AS mulai mengirim tentara dalam jumlah besar ke Irak pada 2003. Setelah mulai mengurangi pada pertengahan 2019, AS menambah lagi pasukannya di Irak. Kini, Washington mau tentaranya keluar dari Irak.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Amerika Serikat kembali mengumumkan akan menarik hampir seluruh tentaranya dari Irak. Selanjutnya, perusahaan-perusahaan minyak AS akan masuk ke Irak. Presiden AS Donald Trump mengungkapkan hal itu di sela-sela menemui Perdana Menteri Irak Mustafa al-Khadami, Kamis (20/8/2020) sore waktu Washington atau Jumat dini hari WIB. ”Kami membahas (isu) militer. Kami juga terlibat dalam banyak proyek perminyakan dan pembangunan,” kata Trump.
Amerika Serikat kini menempatkan 5.000 tentara di Irak. Juli 2020, Panglima Komando Tengah AS Frank McKenzie menyebut, AS akan mempertahankan tentara dengan jumlah lebih sedikit di Irak. McKenzie meyakini Irak mau menerima pasukan AS dan sekutunya. Kehadiran pasukan itu untuk memastikan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) bisa terus dikalahkan. McKenzie tidak menyebut berapa banyak tentara AS akan dipertahankan di Irak.
Kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Khadami mengatakan bahwa negara tidak butuh dukungan pasukan asing di darat. Kebutuhan dukungan bisa saja berubah, bergantung pada jenis ancaman.
Karena itu, Trump mengatakan bahwa seluruh tentara AS bisa ditarik dari Irak. Sebab, NIIS yang menjadi alasan terakhir keberadaan pasukan AS di Irak sudah dikalahkan. ”Kami jelas akan pergi. Kami akan meninggalkan sangat sedikit,” kata Trump.
Sementara Pompeo menyebut, penarikan akan dilakukan segera. ”Presiden sangat jelas ingin mengurangi pasukan kita dalam jumlah sesedikit mungkin, (dalam waktu) secepat mungkin. Kami bekerja sama dengan Irak untuk mewujudkan ini, dalam beberapa bulan,” ujarnya.
AS mulai mengirim tentara dalam jumlah besar ke Irak pada 2003 dengan tujuan menggulingkan Saddam Husein dan mencari senjata pemusnah massal. Sejak itu, Irak menjadi negara tidak stabil dan belakangan menjadi pusat NIIS. Kehadiran NIIS membuat AS dan sekutunya menambah pasukan ke Irak. Setelah NIIS diumumkan kalah pada 2018, AS dan sekutunya mulai mengurangi pasukan di Irak.
Belakangan, milisi-milisi lain di Irak menyerang pasukan AS di sana. Dari Oktober 2019 hingga Juli 2020, ada 39 serangan roket diarahkan ke lokasi-lokasi yang ditempati orang-orang AS di Irak. Adapun pada Agustus 2020, ada tiga serangan terhadap pasukan AS dan markas AS di Irak.
Peningkatan serangan menjadi alasan AS kembali meningkatkan pasukan hingga mendekati 15.000 orang. AS juga menempatkan unit-unit pertahanan udara. Belakangan, semua dikurangi lagi. ”Kami punya tentara terbaik di dunia. Kalau ada yang menyerang, kami menyerang balik lebih keras dibandingkan dengan serangan mereka ke kami,” kata Trump.
Minyak
Sebelum pengumuman soal tentara, AS lebih dulu mengungkap perusahaan-perusahaan AS menyepakati proyek perminyakan senilai 8 miliar dollar AS. Honeywell, Baker Hughes, GE, Stellar, dan Chevron akan terlibat dalam proyek perminyakan itu. Investasi perusahaan-perusahaan AS tersebut dinyatakan akan membantu Irak meningkatkan kinerja industri energinya. Investasi itu juga akan membantu Irak mengurangi ketergantungan energi dari Iran.
Meski menjadi salah satu dari lima pemilik cadangan minyak terbesar, Irak harus bergantung kepada Iran. Sebab, industri perminyakan Irak berantakan karena aneka perang selama 17 tahun terakhir. Kilang-kilang minyak Irak menjadi sasaran rebutan antara pemerintah dan aneka milisi. Sebagian kilang dan jaringan tambang minyak Irak sengaja dirusak oleh milisi agar tidak dikuasai pihak lain.
Khadami mengatakan, Irak menyambut semua perusahaan AS yang mau beroperasi di negara itu. Irak terbuka pada dunia usaha. ”Irak terbuka pada investasi dan pengusaha AS demi masa depan yang lebih baik,” ujarnya.
Belum diketahui dampak kehadiran perusahaan AS di Irak pada jumlah pasukan asing di negara itu. Di Suriah, AS tetap mempertahankan pasukan dengan alasan menjaga kilang-kilang minyak. Sebagian kilang itu berada di wilayah yang dikuasai milisi Kurdi. (AP/REUTERS)