Indonesia berusaha mendapatkan vaksin di tengah kompetisi sejumlah negara mengejar vaksin Covid-19. Indonesia juga berusaha tetap menggerakkan perekonomian.
Oleh
Kris Mada dan Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia berharap bisa menggelar imunisasi massal Covid-19 pada 2021. Untuk mengejar target itu, Indonesia bekerja sama dengan sejumlah negara dalam pembuatan vaksin Covid-19.
Untuk memastikan kerja sama dan pencapaian target, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir melawat ke China. Di sana, mereka, antara lain, bertemu perwakilan Sinovac, Sinopharm, dan CanSino. Sinovac sudah bekerja sama dengan Biofarma untuk uji klinis tahap III calon vaksin Covid-19.
Pada Kamis (20/8/2020), di Hainan, Biofarma dan Sinovac menyepakati perjanjian awal pembelian dan pasokan vaksin ke Indonesia untuk periode November 2020-Desember 2021. Untuk November 2020-Maret 2021, disepakati pasokan bahan baku 40 juta dosis vaksin. ”Kehadiran kami di sini untuk memastikan, memperkuat hubungan tidak saja ekonomi, tetapi juga kesehatan,” kata Erick lewat telekonferensi dari Sanya, Hainan.
Ia menyebut kerja sama Biofarma-Sinovac saling menguntungkan. Sinovac akan memberikan teknologi pengembangan vaksin yang dimilikinya kepada Biofarma. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya sekadar membeli atau membuat vaksin atas pesanan negara lain.
Upaya itu juga untuk mencapai target Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19. Lewat kerja sama itu, menurut Erick, diharapkan vaksinasi massal Covid-19 bisa dilakukan awal 2021.
Kerja sama dengan asing, kata Retno, dilakukan sembari Indonesia terus berupaya memproduksi sendiri vaksin Covid-19. Produksi itu melibatkan sejumlah lembaga di dalam negeri.
Retno mengatakan, delegasi Indonesia juga menemui Menlu China Wang Yi. Dalam pertemuan itu, Retno kembali menekankan sikap Indonesia soal vaksin. ”Indonesia menyampaikan pentingnya jumlah vaksin yang memadai, tepat waktu, aman, dan dengan harga terjangkau,” ujarnya.
Erick dan Retno tidak menyebut berapa perkiraan harga vaksin yang dikembangkan Sinovac-Biofarma. Media Hong Kong, South China Morning Post, mewartakan harga calon vaksin yang dibuat beberapa negara. Sinopharm disebut memperkirakan harga vaksin mencapai 72,5 dollar AS per dosis. Sebaliknya, Johnson&Johnson hanya menawarkan 10 dollar AS per dosis jika dijual ke pemerintah.
Adapun Pfizer memperkirakan harga vaksin mencapai 20 dollar AS per dosis. Sementara Moderna menawarkan hingga 37 dollar AS per dosis. Serum Institute India malah menawarkan lebih murah, 13 dollar AS per dosis. Tawaran paling rendah dari Oxford University dan AstraZeneca, 4 dollar AS per dosis yang dijual kepada pemerintah.
Retno memastikan Indonesia juga berkomunikasi dengan pihak-pihak di luar China dalam upaya pencarian vaksin Covid-19. ”Dengan pemikiran untuk memperoleh hasil yang lebih baik, di tengah kompetisi yang sangat ketat di antara negara-negara dunia,” ujarnya.
Kerja sama ekonomi
Selain soal vaksin, Erick dan Retno juga membahas kerja sama ekonomi Indonesia-China. Indonesia terus berusaha memangkas defisit negara perdagangan dengan China.
Pada semester I-2020, upaya itu berhasil dengan peningkatan ekspor ke China dan penurunan impor dari China. Dari 12,32 miliar dollar AS pada semester I-2019, ekspor ke China menjadi 13,77 miliar dollar AS pada semester I-2020. Sementara impor dari China berkurang 11,86 persen. China juga menanamkan 2,4 miliar dollar AS selama semester I-2020, naik 200 juta dollar AS dibandingkan dengan semester I-2019.
Retno mengatakan, Indonesia juga mengusulkan pembuatan kelompok kerja bersama di sektor perdagangan. Kelompok itu akan fokus mengatasi hambatan dagang dan perluasan pasar bagi produk Indonesia di China.
Kerja sama dengan China bagian dari upaya Indonesia untuk tetap menggerakkan perekonomian selama dan setelah pandemi. Upaya yang dilakukan Indonesia adalah membuat koridor perjalanan lintas negara untuk para pengusaha. Selain dengan China, koridor itu telah dibuka dengan Uni Emirat Arab dan Korea Selatan.
Koridor itu memungkinkan pebisnis melakukan perjalanan lintas negara agar kegiatan perekonomian bisa terus berjalan. Karena itu, selepas dari China, Erick dan Retno bertolak ke UEA untuk membahas kerja sama kedua negara.
Erick mengatakan, lawatan ke China bagian dari upaya transformasi BUMN. Karena itu, selain dengan industri farmasi, delegasi Indonesia juga bertemu perwakilan China Railway. ”Pandemi ini mengajarkan kekuatan Indonesia karena pasarnya besar, sumber daya alam banyak,” ujarnya.
Perekonomian Indonesia bisa membesar jika persoalan logistik diatasi. Pertemuan dengan China Railway bagian dari perbaikan logistik nasional. ”Banyak didiskusikan agar ekonomi lebih kompetitif,” katanya.
Retno mengatakan, pertemuan dengan Wang Yi dan perwakilan sejumlah dunia usaha China bagian dari upaya mengisi peringatan 70 tahun hubungan Indonesia-China dengan peningkatan kerja sama di berbagai bidang. Kepada Wang Yi, Retno kembali menekankan bahwa kerja sama harus didasarkan pada prinsip saling menghormati dan saling menguntungkan.
Retno juga menyinggung nasib pelaut Indonesia di kapal-kapal ikan China. Indonesia menekankan bahwa Pemerintah Indonesia-China harus bertindak pada masalah itu. Tidak bisa lagi menganggapnya sebagai persoalan hubungan kerja. ”Pemerintah sudah harus terlibat untuk memastikan bahwa pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan ini tidak terjadi di masa mendatang,” ujarnya.