Serangan Roket ke Istana Presiden, Enam Pengawal Ghani Terluka
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani baru selesai memberikan sambutan pada peringatan Hari Kemerdekaan Ke-101 Afghanistan ketika sebuah roket menghantam salah satu sudut Istana Arg atau istana kepresidenan di Kabul.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
KABUL, SELASA — Perayaan Hari Kemerdekaan Afghanistan, Selasa (18/8/2020), diwarnai serangan roket ke sejumlah obyek vital di ibu kota Kabul, termasuk istana presiden. Belasan orang terluka, termasuk enam pengawal Presiden Ashraf Ghani, setelah satu roket menghantam satu sudut istana presiden.
Sumber di kalangan pejabat istana mengatakan, Ghani baru saja selesai memberikan sambutan pada upacara peringatan Hari Kemerdekaan Ke-101 Afghanistan ketika sebuah roket menghantam salah satu sudut Istana Arg atau Istana Kepresidenan Afghanistan.
Para tamu tidak terpengaruh ledakan roket itu dan upacara terus berlangsung meski enam pengawal Ghani terluka. Namun, Kementerian Dalam Negeri Afghanistan tidak berkomentar tentang insiden yang terjadi di istana kepresidenan.
Juru bicara Pemerintah Afghanistan, Tareq Arian, malah menyampaikan informasi tentang belasan roket yang menghantam kawasan permukiman warga sipil dan melukai belasan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak.
”Sebanyak 10 warga sipil, termasuk empat anak dan satu perempuan, terluka,” kata Arian. Dia menambahkan, dua tersangka yang diduga sebagai pelaku telah ditangkap.
Istana Arg terletak di daerah yang sangat terlindungi di Kabul. Kompleks istana ini juga menampung beberapa kantor kedutaan besar, termasuk Kedutaan Besar Amerika Serikat. Alarm peringatan tanda bahaya segera berbunyi ketika roket menghantam sudut kompleks istana.
Serangan seperti ini beberapa kali terjadi ketika istana tengah mengadakan acara kenegaraan. Upacara pelantikan Ghani pada 9 Maret juga sempat diganggu oleh tembakan roket di dekat istana. Tidak ada yang cedera serius pada saat itu.
Setahun sebelumnya, Agustus 2018, beberapa roket ditembakkan ke arah kota Kabul, termasuk Istana Arg, ketika Ghani tengah berpidato. Kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) menyatakan bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Perundingan damai
Serangan ini hanya berselang tiga hari setelah serangan terhadap Fawzia Koofi, anggota tim perundingan damai Afghanistan, yang juga merupakan mantan anggota parlemen Afghanistan.
Fawzia dan adiknya, Maryam, tengah berhenti di sebuah pasar tradisional di Distrik Qarabah ketika beberapa orang bersenjata menyerang mereka. Keduanya selamat dan hanya terluka di tangan. ”Beruntung luka yang kami alami tidak mengancam jiwa,” kata Fawzia melalui laman media sosial miliknya.
Serangan terhadap Fawzia, yang juga aktivis perempuan, terjadi setelah Pemerintah Afghanistan mengumumkan pembentukan badan atau lembaga yang bertugas menjaga hak dan kepentingan kaum perempuan di Afghanistan.
Fawzia menyatakan, keberadaan badan ini merupakan pengakuan atas peran perempuan dalam kehidupan masyarakat Afghanistan dan hal itu merupakan sebuah kemajuan. Taliban menyatakan tidak bertanggung jawab atas serangan itu.
Perdamaian seperti yang diinginkan rakyat Afghanistan tampaknya masih jauh dari harapan. Pemerintah Afghanistan, meski telah mengeluarkan keputusan untuk membebaskan sekitar 400 tahanan anggota kelompok Taliban, Senin (17/8/2020), menyatakan tidak akan membebaskan 320 tahanan Taliban sampai kelompok tersebut membebaskan semua anggota militer atau kepolisian Afghanistan yang masih ditahan.
Keputusan itu berlawanan dengan keputusan Loya Jirga, lembaga pengambil keputusan tradisional yang terdiri dari tokoh utama dan para kepala suku di Afghanistan, yang memberikan lampu hijau pembebasan ratusan tahanan tersisa itu.
Lampu hijau dari para tokoh utama dan para kepala suku itulah yang memberikan harapan berlanjutnya perdamaian di Afghanistan, dimulai dengan perundingan intra-Afghanistan yang seharusnya diselenggarakan pada 10 Maret lalu.
Para pejabat Afghanistan juga menyatakan penundaan pembebasan sisa tahanan Taliban karena ditentang keluarga para korban. Tidak hanya itu, menurut sejumlah pejabat, Paris dan Canberra juga menentang keputusan Loya Jirga itu karena sejumlah anggota Taliban yang ditahan itu dituduh membunuh warga serta tentara Perancis dan Australia.
Sediq Sediqqi, juru bicara Pemerintah Afghanistan, menyatakan, pemerintah pasti akan menepati janjinya untuk melepaskan semua tahanan tersisa. Namun, Taliban juga harus melakukan hal yang sama terhadap anggota militer dan polisi yang masih mereka tahan.
”Jika kami mengambil langkah berani ini, membebaskan semua orang ini, semua orang jahat ini, mengapa Taliban tidak melepaskan anggota kami yang jumlahnya sangat kecil?” kata Sediqqi.
Juru bicara Taliban mengatakan, pihaknya telah memenuhi seluruh kewajibannya. Mereka tidak mengetahui ada personel keamanan lain yang masih ditahan oleh kelompok mereka.
Taliban, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan untuk menandai Hari Kemerdekaan Afghanistan, bersumpah untuk melanjutkan perjuangan mereka ”dengan segenap kekuatan kami untuk mendapatkan kembali kedaulatan kami dan membangun pemerintahan Islam di tanah air kami”. (AFP/AP)