Indonesia Dihormati karena Konsisten Tegakkan Prinsip
Kerja para diplomat yang konsisten memegang prinsip membuat Indonesia sangat dihormati di forum-forum regional dan global.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Luar Negeri RI merayakan hari jadi yang ke-75, Rabu (19/8/2020), di tengah pandemi Covid-19 yang sudah merengut lebih dari 6.000 jiwa di Indonesia. Dalam situasi inilah, diplomasi Indonesia diuji dan Indonesia dihormati karena konsisten menegakkan prinsip dalam berdiplomasi.
”Di tengah situasi sulit inilah, diplomasi kita selalu diuji,” kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam sambutan memperingati Hari Ulang Tahun Ke-75 Kementerian Luar Negeri RI di hadapan beberapa pejabat Kemlu RI, Rabu, dan juga disampaikan secara daring.
”Apakah kita akan menyerah pada kepentingan-kepentingan jangka pendek atau kita tetap menegakkan prinsip-prinsip sambil terus mengejar kepentingan nasional kita. Kita dihormati karena kita konsisten memegang prinsip,” katanya.
Menurut Menlu, Agustus ini juga merupakan bulan sangat penting bagi Indonesia mengingat selama bulan ini, Indonesia memegang presidensi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tugas itu tentu saja berat, tetapi harus ditunaikan sebaik mungkin.
Selama lebih kurang enam bulan Indonesia berada dalam masa pandemi ini. ”Mesin diplomasi kita terus berjalan, bahkan sejak sebelum kasus Covid-19 ditemukan di Indonesia,” kata Retno.
Baca juga: Diplomasi RI, Konsisten dan Adaptif
Misalnya, lebih dari 141.000 WNI dievakuasi atau menjalani repatriasi mandiri dari Wuhan sejak awal Februari 2020 hingga Selasa (18/8/2020). Kemlu RI memberikan fasilitasi untuk repatriasi mandiri. Pemerintah telah memberikan bantuan kebutuhan pokok dan peralatan kesehatan kepada WNI di luar negeri.
Menurut Retno, para diplomat juga berada di garda depan saat berbagai keperluan peralatan kesehatan diperlukan Indonesia pada masa awal pandemi. Beberapa titik kritis dapat dilalui karena kontribusi para diplomat ini.
Kemlu RI bersama departemen dan lembaga lain hingga saat ini membantu pengadaan vaksin dan memberikan dukungan bagi pengembangan vaksin dalam negeri.
Kawasan dan global
Selain itu, Indonesia diharapkan terus menjaga agar Asia Tenggara tetap merupakan kawasan yang damai dan stabil. Pada HUT ke-53 ASEAN yang baru lalu, atas inisiasi Indonesia, para Menlu ASEAN telah mengeluarkan pernyataan mengenai pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan.
”Kita juga akan terus berkontribusi pada diplomasi perdamaian dan kemanusiaan, seperti untuk Palestina, Afghanistan, dan Rohingya. Kawasan yang kita jaga tidak hanya Asia Tenggara, tetapi juga kita memiliki tanggung jawab moral di kawasan yang lebih besar, yaitu kawasan Indo Pasifik,” kata Retno.
Indonesia perlu memastikan bahwa ASEAN akan terus menjadi motor pelaksanaan kerja sama Indo Pasifik melalui implementasi ASEAN Outlook on the Indo Pacific yang juga di inisiasi Indonesia. Sebagian besar mesin diplomasi di jalankan para diplomat muda, termasuk perempuan.
Baca juga: Pandemi Jadi Batu Uji bagi Diplomasi
Terkait dengan peran Ketua Dewan Keamanan PBB, ini merupakan kali kedua Indonesia menjadi ketua selama menjadi anggota tidak tetap DK PBB 2019-2020. Keberhasilan Indonesia menjadi anggota DK PBB tahun 2019 dan diikuti oleh keberhasilan menjadi anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022 menjadi catatan prestasi tersendiri bagi diplomasi Indonesia di dunia internasional.
Koordinator politik perwakilan tetap RI di New York, Roy Rolliansyah Soemirat, menyebutkan, Indonesia bukanlah pemain kemarin sore. Hal itu menandakan bahwa negara lain menaruh kepercayaan kepada Indonesia untuk berperan dalam ketertiban dunia melalui mekanisme PBB.
Tindakan konkret
Di berbagai kesempatan, Menlu Retno menegaskan, diplomasi Indonesia selalu berdasarkan prinsip-prinsip yang pada saat yang sama ditindaklanjuti tindakan konkret di tingkat lapangan. Indonesia, misalnya, telah menunjukkan kepemimpinannya dalam demokrasi lewat Bali Demokrasi Forum.
