Ada Dugaan Kerja Paksa, AS Hentikan Pasokan Ikan dari Taiwan
Pemerintah AS untuk sementara menghentikan impor ikan asal Taiwan. Diduga, pasokan ikan Taiwan ini berasal dari Da Wang, kapal penangkap ikan yang diduga melakukan kerja paksa terhadap pekerjanya.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Pemerintah Amerika Serikat untuk sementara menghentikan impor ikan asal Taiwan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Kebijakan ini menyusul laporan adanya tindakan pelecehan dan kerja paksa di kapal penangkap ikan pada kapal pemasok perdagangan ikan tuna global, Bumble Bee Seafoods.
Badan yang mengurusi kepabeanan di Amerika Serikat, Custom and Border Protection (CBP), Kamis (20/8/2020), mengeluarkan perintah untuk memblokade pengiriman ikan tuna yang ditangkap oleh Da Wang, kapal penangkap ikan milik perusahaan Taiwan tapi berbendera Vanuatu. Pemblokadean itu berlaku di semua pelabuhan AS.
Keputusan penghentian impor dan pemblokadean masuknya produk ikan yang dipasok dari kapal penangkap ikan Da Wang diambil setelah munculnya laporan Greenpeace Asia Timur yang menyatakan bahwa armada penangkapan ikan terbesar kedua di dunia itu, kedua terbesar setelah armada milik China, terindikasi melakukan kerja paksa terhadap para pekerja di kapalnya.
Meski CBP tidak menyebutkan Bumblee Bee Seafoods di dalam keputusan penghentiannya itu, perusahaan ikan kalengan yang berbasis di San Diego tersebut baru-baru ini diakusisi oleh FCF Co, perusahaan produk perikanan asal Taiwan. Menurut Andy Shen, penasihat senior kelautan Greenpeace AS, FCF telah mengonfirmasi bahwa perusahaan itu mendapat pasokan setidaknya sekali, pada 2019, dari kapal penangkap ikan Da Wang. Perusahaan itu tidak membantah informasi tersebut.
”FCF terus melakukan komunikasi dengan Greenpeace dan setuju sepenuhnya bahwa kemajuan signifikan harus dibuat untuk memastikan praktik ketenagakerjaan yang bertanggung jawab diikuti di semua kapal tuna,” menurut FCF dalam pernyataannya.
FCF, perusahaan penyuplai ikan terbesar di wilayah Pasifik Barat, menyatakan bahwa di dalam perekrutan, setiap tenaga kerja akan diperlakukan dengan tanggung jawab dan prioritas utama dalam industri perikanan yang berkelanjutan. Mereka juga menyatakan tidak akan menoleransi pelanggaran hak asasi manusia atau lingkungan apa pun dalam rantai pasokannya.
Juru bicara perusahaan yang dihubungi AP menolak pertanyaan spesifik yang diajukan terkait dengan Da Wang dan pasokannya terhadap suplai FCF secara keseluruhan.
Shen mengatakan, pelarangan impor ikan itu memberikan gambaran yang jelas kepada para calon konsumen di AS tentang produk Bumble Bee dan tuna yang dipasok oleh FCF. Produk itu memiliki risiko hukum, keuangan, dan reputasi karena terdapat tindakan yang sewenang-wenang terhadap pekerja mereka. ”Hari-hari menutup mata sudah berakhir,” kata Shen.
Industri perikanan global terganggu oleh adanya pelanggaran ketenagakerjaan selama bertahun-tahun. Perlakuan yang tidak manusiawi oleh manajemen dan pengelola kapal serta upah yang sangat minim atau bahkan tidak mendapat bayaran sama sekali.
Pada 2016, Kongres AS telah menyetujui UU yang memberikan otoritas berwenang tambahan kekuasaan atau kewenangan untuk menindak perusahaan yang terbukti melakukan kerja paksa. Aturan itu disetujui setelah adanya laporan investigasi kantor berita AP yang menemukan boga bahari (seafood) yang dihidangkan di restoran dan pasar di AS berasal dari sebuah sistem kerja paksa para pekerja perikanan di wilayah Asia Tenggara.
Penyelidikan lanjutan
Laporan Greenpeace disusun berdasarkan kesaksian para nelayan migran asal Indonesia yang bekerja di Da Wang. Kapal ikan yang menurut data Komisi Perikanan Wilayah Barat dan Pusat Pasifik (WCPC) dimiliki oleh Chao Jung Lin asal Taiwan ini sering kali memindahkan muatannya ke kapal yang lebih besar sehingga dapat bertahan lebih lama di laut.
Di dalam laporan itu, berdasarkan pengakuan para saksi, mereka dipaksa bekerja hingga 22 jam per hari, dipukuli dan diancam oleh kru kapal. Dengan waktu kerja nyaris sehari semalam, mereka tidak mendapatkan asupan gizi yang memadai. Bahkan, gaji mereka ditahan oleh kru kapal. Berdasarkan kesaksian mereka juga, seorang pekerja di kapal dipukuli hingga tewas.
Mendapat kewenangan yang lebih luas oleh Kongres, CBP bisa melakukan penyelidikan atas setiap laporan yang dicurigai kebenarannya. Sebuah divisi khusus di CBP, Divisi Kerja Paksa, bisa meneruskan laporan itu kepada pihak yang lebih berkompeten. Namun, peran utamanya adalah memastikan bahwa barang-barang yang masuk ke AS melakukan perdagangan yang adil, salah satunya adalah memastikan tidak ada pelanggaran HAM di dalam rantai produksinya.
Ana Hinojosa, Direktur Eksekutif Direktorat Penegakan Hukum Pemulihan Perdagangan CBP, mengatakan, divisi khusus itu memiliki kewenangan untuk melarang impor barang jika di dalam rantai produksinya dicurigai terdapat pelanggaran HAM. ”Orang-orang yang menjadi korban kerja paksa adalah korban pelanggaran HAM,” kata Hinojosa.
CBP menyatakan, importir harus membuka kembali laporan serta aturan yang dibuat oleh Departemen Luar Negeri dan Departemen Tenaga Kerja untuk mengetahui industri dan bagian dunia mana yang memiliki potensi risiko terjadinya pelanggaran HAM. ”Setiap importir yang membawa barang ke Amerika Serikat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa barang tersebut tidak diproduksi melalui kerja paksa,” kata Hinojosa.
Pemerintah Taiwan menyatakan, mereka telah memulai penyelidikan terhadap Da Wang dan kapal lain berdasarkan laporan Greenpeace. Badan Control Yuan, sebuah lembaga pengawasan pada Pemerintah Taiwan, menyatakan, lembaga perikanan milik pemerintah telah meminta Kejaksaan Taiwan untuk memulai menyelidiki adanya dugaan kerja paksa di dalam kapal tersebut. Mereka juga mempertanyakan mekanisme kerja dan pengawasan di pelabuhan Taiwan yang membuat Da Wang tetap diizinkan untuk meninggalkan pelabuhan meski ada laporan seperti itu, termasuk efektivitas dalam hal penegakan hukum. (AP)