. Bar dan restoran kemudian mengikuti pada 4 Juli. Penjualan ritel pada Juli 1,4 persen di atas level tahun lalu dan 3,0 persen di atas level mereka sebelum pandemi.
Namun sejauh ini terpantau justru semakin banyak pengusaha mengatakan mereka berencana untuk mengurangi jumlah karyawan. Masih timbul keragu-raguan di sejumlah pebisnis untuk menambah karyawan, termasuk dikaitkan dengan skema cuti bersubsidi pemerintah yang berakhir pada bulan Oktober.
"Bekas luka dari pandemi dan keraguan tentang keberlanjutan pemulihan mengakibatkan kebutuhan untuk memotong biaya perusahaan ada di depan," kata Tim Moore, Direktur Ekonomi di IHS Markit, yang menerbitkan data PMI.
Survei PMI untuk zona euro - di mana negara-negara keluar dari kebijakan penguncian lebih awal dari Inggris – juga menunjukkan pemulihan yang tersendat. Hal itu menunjukkan dampak permintaan yang sempat terpendam sebelumnya dan mendorong ekspansi di bulan Juli justru sudah memudar.
Toko-toko seperti Marks & Spencer, Boots, John Lewis, Dixons Carphone, dan WH Smith telah mengumumkan rencana untuk melakukan ribuan pemutusan hubungan kerja.
Pemerintah Inggris telah menghabiskan lebih dari 35 miliar pound sejauh ini untuk skema menopang sektor ketenagakerjaan di negara itu. Hal itu menjadi langkah tunggal terbesar untuk mengatasi dampak ekonomi dari pandemi, tetapi hanya menawarkan insentif yang relatif kecil bagi bisnis untuk mengembalikan karyawan-karyawan mereka pada pekerjaan.
Bank of England memperkirakan pengangguran akan mencapai 7,5 persen pada akhir tahun, hampir dua kali lipat dari angka terbaru yang dilaporkan sebelumnya. (AP/REUTERS)