Demonstrasi Hari Kesembilan, Massa Terus Tuntut Lukashenko Mundur
Unjuk rasa menentang kepemimpinan Presiden Belarus alexander Lukahsensko terus berlanjut. Unjuk rasa diikuti oleh ratusan ribu warga termasuk para pekerja pabrik dan tambang.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
MINSK, SELASA — Ratusan ribu pengunjuk rasa, yang sebagian di antaranya adalah para pekerja pabrik dan tambang, turun ke jalan-jalan di Minsk, ibu kota Belarus, Selasa (18/8/2020). Itu merupakan demonstrasi di hari kesembilan menentang kepemimpinan Presiden Alexander Lukashenko.
Ribuan demonstran berkumpul di Alun-alun Kemerdekaan di pusat Kota Minsk sambil membawa bendera oposisi berwarna merah putih. Mereka meneriakkan ”pergi” dan menyerukan pemimpin otoriter eks Soviet itu untuk mundur.
Lebih dari 5.000 pekerja dari Minsk Wheel Tractor Plant (MZKP) juga mogok kerja dan mereka beramai-ramai terlibat dalam unjuk rasa. Para penambang dari pabrik besar kalium di Soligorsk juga ikut mogok kerja.
Mereka juga berjalan menuju pusat-pusat tahanan. Di sana mereka menuntut pembebasan pimpinan oposisi dan pengunjuk rasa yang telah ditahan selama demonstrasi menentang hasil pilpres yang kembali dimenangkan Lukashenko, yang telah berkuasa selama 26 tahun, sejak 1994. Lukashenko mengklaim memenangi pilpres dengan perolehan suara sekitar 83 persen.
Pekerja di sejumlah pabrik dan televisi pemerintah mengundurkan diri dari pekerjaannya setelah pecah protes terbesar menentang Lukashenko, Minggu (16/8/2020).
Lebih dari 100.000 orang turut serta dalam demonstrasi bertajuk ”Demonstrasi untuk Kebebasan” yang diserukan oleh Svetlana Tikhanovskaya, kandidat presiden oposisi yang kalah dari Lukahshenko dalam pemilu presiden. Tikhanovskaya mengklaim dirinya memenangi pilpres, sedangkan Lukashenko dituding memenangi pilres karena kecurangan.
Dalam sebuah rekaman yang beredar di media sosial, para pekerja di MZKT meneriaki Lukashenko ”pergi!” saat akan berpidato di pabrik itu, Senin (17/8/2020).
Lukashenko yang marah kemudian turun dari podium sambil mengatakan, ”Terima kasih. Saya sudah menyampaikan semuanya. Kamu bisa berteriak ’pergi’.” Dalam rekaman pidato Lukashensko bisa terdengar pria itu mengatakan, ”sampai kalian membunuhku, tidak akan ada pemilu.”
Sebelumnya, Lukashenko didesak untuk menggelar pemilu ulang karena pemilu sebelumnya yang memenangkan dirinya dinilai curang. Namun, ia kemudian mengatakan mungkin akan menyerahkan kekuasaan setelah referendum konstitusi.
”Harus mendapat persetujuan referendum dan kemudian, menggunakan konstitusi yang baru, jika mau menggelar pemilu parlemen dan presiden,” katanya.
Kami tidak ingin konstitusi baru atau referendum. Kami mau Lukashenko mundur.
”Kami tidak ingin konstitusi baru atau referendum. Kami mau Lukashenko mundur,” kata Dmitry Averkin (45), seorang pekerja. ”Lebih cepat ia mundur, lebih cepat negara ini kembali normal.”
Sejumlah negara telah menolak hasil pemilu di Belarus dan mengecam tindakan represif aparat di sana dalam menghadapi unjuk rasa. Namun, sekutu terkuat Lukashenko, Rusia, justru menawarkan bantuan militer dalam menghadapi demonstran dan agresi asing.
Lukashenko mengklaim bahwa negara-negara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyiapkan kekuatan militer di perbatasan Belarus.
Pada Senin (17/8/2020), Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg meyakinkan bahwa NATO tidak menyiapkan pasukan di kawasan itu. ”Kami tetap waspada, bertahan, dan siap mencegah agresi apa pun terhadap sekutu NATO,” katanya.
Merespons ketegangan yang terus meningkat di Belarus, para pemimpin Uni Eropa siap menggelar pertemuan virtual darurat Rabu (19/8/2020). Di Amerika Serikat, Presiden Donald Trump menyatakan bahwa AS mengikuti terus perkembangan di Belarus.
Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE) menyarankan ”Keprihatinannya terhadap pelaksanaan pemilu di Belarus dan penggunaan kekerasan yang tidak perlu terhadap protes damai, penangkapan atas demonstran, dan tuduhan penyiksaan oleh aparat keamanan”.
Dalam pernyataannya, OSCE menyampaikan bahwa mereka telah menawarkan secara formal kepada Pemerintah Belarus untuk memfasilitasi dialog kedua pihak. ”Dibutuhkan dialog terbuka dan konstruktif untuk mencari jalan keluar di Belarus,” demikian pernyatan OSCE.
”Untuk itu, penawaran resmi kunjungan Ketua OSCE Perdana Menteri Albania Edi Rama sudah diajukan kepada Pemerintah Belarus untuk bertemu dengan pemerintah dan wakil oposisi.”
Menteri Luar Negeri Kanada Francois-Philippe Champagne mengatakan, Ottawa bergabung dengan negara-negara yang mengecam tindakan keras terhadap para pengunjuk rasa damai. Ottawa juga menolak pemungutan suara yang penuh dengan kecurangan sambil menuntut pemilihan umum yang bebas dan adil.(AFP/AP)