Indonesia terbukti juga sudah pernah mengirim tim ke Afghanistan untuk berbagi pengalaman soal penyelenggaraan pemilihan umum. Tindakan-tindakan itulah yang dimaksud oleh Menlu Retno sebagai investasi untuk perdamaian.
Baca juga: Adaptasi Mesin Diplomasi Indonesia dalam Dunia yang Berubah
Menjalankan peran sebagai anggota DK PBB bersama negara-negara besar, seperti AS, Rusia, dan China dengan kepentingannya masing-masing bukan perkara mudah sehingga menyatukan pandangan para anggota pun menjadi tantangan tersendiri. Jangankan itu, dalam menetapkan agenda sidang pun diplomat Indonesia harus ”bertarung” dengan diplomat negara anggota DK PBB lainnya.
Keberhasilan Indonesia di DK PBB tidak dilihat dari seberapa sering negara-negara adidaya sejalan dengan agenda yang disodorkan Indonesia, tetapi seberapa sering mereka terlibat dalam membahas agenda itu. Dalam isu Palestina, misalnya, beberapa kali Jason Greenblatt, salah satu think tank Presiden AS Donald Trump, hadir dalam sidang DK PBB membahas Palestina.
Dengan konflik yang masih berkecamuk di banyak kawasan di dunia, menjadi anggota DK PBB memberikan tanggung jawab lebih bagi Indonesia dalam memelihara perdamaian dunia. Saat menjadi Ketua DK PBB Mei 2019, ada belasan pertemuan yang diagendakan Indonesia. Kerja para diplomat tak kenal lelah, apalagi kalau muncul perkembangan baru keamanan di satu lokasi konflik.
Seorang diplomat di PTRI New York yang bertanggung jawab mengurusi isu keamanan di Suriah, Yvonne Mewengkang, bercerita bahwa dirinya akan mendadak sangat sibuk seperti tak kenal waktu jika terjadi peningkatan eskalasi kekerasan di Suriah, misalnya.
Memang, tidak semua persoalan bisa diselesaikan secara formal di meja perundingan di DK PBB. Itulah sebabnya, diplomasi yang lebih informal, misalnya diskusi di kantin PBB, klub olahraga, buka puasa bersama, atau sofa talk santai, seperti yang diinisiasi Indonesia, menjadi pilihan untuk memecah kebuntuan di ruang sidang.
Langkah-langkah itu mungkin tidak terlihat oleh publik. Namun, ”dapur” diplomasi seperti itu bisa menjadikan upaya diplomasi lebih luwes dilakukan.
Bisa berperan lebih
Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mohtar Mas’oed dalam seminar daring belum lama ini mengatakan, salah satu persoalan yang dunia hadapi saat ini adalah konflik AS-China.
Konflik, yang menuntut Indonesia bisa berperan lebih, telah terjadi di berbagai bidang, mulai dari teknologi informasi, perdagangan, pandemi, Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong, Taiwan, dan Laut China Selatan.
Menurut Mohtar, di antara sekian banyak strategi menghadapi China, termasuk salah satunya langkah multilateralisme, AS justru seperti ingin menciptakan ”Perang Dingin 2.0”.
Sebagai negara yang pernah terjajah dan dalam rangka menjalankan amanat konstitusi, Indonesia sangat berkepentingan untuk mencegah berulangnya perang.
Baca juga: Dari Telepon Perempuan Tengah Malam hingga Pesan Medsos
Mohtar mengatakan, Indonesia dapat memanfaatkan hubungan baiknya dengan AS dan China untuk membantu agar konflik AS-China tidak memburuk dengan mengembangkan multilateralisme. Momentum penanganan pandemi Covid-19 bisa juga dipakai sebagai isu untuk memobilisasi kepentingan bersama.
Salah satu bentuk ketegasan dalam politik luar negeri yang bisa ditauladani adalah ketika Menteri Pertahanan RI dari kalangan sipil pertama, Juwono Sudarsono, menyambut kunjungan Menteri Luar Negeri AS Donald Rumsfeld tahun 2006.
Menolak egoisme AS dalam soal terorisme, ketika itu Juwono menyampaikan bahwa ’lebih baik Anda menyerahkan tanggung jawab utama tindakan antiteroris kepada pemerintah daerah terkait dan tidak terlalu mendesak adanya hasil langsung berdasarkan persepsi Anda tentang teroris.”
”Ekonomi Anda yang kuat dan militer Anda yang kuat memang menyebabkan kesalahan persepsi dan ancaman oleh berbagai kelompok di dunia, tidak hanya di Indonesia,” ujar Juwono ketika itu.
Sebuah artikel di New York Time menyebut hal itu merupakan momen di mana ”Indonesia menegur AS dalam pemberantasan teroris”.
Mohtar mengatakan, ketegasan untuk mau didikte siapa pun itulah yang membuat reputasi Indonesia dalam diplomasi internasional meningkat dan mendapat kepercayaan oleh banyak negara.